Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Suatu Saat, Kita pun Akan Tua

28 Mei 2023   12:38 Diperbarui: 28 Mei 2023   12:56 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reuni di Usia Sena (dokpri)

Foto diatas adalah foto reuni orang tua dengan saudara semarga di usia senja, hampir usia 80 tahun (saat foto itu diambil). Yang paling muda adalah kakak saya, yang ikut berfoto. Sementara saya yang mengambil foto mereka. Paling kiri adalah ayah saya, dan di sebelahnya adalah ibu saya. Paling kanan, adalah kerabat yang sedang berkunjung. Foto ini diambil di rumah kami sekitar 5 tahun lalu.  

Ketika itu, tiba-tiba seorang saudara yang sudah sekian lama tidak pernah lagi saling berkunjung karena usia tua, tiba-tiba datang mengunjungi rumah kami di suatu pagi. Dia datang mengendarai motor. Padahal saat itu usianya sudah cukup senja, sekitar 80 tahun, membuat kami yang melihatnya dag dig dug der!

Ayah saya langsung saja memeluknya saking rindunya. Saya yang menyaksikan mereka, merasa terharu juga. Ada rasa senang karena mereka masih bisa saling bertemu. Selain semarga, mereka termasuk kelompok seangkatan, yang sama-sama berjuang sebagai perantau disaat orang-orang dari daerah kami belum begitu banyak.

Sekian belas tahun tidak bertemu walau masih bisa dibilang tinggal di satu kota, yang satu di kotamadya, yang satunya lagi di kabupaten. Di jaman mudanya, keluarga kami sering saling berkunjung, saling membantu, saling bekerja sama dalam suatu kegiatan keluarga. Namun seiring bertambahnya usia, kesehatan, dan kesibukan, masing-masing tidak lagi terlalu sering keluar rumah. Pertemuan keluarga lebih sering diwakili oleh anak masing-masing yang mulai menggantikan posisi para orang tua yang semakin sepuh. Itu pun kalau masih ada anak-anak yang tinggal di kota yang sama.

Obrolan diantara mereka pun berlangsung hampir seharian penuh. Melihat mereka, sempat terpikir oleh saya, begini toh reuni di usia tua. Alangkah senangnya para lansia jika masih bisa reuni sekedar ngobrol santai ngalor ngidul, mengenang masa lalu, dan makan bersama seadanya. Yah makan seadanya, karena toh sudah banyak keterbatasan di usia mereka. Ayah saya sendiri hanya bisa mengunyah makanan lembek, karena hampir semua giginya dikorbankan atas bujukan para mahasiswa kedokteran gigi, untuk kebutuhan praktek mereka. 

Tadinya ayah saya berpikir akan lebih nyaman menggunakan gigi palsu yang dijanjikan para mahasiswa itu. Namun setelah terlanjur, ternyata gigi palsunya tidak nyaman dipakai. Jadilah seperti itu, ayah saya hanya sanggup mengkonsumsi makanan lembek yang bisa dikunyah tanpa gigi. Sementara ibu saya, juga sudah lama hanya mengkonsumsi makanan cair berhubung selalu merasa kenyang dan sudah agak pikun. Sementara tamu kami, setelah saya tanya ternyata tidak ada pantangan makan, dan masih sehat di usianya saat itu. 

Saya dan kakak, yang tinggal di rumah menemani orang tua, harus pandai-pandai memilihkan makanan untuk mereka. Maka hari itu, pilihan jatuh pada ikan mas arsik dan daun singkong tumbuk khas daerah asal kami, suku Batak. Makanan yang cukup aman untuk ayah saya dan tamu kami. Snacknya pun kami pilihkan yang lembek juga, seperti kue bolu. Minumnya hanya air putih, minuman sehat untuk segala usia. Inilah salah satu keterampilan yang saya dapatkan selama menemani orang tua di hari tuanya. Lebih detail memperhatikan kebutuhan mereka, terutama masalah makanan dan asupan gizi.

