Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Antara Data Pribadi atau Data Negara yang Bocor?

11 September 2022   14:42 Diperbarui: 13 September 2022   12:15 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anggota Breached Forums dengan username Bjorka yang menjual data kependudukan 105 juta warga Indonesia. Data kependudukan ini diklaim berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Foto: KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto) 

Ramai masalah peretasan data oleh hacker dan kemudian datanya dijual. Data-data yang diklaim diretas diantaranya data pelanggan Indihome, data pelanggan seluler Indonesia, data dokumen-dokumen presiden Jokowi, data PLN, dan mungkin masih ada yang lain lagi. Jumlahnya pun diklaim cukup besar, jutaan sampai miliaran data

Lantas mengapa dikaitkan dengan Undang-Undang Data Pribadi? Bukankah itu semua adalah data negara?

Kalau cuma untuk melindungi data pribadi orang-per orang dari kemungkinan data-data finansial, kesehatan, kependudukan, atau data-data pribadi lainnya yang sensitif, dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan oleh hukum, benar itu adalah data pribadi. 

Tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan oleh hukum misalnya, bocornya data pribadi pelanggan Indihome menjadikan pelanggan sebagai sasaran penipuan atau penawaran pinjol illegal, atau penawaran investasi bodong. Hal ini memang kaitannya dengan keamanan data pribadi orang per orang.

Namun, jika data-data pribadi hampir seluruh masyarakat Indonesia, beredar dimana-mana termasuk di luar Indonesia dalam jumlah jutaan atau bahkan miliaran, rasanya itu sudah bukan data pribadi lagi, tetapi data negara.

Mengapa data negara?

Karena data-data yang jumlahnya sangat banyak tersebut, apalagi sumber datanya dari berbagai lembaga pemerintahan yang saling terkait, dapat dipakai untuk "mempelajari" Indonesia, bukan sekadar mentargetkan orang perorang lagi.

Registrasi SIM Card menggunakan NIK, artinya NIK tersimpan dalam database, data kependudukan sudah pasti ada NIK, data Indihome juga. Data KPU? Data pemilih pasti ada NIK bukan?

Bukankah dengan key data yang sama itu, semua data bisa digabungkan untuk membentuk suatu informasi tertentu?

Contoh:

NIK 12345678901234 di KPU, link ke NIK data kependudukan, dan link juga ke data SIM Card. Sudah bisa ketahuan, mayoritas penduduk Indonesia menggunakan SIM Card dari provider mana? Bukankah informasi ini bisa dijual kepada pihak-pihak yang mungkin memerlukan informasi mengenai provider telko terkuat di Indonesia?

Dan apakah semua NIK pada database kependudukan terdaftar pada KPU? Jika tidak, berarti bisa dihitung berapa % penduduk yang golput, berapa % yang tidak. Berapa banyak jenis kelamin laki-laki yang golput, dan berapa yang perempunan. Rata-rata usia yang memilih golput, dst.

Itu adalah contoh bagaimana data-data yang jumlahnya banyak diolah menjadi informasi. Bukan lagi informasi orang per orang, tetapi menyangkut hal yang lebih besar. 

Informasi dapat menjadi dasar merencanakan suatu tindakan atau strategi. Seperti dalam peperangan dua pihak. Masing-masing pihak akan mencari tahu informasi kekuatan lawan untuk menyusun strategi yang terbaik. 

Contoh lain: Dengan diketahuinya provider telko yang paling diminati orang Indonesia, perusahaan pesaing dari luar yang ingin masuk ke Indonesia, dapat lebih fokus mempelajari perusahaan itu tanpa perlu buang-buang waktu dengan perusahaan telko lainnya. 

Jadi, informasi itu dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menyusun strategi. Itulah sebabnya mengapa data menjadi sesuatu yang sangat berharga.

Semakin banyak data, akan semakin akurat informasi yang dihasilkan dari data-data tersebut.

Data 100 orang penduduk Indonesia dibandingkan dengan data 1 Milyar penduduk Indonesia, tentu data yang 1 Milyar yang lebih mewakili Indonesia. 

Jumlah penduduk Indonesia tahun 2022 menurut bps.go.id: 2757738000 (hampir 3 Milyar) jiwa. Jelas yang 1 Milyar data lebih mendekati angka jumlah penduduk keseluruhan. 

Data 100 orang penduduk masih bisa dikaitkan dengan data pribadi, tetapi kalau sudah milyaran data, saya rasa itu bukan masalah data pribadi lagi.

Semoga para pejabat dapat menemukan lebih cepat penyebab data negara bisa sampai berada di tempat yang tidak semestinya sehingga dapat menutup bagian-bagian yang bolong dalam hal pengamanan data ini. 

Daripada saling membela diri lebih baik cek keamanan data masing-masing. 

(VRGultom - https://kompasiana.com/vrgultom)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun