Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terjebak di Tengah Lautan Manusia

1 November 2022   22:39 Diperbarui: 1 November 2022   22:59 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kerumunan Masa | Sumber: SmartShanghai.com

Segala sesuatu butuh pengaturan, atau dalam bahasa kerennya, "managemen". Bahkan hal kecil pun butuh managemen. Misal managemen waktu, managemen keuangan, managemen penjualan, dst. Bahkan masalah makan pun harus diatur. Jika tidak diatur bisa terjadi kekurangan/kelebihan gizi, obesitas, dan penyakit lainnya.

Bagaimana dengan managemen kerumunan? Hal yang sering terabaikan. Setidaknya dalam beberapa bulan terakhir ini ada beberapa kejadian terkait gagalnya managemen kerumunan. Atau mungkin tidak gagal karena memang terlupakan.

Dalam setiap kegiatan, yang bukan dadakan, pasti ada panitia. Entah itu panitia yang dibentuk secara resmi, entah hanya orang-orang yang ditunjuk secara tiba-tiba untuk melakukan tugas tertentu, dan tentunya bertanggung jawab atas tugas itu. 

Orang-orang yang sudah berpengalaman dalam mengorganisir suatu kegiatan, yang biasanya disebut event organizer, biasanya selalu mengevaluasi setiap pekerjaan mereka setelah selesai. Apa yang kurang dan harus diperbaiki, apa yang sudah baik dan perlu dipertahankan, dst. 

Semoga dengan semua kejadian yang berakibat fatal, hingga mengambil korban jiwa akibat kerumunan di sebuah acara dapat menjadi pelajaran berharga buat mereka semua dan juga buat para hadirin yang hadir, agar dapat mengikuti arahan panitia dengan dengan segala kerendahan hati.

Bertahun lalu, saat ada penyelenggaraan FFI (Festival Film Indonesia) di kota saya, saya juga hampir terinjak-injak di tengah lautan manusia yang sebenarnya hanya memenuhi jalanan di luar tempat acara karena memang tidak diperbolehkan masuk. Tempatnya kebetulan sangat dekat dengan tempat tinggal saya. 

Ada banyak sekali orang yang datang dari berbagai penjuru kota. Bahkan keramaian sampai ke jalan di area rumah kami. Karena merasa "daerah kekuasaan", saya yang waktu itu masih di SMP nekat pergi sendiri hanya ingin sekedar "melihat" situasi. Namun ternyata ribuan orang yang bergerak tidak jelas, membuat saya terjatuh dan nyaris terinjak-injak. Untung saya bisa berdiri lagi dan bisa pulang ke rumah. Belum sempat terinjak-injak. Hanya saja jika orang-orang di dekat saya tidak mendengar teriakan saya, entah apa yang terjadi.

Kejadian seperti itu pernah terulang lagi kepada keluarga adik saya, di malam Tahun Baru. Area tempat tinggal kami memang tergolong pusat keramaian kota. Adik saya yang ketika itu sedang bertamu dalam rangka acara tahun baru keluarga, hendak pulang ke rumahnya di wilayah lain menggunakan sepeda motor, tetapi terjebak dalam lautan manusia. Parahnya lagi mereka membawa bayi. Namun untunglah setelah beberapa jam akhirnya mereka bisa meloloskan diri dan membatalkan niat pulang ke rumah mereka, karena kondisi jalanan yang tidak mungkin dilalui.  

Kerumunan orang seperti itu memang sulit dikendalikan. Untunglah beberapa tahun terakhir ini, saya tidak lagi mendengar atau melihat ada perayaan tutup tahun, yang biasanya diramaikan dengan panggung gembira di minggu terakhir bulan Desember. Yang ada hanya pawai kendaraan yang tidak terlalu ramai di malam tahun baru, biasanya lewat didepan rumah kurang lebih jam 00.00 WIB dibarengi dengan kembang api. Saya rasa dalam hal ini pemkot sudah mengambil keputusan yang benar. Keramaian yang tidak terkendali dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Lain hal jika mereka dapat mengendalikannya dengan menutup jalan di titik-titik tertentu dan menghalau kerumunan orang kecuali di tempat kegiatan berlangsung. Dalam hal ini tentu saja perlu kerjasama dari semua pihak. Jangan sampai sudah dilarang, tetapi masih nekat menerobos.