Menemani orang tua di usia senja mereka, sedikit demi sedikit membangun kepekaan saya terhadap kebutuhan lansia. Peka terhadap sesuatu yang mereka sendiri mulai tidak menyadarinya. Kalau dulu saya hanya pernah mengunjungi para lansia yang tinggal di rumah lansia untuk menemani mereka ngobrol, maka saat menemani orang tua di usia senjanya, saya mendapatkan banyak hal yang tadinya tidak pernah "keluar" dari dalam diri saya. 

Hubungan yang lebih dekat dengan mereka terjalin kembali setelah sekian lama jauh dari mereka. Walau di saat jauh saya juga rajin menelepon seminggu sekali. Tetapi ternyata tidak sama. Ngobrol di telepon dan pulang setahun sekali tidak membuat saya banyak tahu tentang mereka secara detail sehari-harinya.

Setelah tinggal kembali bersama mereka, ternyata ada banyak hal yang membuat saya sadar, sudah waktunya berganti posisi. Kami yang harus menjaga dan melayani mereka, bukan lagi mereka yang menjaga dan melayani kami, anak-anaknya. 

Kalau dulu, mereka yang akan menelepon anak-anaknya saat belum pulang pada waktu seharusnya sudah ada di rumah, mengingatkan waktu makan, dll, maka sekarang kami, anak-anaknya yang harus memastikan mereka sudah makan sesuai waktu, tidak bepergian sendirian terlalu jauh, mengantar dan menjemput jika mereka ada keperluan di luar rumah, memastikan mereka tidak melakukan aktivitas yang mereka pikir masih bisa dilakukan, padahal sebenarnya mereka sudah tidak kuat lagi. Kami pun jadi lebih kreatif dalam banyak hal. 

Menemani berjemur di pagi hari dan olahraga ringan, membuat para tetangga yang masih muda jadi sadar kalau mandi matahari pagi baik untuk kesehatan. Padahal, kami sendiri juga baru sekarang melakukannya. Ternyata gak mesti ke pantai di Bali untuk mandi matahari!

Dan masih banyak lagi hal-hal yang baru saya dapatkan saat menemani mereka di usia senjanya. Bukan sesuatu yang mudah. Ada sukanya ada dukanya. Namun semuanya kembali kepada panggilan hati.

Karena hari makin sore, tamu kami berpamitan untuk pulang. Terpikir oleh saya, entah kapan lagi kami semua akan bisa bertemu. Apalagi orang tua dan tamu kami sudah sepuh juga. Maka saya minta ijin untuk mengambil foto untuk kenang-kenangan. Jadilah foto-foto ini.

Karena berasa dag dig dug der melihat tamu kami yang berusia sekitar 80 tahunan naik motor sendirian untuk jarak yang harus ditempuh sekitar satu setengah jam, maka saya berinisiatif untuk memesan taksi online dan meminta tamu kami meninggalkan motornya untuk diambil oleh salah seorang anaknya nanti. Namun beliau menolak dan bersikeras tidak apa-apa naik motor saja. Akhirnya kami pun melepas beliau pulang dengan motornya. Saya menelpon ke rumahnya untuk memastikan beliau sampai di rumah dengan selamat.

Ternyata itulah pertemuan terakhir mereka. Tidak lama, beberapa bulan kemudian ayah saya pergi menghadap Tuhan. Dua tahun kemudian ibu saya menyusul, dan terakhir, sekitar empat tahun kemudian kerabat yang didalam foto ini pun menyusul. Mereka pergi dalam keheningan, tetapi meninggalkan berbagai kenangan yang tidak akan terlupakan.

Menemani orang tua di usia senjanya adalah suatu kesempatan berharga yang juga mengingatkan jika suatu saat, kita pun akan tua. Biarlah para orang tua kita yang semakin menua tetap merasakan kehangatan keluarga setiap harinya.

@suara keheningan

#suarakeheningan #harikeluarga # fotokenangan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun