Dalam diskusi ini juga terungkap jika ternyata ada saja potongan-potongan kisah sejarah yang sengaja tidak boleh di-publish untuk alasan tertentu. Misal, komika Adit MKM pernah mempertanyakan mengapa ada foto Bupati Surabaya (di masa lalu) yang tidak dipajang bersama foto-foto bupati lainnya. Jawabannya adalah karena bupati tersebut dianggap terlibat dengan PKI. Secara logika, kesalahan seorang bupati (jika memang ada), tidak dapat membatalkan kenyataan bahwa orang itu pernah menjadi Bupati. Tentu hal-hal seperti ini dapat mengaburkan sejarah yang sebenarnya.Â
Walau cuma sedikit yang dihilangkan, hal itu dapat mengubah persepsi dan pengertian mengenai kisah sejarah tersebut. Seharusnya kisah sejarah ditampilkan secara hitam putih bukan berdasarkan salah benar karena kekhawatiran akan persepsi masyarakat yang tidak sesuai dengan keinginan negara. Hitam putih dalam arti apapun kenyataannya, mau hitam atau putih, itulah kisah sebenarnya.
Buat saya, penghilangan atau pengubahan fakta yang sebenarnya ini seperti data yang dimanipulasi sehingga tidak lagi sinkron antara kenyataan sesuai fakta-fakta yang ditemukan, pemaknaan kisah yang seolah menjadi dipaksakan, dan hasil dari pemaknaan kisah yang akhirnya menjadi salah, karena dari awalnya sudah sengaja ada pengubahan data dan fakta.
Namun demikian, secara umum, belajar sejarah ternyata menyenangkan jika bukan hanya semata-mata menghapalkan tahun dan nama-nama. Sejarah adalah kisah yang terjadi di masa lalu yang seharusnya dapat menjadi pelajaran di masa depan.
Mengapa sejarah penting? Karena tanpa sejarah, kita tidak tahu darimana asal kita dan kemana kita harus kembali. Setiap bangsa pasti punya sejarah. Gak mungkin kan kita yang orang Indonesia mengakui sejarah bangsa lain sebagai sejarah kita?! Emang dengan begitu akan diakui sebagai bagian dari bangsa itu?!
Selain itu, bangsa yang tidak "terbuka" dengan kisah sejarah yang sebenarnya, bukan tidak mungkin akan menjerumuskan generasi selanjutnya ke dalam kesalahan yang sama yang pernah terjadi di masa lalu.
Pak Peter menyontohkan sebuah peristiwa yang pernah dia alami, dimana dia mendapat kecelakaan yang membuatnya lupa ingatan beberapa saat. Dalam keadaan seperti itu dia tidak tahu darimana asalnya, sehingga tidak bisa pulang. Demikian pula orang yang tidak tahu sejarahnya, ibarat orang yang tidak bisa "pulang" karena tidak tahu darimana asalnya.
Kisah sejarah puluhan atau ratusan tahun lalu, mungkin tidak dapat diungkap sejelas-jelasnya dengan bukti-bukti yang saat ini ada. Tetapi dapat dijabarkan secara logika. Sebagai contoh, Peter Carey mempertanyakan fakta bahwa Pangeran Diponegoro dipenjara di bawah tanah, di Makasar. Karena bersamaan dengan itu, beliau adalah seorang tasawuf yang menjadi panutan wong cilik. Logika-logika seperti ini sangat menarik untuk dikulik. Dan yang jelas tidak akan didapat jika kisah sejarah itu hanya dengan menghapal tahun, peristiwa dan nama-nama pahlawan saja. Sebuah kisah, seharusnya dikisahkan dalam bentuk cerita yang enak dibaca dan dapat dipahami dengan logika yang benar.
Dari diskusi ini, muncul beberapa ide menarik. Diantaranya usulan tentang mendigitalkan data-data sejarah yang saat ini masih lebih banyak dalam bentuk hard copy, agar generasi muda dapat dengan mudah mengaksesnya. Ide lain yang muncul adalah bahwa di sekitar kita pun pasti ada kisah sejarah yang perlu dikulik. Semua orang dapat menjadi peneliti sejarah. Dan orang Indonesia tidak kalah dengan orang asing. Hal itu pun diakui oleh Pak Peter.Â
Saya malah terpikir, mungkin kisah sejarah yang berasal dari masa lalu itu dapat juga untuk meramal masa depan. Meramal dalam arti semacam perkiraan/forecast berdasarkan data-data yang ada, memprediksi masa depan.Â
Semoga itu semua dapat menjadi kesempatan untuk membangkitkan ketertarikan generasi muda terhadap sejarah.