Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Neural Networks Bukan Jaringan Saraf Tiruan

28 Februari 2023   01:10 Diperbarui: 2 Maret 2023   14:06 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Artificial Nural  Sumber gambar dari nationalgeographic.grid.id

Artificial Neural Networks (ANNs) atau juga dikenal dengan sebutan Simulated Neural Network (SNNs) adalah sebuah metoda atau algoritma yang dipakai dalam Machine Learning (ML). 

Dalam tulisan saya sebelumnya berjudul, "Machine Learning, Emangnya mesin bisa belajar?" dapat disimpulkan bahwa bukan mesinnya yang secara mandiri (otonom) belajar sendiri. 

Tetapi sudah ada suatu program yang ditanam agar mesin itu dapat "bergerak sendiri" mempelajari data-data yang dibaca, menyimpulkan sesuatu dari data-data tersebut dan kemudian menentukan langkah selanjutnya. Program yang dimaksud bukan sekedar pemrograman biasa (Baca: Pemrograman, Artificial Intelligence, dan IOT).

Dalam hal ANNs, juga sama. Artificial Neural networks bukan berarti jaringan saraf tiruan. Jangan sampai ada yang beranggapan bahwa Artificial Intelligence, yang bisa berbentuk robot, memiliki saraf tiruan yang diimitasi dari saraf manusia sehingga dapat berpikir dan bertindak secara mandiri.

Memang benar ada unsur tiruan disini. Tetapi yang ditiru adalah metodanya, bukan barangnya. 

Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan adalah imitasi dari "kecerdasan" manusia yang diterapkan ke dalam teknologi. 

Cara manusia berpikir dan bertindak, hingga mengambil keputusan, itulah yang diimitasi. Atau setidaknya hal itulah yang menginspirasi terbentuknya sebuah teknologi yang dinamai artificial neural networks. Namanya pun terinspirasi dari jaringan-jaraingan otak manusia.

Berpikir dan bertindak adalah sesuatu yang abstrak. Tidak ada bentuk barangnya yang dapat dilihat. Ada banyak jaringan saraf yang saling terkait dan bekerja sama didalam otak manusia, yang membuat manusia menjadi mahluk yang berakal budi, dapat berpikir dan bertindak, serta mengambil keputusan. Tetapi ternyata sekalipun sama-sama manusia, tingkat kecerdasanya bisa berbeda-beda. Padahal saraf-saraf pembentuknya sama. Bukankah hal ini berarti bahwa kecerdasan manusia adalah sesuatu yang abstrak?

Cara manusia berpikir dan bertindak hingga mengambil keputusan yang dipicu oleh jaringan saraf dalam otak manusia itulah yang dikonversi ke dalam teknologi, membuat teknologi (baca: mesin) tersebut menjadi seolah-olah dapat berpikir seperti manusia.

Kembali ke machine learning, ANNS adalah algoritma yang dipakai dalam deep learning. Sementara deep learning adalah bagian dari machine learning.

Jika machine learning belajar dari data dan membuat keputusan untuk tindakan selanjutnya berdasarkan data yang dipelajari tadi, maka algoritma deep learning memungkinkan untuk mengambil keputusan atas inisiatifnya sendiri, setelah mempelajari data. 

Keputusan yang dimaksud disini bukanlah keputusan seperti di musim hujan kita memutuskan pergi atau tidak ke suatu wilayah yang diketahui sering kebanjiran. Keputusan yang diambil mesin konteksnya lebih sempit. Toh dia tidak bisa memaksa manusia untuk melaksanakan keputusan yang dihasilkan mesin.

Ilustrasi: Neural Networks dalam teknologi kecerdasan buatan | sumber: algorithmxlab.com
Ilustrasi: Neural Networks dalam teknologi kecerdasan buatan | sumber: algorithmxlab.com

Misalkan, sebuah senter yang sudah diprogram dengan teknologi AI, bisa beroperasi dengan "mendengar". Maka jika hanya menggunakan metoda mesin learning biasa, dia akan hanya akan menyala ketika mendengar kata "gelap". Karena dia hanya akan mencari (parsing) dalam databasenya kata yang cocok untuk menyalakan senter. Ketika kata "gelap" berarti harus menyalakan senter, maka dia akan menyala ketika sensor mendengar kata "gelap".

Dengan penerapan deep learning, dia akan bisa mempelajari sendiri ketika mendengar kata, "Saya tidak bisa melihat" atau "Lampunya tidak menyala". Sekalipun dia tidak mendengar kata "gelap" yang berarti nyalakan senter, maka dia akan memutuskan untuk menyalakan senter, karena dia sudah mempelajari (secara algoritma) hubungan kalimat-kalimat tersebut dengan kata "gelap" yang berarti perintah untuk menyalakan senter. 

Kalau begitu mesin itu bisa mikir dong? Bukan mesinnya yang bisa mikir, tetapi algoritma yang ditanam yang membuat sistemnya seolah bisa mikir.  

Kok bisa begitu? Karena dia sudah diprogram untuk "berpikir" seperti otak manusia berpikir. Tetapi sekali lagi, bukan berarti ada sistem saraf tiruan yang ditanam pada mesin itu. Hanya metodanya saja yang ditiru. 

Salah satu contoh penggunaan Artificial Neural Networks (ANNs), adalah teknologi kecerdasan buatan milik openAI yang bernama ChatGPT, yang membuat dia nampak luwes "berbincang" dengan penggunanya.

(VRGultom)

Referensi: 1 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun