Hanya saja, kesalahan tersebut dapat diperbaiki dengan memanfaatkan respon pengguna.Â
Ibarat dalam ujian sekolah. Jika guru menyatakan jawaban atas sebuah pertanyaan adalah salah, maka murid-murid seharusnya mencari tahu jawaban yang benar agar tidak membuat kesalahan yang sama untuk pertanyaan dengan topik sama. Apalagi jika pengguna sekalian memberikan jawaban yang benar.Â
Ibarat dua orang yang sedang berdiskusi. Salah seorang asal bicara, lalu kemudian disanggah oleh lawan bicaranya dengan memberikan fakta-fakta yang meyakinkan. Maka jawaban si lawan bicara tersebut direkam di kepala orang pertama sebagai masukan karena dia mengakui sanggahan lawan bicara adalah benar.Â
Kemudian dia berbicara lagi dengan orang lain mengenai topik yang sama, maka rekaman pembicaraan sebelumnya diulang sehingga dia terdengar seperti seorang ahli karena dapat memberikan fakta-fakta yang sepertinya benar.Â
Dalam hal robot AI, tentu ada tata cara perekaman respon pemirsa sebelum mengakui bahwa masukan dari pemirsa adalah benar, untuk kemudian ditandai sebagai jawaban yang lebih ok untuk selanjutnya.
Kembali ke judul, jika teknologi AI semacam chatGPT dan Bard ini berkembang dan menjadi trend? Akankah era banjir informasi berakhir?Â
Bagaimana pula nasib media-media online yang isinya kurang bermutu? Jika dulu alamat website mereka masih ada kemungkinan dimunculkan oleh mesin pencari, sehingga ada kemungkinan diklik, apakah sekarang mereka harus mengandalkan beriklan di media lain agar terbaca oleh pemirsa? Atau haruskah mereka menjadi salah satu penyumbang konten dalam pengembangan teknologi mesin penjawab AI? (VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H