Dalam hal aktivitas-aktivitas gratisan yang mengundang keramaian, jika dilakukan di tempat terbuka seperti jalan umum, sebaiknya jangan dipusatkan di satu tempat saja agar orang tidak tumpah ruah di satu titik. Kalaupun terpaksa harus diadakan di satu tempat,  sebaiknya disediakan layar besar di beberapa titik, dimana penonton dapat menonton dan mengikuti acara melalui layar tersebut. Istilahnya dibuat kelompok-kelompok kecil dimana mereka tetap dapat mengikuti acara bersama-sama walaupun jauh dari panggung utama.

Perlu juga dibedakan antara jalur masuk ke area acara dengan jalur ke luar dimana orang tidak dibiarkan berkerumun di jalur-jalur tersebut. Petugas juga harus sigap, jika sudah terlalu banyak orang yang datang sebaiknya jalur masuk segera ditutup dan masa yang berkerumun dihimbau untuk tidak memaksakan diri.

Untuk kita sendiri, jika sudah melihat lautan manusia, lebih baik menghindar. Toh tidak ada gunanya juga berdesak-desakan. Tidak dapat bergerak maju, mundur, ke kiri atau ke kanan, apalagi ke atas.  Boro-boro berpesta merayakan sesuatu beramai-ramai, yang ada hanya berdesak-desakan saja. Minimal kaki terinjak-injak atau malah kecopetan.  

Terkadang memang lebih baik di rumah menonton di depan TV. Bisa nonton sambil tiduran, bisa buat kopi sendiri, beli cemilan teman menonton pun harganya pasti lebih murah ha..ha..ha.. kalau merasa kurang seru, bisa undang tetangga untuk nobar, asal jumlah orang tetap dalam batas wajar. Jika masih kurang seru, nyalakan saja rekaman orang berteriak-teriak, misal rekaman suara dari stadion bola, yang berteriak,"Goooooooooooooollllllll".

Harus diakui, manajemen kerumunan memang tidak mudah, terutama jika kerumunan terjadi di tempat umum seperti tragedi Itaewon. Apalagi jika orang-orang sudah panik. Biasanya panik itu menular. Situasi bisa tambah kacau jika semua orang panik. 

Ada baiknya dalam setiap acara, panitia memberitahukan kepada para hadirin, dan mengingatkan kembali setiap beberapa jam, mengenai letak pintu darurat atau jalur evakuasi, apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat, himbauan agar tidak panik jika terjadi kondisi darurat. 

Dalam kondisi darurat, pintu-pintu darurat,jalur evakuasi  dan jalur keluar mungkin bisa dibuat menyala, seperi di pesawat, agar hadirin dapat langsung mengerti bahwa itu adalah jalur keluar. Bisa juga dibuat tanda-tanda lain yang lebih cocok agar hadirin dapat langsung mengerti tanpa berpikir terlalu lama, bahwa mereka harus mengikuti arah jalur tersebut.

Petugas pun diharapkan siap dengan tugasnya jika terjadi kondisi darurat. Sebaiknya petugas-petugas yang stand by di tengah-tengah para hadirin, dipilih petugas-petugas yang cakap dan tidak mudah panik juga. Saya pernah berada di pesawat yang entah mengapa, terbangnya menjadi nyaris terbalik sehingga semua penumpang menjerit, barang-barang berjatuhan, dan pramugari yang sedang mengedarkan makanan pun sampai terjatuh. Namun demikian wajah dan sikap para pramugari itu nampak tetap tenang. Bayangkan jika pramugari pun ikut panik, mungkin penumpang akan bertambah panik dan dapat menimbulkan keadaan yang buruk.

Namun demikian jika sudah terlanjur berada dalam situasi nyaris terinjak-injak seperti kasus saya, sebaiknya jangan diam saja. Lebih baik bersuara agar orang di sekitar sadar dan berusaha menolong. Sebelum situasi memburuk, sebaiknya segera cari jalan keluar dan segera mencari tempat yang lebih lapang. (VRGultom)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun