RegSosek atau Registrasi Sosial Ekonomi tahap awal dilakukan sejak 15 Oktober sampai 14 November dimana para petugas akan bekerja sama dengan instrumen pemerintah setempat seperti RT/RW, dan kemudian datang langsung kepada warga untuk melakukan wawancara. Ternyata pendataan ini tidak dapat dilakukan secara online langsung oleh warga.
Upaya pemerintah dalam membangun Satu Data Indonesia patut diapresiasi dan didukung. Karena bagaimana pun segala sesuatunya akan lebih mudah dilakukan jika data dan informasi terkait tersedia dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Seperti kata Pak Menteri Johny G Plate, saat ini Indonesia termasuk dalam kelompok dimana E-Government Development Index (EGDI) yang cukup tinggi. Hal ini sebagai hasil dari digitalisasi hampir di segala bidang pemerintahan. Namun sayangnya databasenya masih terpisah sendiri-sendiri dan belum saling terintegrasi.
Apa maksudnya terintegrasi?
Terintegasi artinya saling terhubung dan berkomunikasi. Data dari dept A dapat dipakai oleh dept B tanpa harus melalui proses yang ribet, karena masing-masing sudah saling terhubung. Ibarat pekerjaan gali menggali oleh PLN, PAM, dan lainnya. PLN bulan ini menggali untuk menanam kabel, kemudian ditutup lagi dengan rapih. Tetapi kemudian digali lagi oleh PAM untuk penyambungan pipa, padahal baru dirapihkan oleh PLN. Bulan depannya, setelah dirapihkan oleh PAM, digali lagi oleh Telkom untuk menanam kabel telepon he...he..he.. itu semua karena tidak saling berkoordinasi atau tidak saling terintegrasi. Masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Saling terhubung saja tidak cukup, tetapi harus saling berkomunikasi.
Bagaimana data dan aplikasi dapat terhubung dan saling berkomunikasi? Melalui aplikasi yang dibuat sedemikian rupa, membaca data yang diperlukan, mengirimkannya ke aplikasi lain yang membutuhkan, diolah lagi untuk menghasilkan output/keluaran yang diinginkan. Semua itu idealnya harus dirancang dari sejak awal, tidak dapat diubah-ubah seenaknya ditengah jalan.
Sebenarnya hal ini bukan hal baru, karena dari sejak  belasan tahun lalu, seingat saya ada program database terpusat, yang kalau tidak salah outputnya adalah e-KTP. Namun kenyataannya e-KTP pun masih bisa dobel. Satu orang masih ada yang memiliki lebih dari satu KTP. Padahal logikanya kalau databasenya sudah terpusat satu orang hanya dapat memiliki satu KTP saja. Kecuali dia memalsukan data-data. Mungkin seharusnya data seseorang dikenali dari sidik jari, karena konon katanya sidik jari setiap orang tidak ada yang sama.Â
Jika hanya berdasarkan nama, tanggal lahir, golongan darah, nama orang tua, masih mungkin ada lebih dari satu orang memiliki data yang sama. Jika berdasarkan nomor dokumen seperti akta kelahiran, masih mungkin akta kelahirannya dipalsukan. Kecuali data kependudukan setiap daerah dan pusat sudah saling terintegrasi. Jika nomor dokumen akta kelahiran dipalsukan, maka ada tiga kemungkinan, yaitu data tidak akan ditemukan, dan orang bersangkutan tidak diberikan KTP. Kemungkinan kedua, nama berbeda dengan nama sebenarnya.Â
Jadi tetap ketahuan apakah palsu atau tidak. Kemungkinan ketiga, nomor dan nama serta identitas lain ditemukan tetapi terdata sudah memiliki KTP. Jadi kemungkinan ada orang yang menggunakan data yang bulan miliknya. Jika salah satu dari ketiga hal itu terdeteksi maka keputusannya KTP tidak dapat diterbitkan. Namun, mungkin saat itu program database terpusat baru untuk data KTP saja, dan belum terintegrasi dengan data kependudukan serta data lainnya yang terkait, sehingga tidak dapat saling memvalidasi.
Andai program Satu Data Indonesia ini tercapai dengan baik, mestinya program-program pemerintah dapat dijalankan dengan lebih mudah. Penyaluran anggaran, bantuan sosial, dll untuk setiap program pun dapat lebih terkontrol. Ada banyak hal yang dapat dibuat lebih efisien dan efektif.
Namun, mungkin teori dan harapan bisa berbeda dari kenyataan. Membuat sistem yang saling terpadu satu-sama lain tidaklah mudah dan butuh waktu yang tidak pendek. Tetapi setidaknya sudah ada usaha untuk membuat pusat data yang dapat dipakai untuk meningkatkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyatnya.Â
Semoga kasus seperti korupsi e-KTP bisa dicegah. Semoga data-data yang terkumpul cukup valid dan dapat diinput dengan benar, mengingat proses awalnya adalah wawancara manual yang artinya data harus diinput oleh petugas kedalam sistem. Â
Dan kalaupun ada manipulasi data dari perangkat pemerintah seperti pejabat RT/RW, mudah-mudahan tidak terlalu banyak. Karena hal itu akan berimbas pada data keseluruhan. Â Jika data detail tidak benar, maka data konsolidasi pun tidak akan benar.Â
Jika data yang dimanipulasi hanya dibawah 1% dari keseluruhan data se-Indonesia mungkin masih bisa digolongkan datanya valid. Namun bagaimana jika data yang tidak valid itu 1% dari setiap kelurahan? Berarti data mulai di level kecamatan bisa dibilang tidak mewakili data real keseluruhan.
Semoga semua pihak, termasuk kita sendiri, Â dapat mendukung upaya membangun Satu Data Indonesia ini dengan memberikan informasi yang benar.Â
Mengutip semangat sumpah pemuda, dan seperti ditulis oleh kompasioner Mochamad Syafei, satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa, mengapa belum satu data? Semoga bisa terwujud!
(VRGultom)
*) Mengutip sebagian atau seluruh isi artikel dan menerbitkannya selain di Kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H