Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta Sehidup Semati, Ini Bukan Hanya Janji

17 Oktober 2024   01:10 Diperbarui: 17 Oktober 2024   01:18 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta dan setia selalu sehidup semati pada pasangan hanyalah sebuah janji ketika menikah, tetapi adalah sebuah perjalanan yang terbukti ketika sepasang manusia tetap bersama hingga maut memisahkan.

Berapa banyak kisah cinta yang seperti itu di jaman ini? Saya yakin banyak. Entah itu jangka panjang maupun jangka pendek menurut ukuran manusia. Yang jelas hanya maut yang memisahkan mereka.

Mungkin orang berkata, mereka memang dipisahkan oleh maut setelah pernikahan yang masih tergolong baru. Coba kalau lama, belum tentu mereka akan sehidup semati.

Karena itu saya berharap setidaknya orang-orang tua kita yang sudah bersama mengarungi bahtera rumah tangga hingga dapat merayakan ulang tahun pernikahan ke-50, 60, 70 dst menjadi saksi bahwa cinta sehidup semati dalam untung dan malang itu memang bisa diusahakan, baik dalam pernikahan yang panjang maupun yang pendek hingga hanya maut saja yang memisahkan.

Kata teman-teman beragama muslim, pernikahan adalah ibadah yang paling panjang. Dalam pemikiran saya, apakah karena di dalamnya harus ada penyangkalan diri dari masing-masing suami dan istri? Mengalah demi menyelesaikan persoalan dengan bijaksana. Habis mengalah harus memikul salib, karena ada kemungkinan dengan mengalah pasangan jadi besar kepala dan merasa menang. Dan disitulah pihak yang mengalah harus bertahan demi menghindari konflik yang bisa jadi akan berkepanjangan.

Kalau "menyaksikan" kasih sayang diantara Pak Tjiptadi dan Bu Lina melalui tulisan-tulisan mereka, saya suka berpikir alangkah saling mengasihinya mereka. Ah, mungkin karena sudah lama berumah tangga dan usia juga sudah cukup lanjut makanya mereka sudah malas bertengkar. Tetapi apakah mereka dulu-dulunya pernah bertengkar, berselisih pendapat, atau diem-dieman?! Entahlah. Rasanya belum pernah baca kisahnya melalui tulisan mereka.

Namun sekalipun pernah, pasti mereka selalu saling memafkan dan saling mengalah, makanya dari waktu ke waktu mereka begitu saling mengenal satu sama lain, sampai hapal sifat masing-masing dan tahu bagaimana meng-handle kekurangan dan kelebihan pasangannya tanpa rasa takut tersaingi atau terlupakan. Buktinya sampai usia pernikahan 60 tahun mereka tetap bertahan. Malah nampaknya makin mesra. Kemana-mana selalu berdua. Seiring sejalan lagi.

Saya memang belum pernah bertemu dengan Pak Tjiptadi dan Ibu Roselina. Namun kasih sayangnya berasa banget dari Australia ke Indonesia meski hanya lewat dunia maya. Konsisten pula. Membaca kisah-kisah yang mereka tulis, selalu membuat hati jadi adem. Kadang berasa diingatkan, kadang memberikan inspirasi baru, kadang menimbulkan niat positif. Tulisan-tulisan yang sederhana namun enak dibaca karena ringan dan banyak berasal dari pengalaman hidup. Every story matters, kata kompasianival 2024. 

Semakin bertambah usia, pengalaman hidup juga bertambah. Namun tidak semua orang dapat menemukan inspirasi dari setiap pengalaman hidupnya. Cuma orang-orang bijak yang mampu melihat hal-hal positif dalam kesederhanaan hidup sehari-hari. Tidak semua orang pula dapat dan mau berbagi tentang inspirasi kehidupan yang sanggup dia lihat dan rasakan. Namun Pak Tjiptadi dan Ibu Roselina sanggup melakukan itu semua dengan ringan, dengan berbagi melalui tulisan. Bahkan bukan cuma berbagi lewat tulisan, tetapi juga menyapa secara pribadi, seperti yang saya baca dari beberapa tulisan beliau berdua.

Saya rasa, tulisan-tulisan beliau berdua tidak akan pernah basi. Karena bagaimanapun dunia ini bertambah usia, bagaimanapun berkembangnya teknologi, apapun nama generasinya, mau milenial, kolonial, gen Z, gen Alpha, gen Strawberry, dst, pada akhirnya kita semua akan setuju dengan bentuk kebahagiaan yang sama, yaitu kedamaian hati dan sukacita. Itulah salah satu yang tersirat dalam tulisan-tulisan Pak Tjiptadi dan Bu Roselina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun