Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pajak Penghasilan Preman

10 Januari 2023   22:46 Diperbarui: 11 Januari 2023   07:03 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:Republika.co.id

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang. Dikatakan bahwa pembayar pajak tidak mendapat imbalan secara langsung atas kontribusi yang diberikan kepada negara. Namun demikian pajak dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan-pelayanan seperti keamanan, kesehatan, program kesejahteraan sosial, pembangunan fasilitas-fasilitas masyarakat dan jenis -jenis lain pembangunan negara yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Menurut artikel https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/05/27/03000051/penghasilan-yang-termasuk-objek-pajak-penghasilan, salah satu jenis pajak adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak.

Di Indonesia, umumnya pajak penghasilan langsung dibayarkan oleh perusahaan dimana seseorang bekerja, yang artinya penghasilan orang tersebut adalah nett (sudah dipotong pajak). Sementara untuk profesional yang berdiri sendiri seperti dokter, pengacara, termasuk profesional dibidang lain yang berstatus freelancer, maka wajib pajak harus melaporkan sendiri penghasilan yang diterima agar dapat dihitung berapa jumlah pajak yang harus dibayarkan. Itulah makanya penentuan harga dari pekerjaan yang dilakukan harus diperhitungkan pajaknya juga. Untuk freelancer, biasanya nilai yang dibayarkan langsung dipotong pajak dan di akhir tahun pajak, wajib pajak harus melaporkan penghasilanya selama tahun pajak tersebut, sekalipun pajaknya sudah dibayarkan.


Pertanyaannya adalah, apakah profesi preman termasuk wajib pajak?

Karena dari beberapa cerita dan dari pekerjaan yang mereka lakukan, menurut analisa saya penghasilan mereka bisa besar.
Untuk parkiran liar saja, ada penguasanya dan ada "sfaf" yang bekerja dan harus setor kepada penguasa wilayah. Jumlah setorannya pun tidak kecil. Logikanya penghasilan kotor para staf preman penguasa wilayah ini lebih besar daripada yang disetorkan.

Seorang tetangga di wilayah saya, yang merupakan pengumpul barang-barang rongsokan hasil para pemulung, menyewa tempat sebagai tempat operasional usaha. Padahal tempat itu sebenarnya tidak ada pemiliknya alias milik PEMDA setempat. Namun kenyataannya, dari jaman dahulu kala, tempat itu sudah dipakai usaha warung makan. Kemudian berpindah tangan ke orang lain, berganti usaha menjadi bengkel. Setelah itu, tempat tersebut konon kabarnya "dijual" kepada orang yang lain lagi, yang kemudian menyewakan tempat tersebut kepada pemillik usaha pengumpul barang-barang bekas dan rongsok, dari hasil kegiatan para pemulung. 

Nah, suatu hari pemilik usaha ini bercerita bahwa dia diminta untuk membayar biaya sewa sekaligus untuk lima tahun ke depan. Mereka memenuhi permintaan tersebut dan membayar untuk lima tahun ke depan. Sayangnya, beberapa bulan lalu, tempat tersebut diambil alih oleh PEMDA, karena satu dan lain hal. Alhasil, pemilik usaha rongsokan harus pindah tempat atau dengan kata lain diusir. Namun ternyata uang sewa yang sudah dibayar tidak dikembalikan entah apa alasannya. Pemilik usaha, yang menyewa tempat tersebut, pun tidak dapat menuntut karena pada dasarnya tempat tersebut adalah milik pemerintah setempat dan tidak seharusnya diperjual belikan atau disewa-sewakan. Namun kenyataannya hal itu terjadi. Artinya yang menyewakan dan yang memperjual belikan mendapat penghasilan. Apakah hal-hal seperti itu dikenakan pajak penghasilan?

Belum lagi para pedagang tenda yang menyewa tempat dari para preman "penguasa wilyah" sekedar untuk jualan. Padahal space yang disewakan itu lokasinya di pinggir-pinggir jalan, yang jelas-jelas bukan milik preman atau penguasa wilayah tertentu. Suatu hari, saya bertanya kepada preman yang mangkal di suatu tempat,"Kemanakah pedagang tempe mendoan yang biasa mangkal disini?". Jawabannya cukup mengejutkan buat saya. Ternyata kontraknya sudah habis dan pedagang tempe tidak berniat memperpanjang sewa. What? Hebat juga ada masa kontrak. Ada berapa banyak pedagang tenda di pinggir jalan disitu. Semuanya membayar kepada preman penguasa wilayah. Jadi apakah penghasilan preman dari menyewakan space dipinggir jalan ini dihitung sebagai penghasilan kena pajak?

Contoh lain: sekarang ini ada banyak jalanan yang menjadi "parkiran" bersama, yang menyebabkan jalanan menjadi sempit. Aturan preman mengatakan bahwa jalanan tersebut hanya untuk satu arah, karena sebagian space nya sudah disewakan untuk parkiran bersama. Setengah dari jalanan dipenuhi mobil-mobil yang parkir, sementara setengah lagi untuk lalu lintas kendaraan. Saya kira ini pun bukan pemasukan yang sedikit.

Namun mengapa preman tidak menjadi objek pajak? Padahal penghasilan mereka, jika dikira-kira, bukanlah jumlah yang sedikit. Saya rasa penghasilan mereka berada diatas batas penghasilan kena pajak.

Apa mungkin mereka tidak menjadi objek wajib pajak karena profesi mereka profesi "gelap" alias tidak terdaftar sebagai sebuah profesi, atau secara lebih tegasnya profesi ilegal?

Jika profesi sebagai preman dianggap ilegal sehingga mereka tidak menjadi wajib pajak, mengapa mereka malah semakin merajalela? Bukankah sesuatu yang ilegal seharusnya diberantas?

Jika dianggap legal tetapi tidak menjadi wajib pajak penghasilan, jangan-jangan akan ada banyak anak muda generasi sekarang dan masa depan akan beralih posisi menjadi seorang preman. Preman masa kini yang mungkin akan mendigitalisasikan bentuk usahanya. 

Semoga menjadi perhatian pemerintah!  (VRGultom)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun