Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Digital Banking Anti Fraud dan Scam

26 September 2024   10:33 Diperbarui: 26 September 2024   12:35 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penipuan lewat telepon (SHUTTERSTOCK/Adha Gazhali via KOMPAS.com)

Ternyata kejadian-kejadian seperti itu bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara yang lebih maju pun ada kejadiannya. Versi non digitalnya pun pernah dialami oleh seorang teman, yang dengan tergesa-gesa datang ke bank untuk mencairkan deposito padahal belum jatuh tempo, kemudian dengan "sukarela" menyerahkan uangnya kepada si penipu.

Kalau di Indonesia mungkin orang akan mengaitkannya dengan hipnotis. Tetapi entahlah apakah ada unsur hipnotis dalam kejadian-kejadian ini. Kalau versi non digitalnya dimana korban bertemu muka langsung dengan si penipu mungkin ada kemungkinan dihipnotis sehingga korban menuruti semua perintah si penipu.

Tapi kalau yang versi digital melalui telepon, apakah ada unsur hipnotis juga? Konon katanya ada istilah hipnotis jarak jauh. Entahlah!

Jika sudah kejadian, apa yang harus dilakukan? Lapor polisi. Tapi polisi butuh bukti, sementara waktu kejadian, korban gak ngeh kalau dia sedang ditipu, jadi kejadian dari awal sampai akhir tidak direkam pula. Yang ada hanya bukti transfer, tetapi bagaimana membuktikan kalau aktivitas transfer itu adalah hasil penipuan kalau tidak ada bukti kuat?

Lapor ke bank! Eh ternyata bank juga perlu laporan polisi sebelum bertindak lebih lanjut terhadap rekening penerima milik si komplotan penipu. Bank hanya punya kuasa untuk memblokir rekening korban secara langsung atas permintaan korban.

Namun dalam contoh kasus di atas, tidak ada gunanya memblokir sementara rekening korban karena tidak ada data-data seperti password, pin, user ID internet atau mobile banking yang diserahkan kepada penipu.

Kejadiannya adalah korban mentransferkan uang dengan "sukarela" karena berhasil dipengaruhi oleh si penipu untuk mentransferkan uang yang ada di rekeningnya.

Membuat permohonan pemblokiran rekening tujuan transfer yang mana adalah rekening milik komplotan si penipu? Tidak semudah itu bank menerima laporan dan kemudian melakukan pemblokiran terhadap rekening yang dilaporkan.

Lagi-lagi harus ada bukti kuat. Gak mau toh kalau tiba-tiba ada orang yang melaporkan rekening kita untuk diblokir dan bank langsung melakukannya tanpa penyelidikan dan bukti bahwa sebuah rekening valid untuk diblokir? Yeah, begitu juga halnya rekening orang lain (yang ternyata penipu) yang kita laporkan.

Melaporkan melalui cekrekening.id? Sama saja harus ada bukti rekaman proses penipuan, bukti transfer dsb.

Begitu pula dengan laporan no. telp yang dipakai si penipu. Mestinya tidak semerta-merta diblokir tanpa bukti yang membenarkan proses pemblokiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun