Mudahkah Memaafkan?
Tergantung kasusnya. Kalau kasus kecil misalkan tidak sengaja kecipratan air di jalan oleh kendaraan yang ngebut, paling ngedumel selama-lamanya sehari atau mungkin seminggu bagi bagi orang yang gara-gara kecipratan ada efek lanjutan.
Sekian menit, jam, hari, bulan dan tahun baru bisa benar-benar memaafkan tergantung kasusnya. Kalau kasus besar seperti kejadian penganiayaan oleh anak pejabat yang mengakibatkan cidera berat hingga koma, atau kasus Brigadir J yang dibunuh atas perintah atasannya, apa bisa secepat itu memaafkan? Mungkin bukan tidak mau memaafkan, tetapi sulit memaafkan karena efeknya yang berat dan nyambung kemana-mana. Keinginan untuk memaafkan mungkin ada, tetapi kemampuan untuk memaafkan terkadang berat.
Menurut saya, memaafkan adalah sebuah proses, maka bersabarlah ketika orang yang kamu kenal begitu sulit memaafkan. Entah itu memaafkan Anda atau orang lain yang menyakitinya.
Berhak kah kita menghakimi orang yang masih belum bisa memaafkan seseorang atau sesuatu? Rasanya tidak!
Bagaimana kalau Anda dalam posisi korban seperti kasus diatas, akan mudahkah bagi Anda untuk memaafkan? Atau kasus seorang wanita yang diperkosa, akan mudahkah bagi dia untuk memaafkan si pelaku? Bagaimana pula dengan orang sekitar yang sibuk menasehati,"Maafkan perbuatannya" atau "Kamu harus bisa memaafkan!" Â atau "Sudahlah maafkan saja karena semuanya sudah terjadi". Padahal beban yang akan dipikul korban akibat kejadian itu bisa jadi seumur hidup.
Kita semua pasti setuju bahwa memaafkan dan meminta maaf itu adalah hal yang baik, namun harus dimengerti juga bahwa proses memaafkan tidak sama bagi setiap orang dan kasus.
Memaafkan dan dimaafkan adalah sesuatu yang akan membebaskan baik bagi korban dan pelaku. Bagi korban, dia akan dapat menerima kenyataan yang ada dengan lapang dada, melepaskan beban dan  memerdekakan diri dari segala pengalaman pahit dimasa lalu. Berani menatap masa depan dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik tanpa bayang-bayang masa lalu. Tidak lagi merasa perlu untuk mengingat pelaku dan perbuatannya . Kalau pun mengingat, hal itu tidak akan lagi menyakitkan bagi dia.
Sementara bagi yang dimaafkan, akan berarti sebuah kesempatan untuk memperbaiki diri. Itu pun bagi orang yang sadar dengan perbuatannya sehingga mau mengakui kesalahan, sanggup meminta maaf, dan  siap dengan segala resiko setelah mengaku salah dan meminta maaf.
Minta maaf bukan berarti bebas dari segala akibat perbuatan. Kalau minta maaf hanya demi dibebaskan dari segala tuntutan, dilupakan dan dihapus kesalahannya seolah tidak pernah terjadi apa-apa, itu namanya tidak ada ketulusan alias munafik. Lain soal kalau korban memaafkan dan "menghapus" segala kesalahan dengan kesadaran sendiri tanpa tuntutan apapun. Minta maaf itu justru siap dengan segala resiko, termasuk resiko tidak dimaafkan.
Untuk hal-hal yang berat, akan butuh waktu dan proses untuk memaafkan. Perlu berdoa mohon pada Tuhan agar dapat memaafkan orang yang bersalah kepadanya.
Seorang kenalan saya, yang dikemudian hari diketahui ternyata diperkosa hingga memiliki seorang anak perempuan, baru bisa menerima anaknya setelah bertahun-tahun. Sekalipun ibu ini membesarkan anak itu, namun ternyata ada kemarahan dan penolakan didalam hatinya yang tersimpan lama walau tidak dilampiaskan secara terang-terangan. Dia baru bisa menerima anak itu dengan sukacita, tanpa rasa sakit hati, setelah dia mengampuni perbuatan orang yang telah memperkosanya. Dan ternyata itu butuh waktu bertahun-tahun.
Demikian pula memaafkan orang yang bersalah tetapi tidak pernah sadar akan kesalahannya dan tidak pernah juga datang meminta maaf. Setidaknya memaafkan orang seperti itu dapat membebaskan diri sendiri dari kepahitan masa lalu, yang disadari atau tidak adalah sebuah beban. Beban yang tidak mau dilepas dan dibawa kemana-mana padahal tidak ada gunanya dan hanya memberatkan langkah saja.
Ada kalanya juga kita tidak dapat mengatakan kepada orang yang bersalah kepada kita,"Saya memaafkan kamu!" Karena belum tentu orang itu tidak merasa ada perbuatannya yang salah. Jangan-jangan malah kita sendiri yang dianggap menempatkan diri sebagai pihak yang benar dan memposisikan orang lain sebagai orang yang salah. Mungkin dalam kasus ini, kita tidak perlu mengungkapkan dengan kata-kata kalau kita memaafkan dia, namun dari dalam hati kita sendiri, kita sudah tuntaskan persoalan dengan orang itu dengan memaafkannya secara pribadi. Outputnya pasti tetap baik karena pada akhirnya kita akan sanggup memperlakukan orang itu dengan baik, sanggup mendoakannya, dan tidak lagi menjadikan orang itu selalu ada di pikiran kita dan menghalangi langkah kita selanjutnya.
Jadi menurut saya, memaafkan dan meminta maaf itu bukan tentang orang lain, tetapi tentang menyembuhkan diri sendiri. Ada kalanya sulit untuk memaafkan, maka bersabarlah dengan diri sendiri dan tetaplah berusaha. Salam Damai!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI