Suatu malam sepulang kerja, saya turun dari bis dan berjalan menuju kost di daerah Mampang Prapatan. Suasana macet meskipun sudah malam, sekitar jam 8 an. Jalan raya ini nampaknya memang selalu macet mulai dari pagi sampai malam. Tiba-tiba saya melihat seorang bapak terduduk di pinggir jalan dengan karung penuh isi di sampingnya. Entah apa isinya. Namun nampaknya bapak ini adalah seorang pemulung. Bapak itu seperti mengaduh memegangi perutnya. Nampak kesakitan, namun suaranya tidak terdengar karena dikalahkan oleh bisingnya suasana jalanan saat itu.
Saya melewati bapak itu. Melihat ke arahnya. Ada rasa kasihan. Namun saat itu saya memilih melanjutkan berjalan. Sama dengan orang-orang lain yang terlihat cuek saja, tidak peduli dengan kondisi si bapak itu. Namun sambil berjalan saya berpikir, sepertinya bapak itu kesakitan. Jangan-jangan sakit maag atau sakit parah lainnya.
Sesampainya di kost, saya membuka tas belanjaan. Tadi saya sempat mampir berbelanja beberapa kebutuhan harian yang sudah habis. Ada dua batang pisang juga dan nasi padang untuk makan malam. Nasi padang yang tadi ditolak pengamen di bis yang menghimbau para penumpang untuk memberikan uang "kecil"nya.
"Bapak, ibu, om, tante sekalian, seribu dua ribu mungkin tidak berarti apa-apa untuk Anda, tetapi sangat berarti buat kami karena kami belum makan dari pagi", begitu katanya.
Tetapi ketika saya sodorkan bungkusan nasi padang dalam kantong plastik ini, mereka tidak mau mengambilnya. Padahal harganya lebih dari seribu dua ribu.
Pikiran saya masih kepada bapak di pinggir jalan yang terduduk kesakitan memegangi perutnya. Akhirnya saya masukan satu batang pisang ke dalam kantong plastik berisi bungkusan nasi padang, dan mengambil uang lima puluh ribuan dari dompet. Saya pun kembali ke jalan. Si Bapak tadi masih di situ.
"Kenapa Pak?", tanya saya.
"Saya lapar, mba, perut saya sakit", jawabnya.
Akhirnya saya sodorkan kantong plastik berisi nasi padang dan pisang. Saya berikan pula uang lima puluh ribuan kepada bapak itu.
"Ini pak, ada makanan dan sedikit uang", kata saya