Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebiasaan Menyela Omongan Orang Lain, Sopankah?

13 Desember 2024   15:06 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:21 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyela Omongan Orang Lain (sumber: www.coloradomarriageretreats.com)

Komunikasi yang efektif tidak hanya penting di dunia kerja, tetapi juga dalam pergaulan. 

Pernahkah Anda merasakan ngobrol dengan seseorang yang menguasai pembicaraan dari awal sampai akhir. Terkadang orang ini bertanya, berhenti sebentar seperti memberi kesempatan lawan bicaranya untuk berbicara. Tetapi ketika lawan bicara baru membuka mulut, baru satu kata atau satu huruf keluar dari mulut, orang ini sudah mengeluarkan suara lagi. Kalau gak ada yang mengalah, ngomong jadi berasa balapan. Padahal tidak sedang berantem. Cuma ngobrol biasa aja

Kalau ngomong sudah balapan, apa masing-masing saling mendengarkan? Lantas apa mereka saling mengerti satu sama lain?

Ada lagi fenomena komunikasi "pamer". Seseorang bercerita tentang hobi barunya, yang kebetulan hobinya itu hobi yang juga kita geluti sudah sejak lama. Karena senang ada yang hobinya sama, kita komentari dengan antusias dan rasa senang. Dikira karena hobi sama, obrolan bakal lebih menyenangkan. Misal saling berbagi tips dan pengalaman. Eh ini malah berusaha menekankan bahwa dia lebih baik daripada kita dan fokus ke diri sendiri. Kita ngomong tentang hobi yang sama itu, dia malah sedikit-sedikit memotong dan keukeuh ngomong tentang dirinya sendiri. Obrolan jadi gak nyambung. Sebelas dua belas dengan jenis yang pertama tadi.

Padahal komunikasi itu mestinya untuk berbagi ide dan informasi. Sekalipun cuma komunikasi dalam bentuk "curhat" antar sahabat, itu adalah bentuk berbagi informasi. Karena dari situ juga seseorang berbagi pengalaman hidup dan mestinya ada pelajaran yang dapat diambil untuk kemajuan semua pihak. Syukur-syukur sama-sama dapat ide baru dan segar untuk menyiasati hidup yang tak selalu semulus jalan bebas hambatan.

Apakah orang-orang yang berlaku seperti itu merasa minder dan perlu meninggikan diri dengan cara seperti itu? Atau memang mereka tidak sengaja terlalu berfokus dengan dirinya sendiri sehingga kurang bisa mendiamkan diri untuk sejenak menjadi pendengar?

Beberapa tahun lalu, di televisi, dalam beberapa acara "diskusi", debat, wawancara tokoh, sering sekali terlihat pembicaraan balapan yang seolah saling menyerang. Saat itu, gaya "diskusi" seperti itu menjadi tren. Bisa jadi ini juga yang dicontoh banyak orang yang suka motong omongan orang lain.

Apapun itu, memotong pembicaraan orang lain adalah tidak sopan. Karena dalam komunikasi masing-masing pihak punya kesempatan yang sama untuk menyampaikan perspektifnya. Kebiasaan memotong pembicaraan orang lain menunjukan bahwa seseorang tidak mempertimbangkan orang lain, dan juga refleksi dari self-centered alias egois cuma fokus ke diri sendiri, tidak sabaran, dan kasar.

Ada juga sih, orang yang tidak sengaja memotong pembicaraan karena terlalu bersemangat ingin menyampaikan sesuatu, atau sedang terburu-buru sehingga terpaksa harus memotong omongan orang lain. Tapi pasti kelihatan bedanya orang yang sedang terlalu bersemangat atau terburu-buru dengan orang yang memang punya kebiasaan tidak sopan senang memotong pembicaraan orang lain.

Jadi sebaiknya bagaimana menghadapi kelompok orang seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun