Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Jangan Setia pada Boss atau Perusahaan, Tetapi Setialah pada Pekerjaanmu

24 September 2022   17:13 Diperbarui: 27 September 2022   01:00 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencintai dan setia pada pekerjaan merupakan salah satu cara untuk bisa terhindar dari quiet quitting. Sumber: Kompas.com

Semua orang berhak menentukan dimana dia mau bekerja dan untuk siapa dia bekerja. Namun demikian terkadang harapan tidak sesuai kenyataan.

Ketika mimpi di perusahaan impian menjadi kenyataan, apalagi kalau perusahaan itu adalah perusahaan yang dimata kebanyakan pekerja adalah perusahaan ideal tempat berkarya, yang konon katanya memberikan imbalan dan benefit yang sesuai. Harus diingat bahwa "sesuai" artinya seimbang antara kontribusi dan imbalan. 

Imbalan itu dapat berupa gaji yang sesuai, benefit karyawan yang juga sesuai, dan budaya kerja yang membuat nyaman. Berarti, karyawan pun harus berusaha keras agar kinerjanya memberikan kontribusi bagi kemajuan perusahaan.

Terkadang, apa yang konon katanya itu memang sesuai, namun tidak semua karyawan dapat menyesuaikan diri, atau apa yang tadinya baik-baik saja dapat berubah karena satu dan lain hal. Dalam relasi antara atasan dan bawahan, antar sesama karyawan, bukan tidak mugkin terjadi gesekan-gesekan yang kadang membuat suasana kerja menjadi kurang nyaman. 

Hal biasa, namanya juga orang yang saling berhubungan, apalagi setiap hari. Tidak mungkin toh kita bermasalah dengan orang atau kelompok yang sama sekali tidak pernah berelasi dengan kita. Dan bahkan ditengah-tengah kelompok orang-orang yang "berkualitas" pun terkadang ada orang "error" terselip. Orang itu bisa saja atasan langsung atau orang lain yang tidak secara langsung berhubungan namun cukup berpengaruh.

Bagaimana jika suatu saat kita sendiri yang menjadi "korban" orang error itu? Misal karena kesalahan kecil, maka dimata dia selamanya kita adalah orang yang salah, sehingga selalu dijadikan orang terakhir yang dipertimbangkan, atau bahkan sama sekali tidak digubris. 

Perusahaan malah mencari orang baru yang seolah menggantikan posisi kita, tetapi kita sendiri tidak dipecat. He..he..he.. suasana ini pasti membuat hidup jadi tidak nyaman. Malah ada atasan yang sengaja mendiamkan anak buahnya dan tiba-tiba ada orang yang ditugaskan untuk mengambil alih pekerjaan kita tanpa ada omongan. Sementara akses kemana-mana terkait pekerjaan semakin hari semakin dibatasi. Maksudnya si boss opo toh?

Kalau seperti itu, wajarlah kalau anak buah juga mulai pasang kuda-kuda. Jangan sampai dia masih dipertahankan karena diam-diam memang mau dipecat namun perusahaan memastikan dulu bahwa semua pekerjaan sudah di-hand over, sehingga pada saat yang dianggap aman untuk melepas sang karyawan yang sudah tidak disukai ini, tidak akan ada masalah-masalah besar yang timbul.

Jika kondisi seperti diatas terjadi, alih-alih saling mendiamkan dan pasrah apa yang akan terjadi terjadilah, sebaiknya ada inisiatif dari masing-masing pihak untuk memulai "diskusi" tentang apa yang dirasakan. Saya kira karyawan atau anak buah pun boleh berinisiatif duluan. 

Prinsipnya, kedua belah pihak sama-sama butuh, namun jika Anda sudah tidak membutuhkan saya, maka saya pun tidak lagi membutuhkan Anda. Jika Anda masih membutuhkan saya, maka saya pun masih membutuhkan Anda. 

Jika pihak yang memulai "perang dingin" tetap tidak mau berterus terang walaupun sudah ada bukti-bukti yang membuat pihak lain menjadi tidak seleluasa sebelumnya dalam melakukan pekerjaan, ya hargai saja. Tidak mungkin juga dipaksa bukan? Dan sebaiknya tetap bekerja sebaik mungkin, tunjukan kinerja lebih, walau susah. 

Andai kita berontak dengan cara bekerja seadanya pun, bukankah itu hanya akan membuat orang lain yang tidak tahu menahu persoalannya menjadi ikut-ikutan memberikan penilaian buruk pada kita.

Untuk apa tetap bertahan di lingkungan yang toksik, sementara kita sadar bahwa kita punya kualitas, hanya saja saat itu mungkin alamnya sedang tidak cocok dengan kita. Ibarat ikan di sungai, mungkin air sungainya sedang surut karena satu dan lain hal, daripada mati sebelum waktunya, lebih baik berusaha mencapai sungai yang lain, atau ke tempat yang lebih luas, yaitu lautan. 

Daripada sakit jiwa raga bertahan di lingkungan yang toksik, lebih baik mengalah dan undur diri dengan cara elegan. Sejelek-jeleknya, kalau kita masih sehat ada banyak hal yang dapat dikerjakan. Tetapi kalau sakit, memangnya berapa lama perusahaan mau mempertahankan Anda?

sumber: kompas.com
sumber: kompas.com

Berusahalah untuk quit dengan meninggalkan kesan terbaik yang bisa kita tinggalkan atau setidaknya jangan meninggalkan jejak buruk. Ingatlah bahwa untuk orang-orang berkualitas, Anda tidak bekerja untuk boss atau untuk perusahaan, Anda bekerja hari ini sebagai persiapan pekerjaan yang lebih baik, tentunya dengan penghasilan yang lebih baik di hari depan. Berusahalah tetap fokus pada pekerjaan hingga kualitas Anda menjadi tidak terbantahkan. 

Pada akhirnya semua orang akan sadar, dimana pun akan ada orang error, terlepas dari managemen perusahaan yang baik atau tidak. Hak kita untuk memilih apakah akan bertahan di suatu tempat atau memilih pindah ke tempat kerja yang lain. Yang jelas tugas kita adalah setia pada pekerjaan kita, bukan setia pada boss atau perusahaan. Lha kalau perusahaan bangkrut juga, kita diberhentikan koq. 

Ada juga lho perusahaan yang memberlakukan sudden firing. Tanpa ba bi bu, karyawan dipanggil dan dipecat saat itu juga. Padahal kemarin masih ha..ha.. hi..hi.. dengan si boss. Tidak sesuai aturan? Mungkin. Tetapi ternyata ada juga. Namun biasanya perusahaan akan memberikan kompensasi yang sesuai, atau ketidak hadiran kita dianggap cuti, sehingga gaji tetap dibayar. 

Biasanya hal ini diberlakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dan biasanya berlaku pada pekerja level tertentu. Misal pekerja-pekerja yang memegang kendali keuangan perusahaan. Atau perusahaan-perusahaan yang sejak awal memang menginformasikan menerapkan kebijakan seperti itu terhadap semua karyawannya.

Bagaimana jika karyawan yang memang diam-diam mengundurkan diri dari dunia persilatan tetapi tidak resign. Mundur dengan cara kerja seadanya, tidak terlalu exciting dengan tugas-tugas yang diberikan, hanya sekedar kerja, terima gaji, habis perkara (quiet quitting)? Sama saja. Semua orang berhak memilih tempat kerjanya. 

Tetapi jangan lupa, perusahaan juga berhak memilih pekerja yang sesuai dengan budaya perusahaan. Bisa jadi Anda mungkin kesal dengan sesuatu di tempat kerja sehingga menurunkan semangat kerja, sedang ditawar oleh perusahaan lain, atau mungkin memang sedang jenuh berkepanjangan, sebaiknya putuskan apakah Anda akan bertahan di tempat lama atau pindah. 

Jika pilihannya bertahan, segera perbaiki mood Anda dan berusaha untuk kembali bersemangat. Jika pilihannya pindah, sebelum reputasi rusak karena sikap Anda sendiri, sebaiknya segera mengajukan pengunduran diri. Dan alangkah baiknya jika karyawan juga meninggalkan kesan tak terlupakan yang baik untuk diingat oleh semua orang di sekitarnya. 

Setia pada pekerjaan, artinya apapun situasinya, tugas kita adalah tetap menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya, membangun relasi yang baik dengan siapapun, sebisa mungkin. Tidak setia pada boss atau perusahaan bukan berarti bisa seenaknya. Tetap saja kita harus beretika sesuai budaya yang berlaku. 

Kita tidak dapat memaksa perusahaan atau seseorang untuk mempekerjaan kita kalau mereka sudah tidak memerlukan kita, namun karena kita setia pada pekerjaan kita, ini adalah modal kita untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih baik. Seorang ahli akan tetap bersinar dan dicari sekalipun disikut dari berbagai penjuru. (VRGultom - https://kompasiana.com/vrgultom)

*) Mengutip sebagian atau seluruh artikel dan mempublikasikannya pada media lain selain kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun