Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Mengenal Metaverse dan Bagaimana Pengaruhnya dalam Kehidupan di Masa Depan

22 April 2022   18:09 Diperbarui: 25 April 2022   20:50 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: theconversation.com

Metaverse, mahluk apakah itu?

Sejujurnya saya juga belum tahu pasti apa dan seperti apakah metaverse itu, karena belum pernah mencoba dan mengalami.

Menurut yang saya dengar dari beberapa pembahasan webinar tentang metaverse dan artikel yang saya baca, metaverse adalah sebuah konsep 3D, online dan berkelanjutan yang menggabungkan beberapa virtual space yang berbeda. Sehingga saya lebih membayangkan sebuah platform bernama metaverse yang diisi dengan berbagai macam aplikasi 3D.

Dan apakah itu virtual space?

Virtual space atau virtual world itu kira-kira semacam simulasi dunia nyata dalam komputer yang dipakai oleh para pengguna di mana mereka masing-masing terlihat sebagai tampilan avatar, dan pada suatu saat masing-masing pengguna dapat mengeksplorasi, beraktivitas, dan saling berkomunikasi.

Sama seperti konsep yang sudah ada sekarang, namun terlihat dalam bentuk lebih nyata, yaitu tiga dimensi. Kalau sekarang orang berbelanja online, masih berdasarkan "action" yang terdeteksi dari tombol "beli", "submit', "masukan keranjang", dan sebagiannya yang ditekan oleh pengguna, maka dalam platform metaverse nanti, sepertinya akan terlihat benar-benar seperti belanja ke supermarket, di mana setiap orang diwakili oleh tampilan avatar.

Katanya avatar itu semacam gambaran berbentuk manusia yang digambarkan dalam game-game masa kini, di mana penampakannya seperti wajah pengguna aslinya. 

Sekarang malah sudah ada aplikasinya untuk membuat tampilan avatar dari foto. Apakah nanti di dunia metaverse, tampilan avatar dapat menggunakan foto/wajah orang lain? Entahlah.

Konsep metaverse sendiri dibangun dari novel science-fiction Snow Crash yang ditulis oleh Neal Stephenson, dan pendekatannya dapat dilihat pada beberapa game zaman now.

Namun, berhubung saya bukan pemain game, saya lebih membayangkan konsep virtual space 3D yang pernah saya coba beberapa tahun lalu, yaitu online job fair yang diselenggarakan oleh salah satu situs job hunter, dan baru-baru ini pun saya lihat dalam beberapa pameran online. 

Dalam job fair itu, peserta mulai dari pendaftaran diterima oleh resepsionis, baru kemudian dapat memasuki stan-stan perusahaan yang ikut dalam job fair tersebut.

Submit CV jika tertarik dengan sebuah lowongan pekerjaan, dan kemudian menunggu giliran interview. Semuanya disajikan dalam virtual space 3D, namun tanpa avatar dan perangkat keras Oculus VR headset.

Metaverse memungkinkan seseorang untuk bekerja, bertemu, bermain game, bahkan berkomunikasi dengan orang lain, seperti didunia nyata. 

Kalau dulu dan sekarang (masih), ada online meeting yang terhubung oleh kamera dan telepon melalui aplikasi online meeting, mungkin kalau dalam metaverse nanti, ada ruangan (virtual) yang seolah-olah dipakai bersama, padahal secara fisik, orang-orangnya ada di tempat yang berbeda-beda. 

Masing-masing duduk dan saling berkomunikasi, berdiskusi, dan menggunakan white board untuk menjelaskan sesuatu. He...he..he..entahlah. 

Jangan-jangan, aslinya di dunia nyata, orang-orang tersebut ketika bergerak dan berpindah ke mana-mana tetap menggunakan Oculus VR headset, salah satu perangkat keras yang diperlukan dalam metaverse, agar tetap dapat beraktivitas dan berkomunikasi di dalam dunia virtualnya bersama orang lain yang secara fisik ada di tempat lain.

Lantas bagaimana kira-kira jika nanti ada perkuliahan di metaverse? 

Kalau saya sih, why not. Kalau zamannya memang begitu, mau tidak mau harus diikuti. Mudah-mudahan tidak perlu diawali demo para staf pengajar, staf admin, dan staf lainnya dari universitas-universitas yang ada di Indonesia yang merasa pekerjaannya "diambil alih" oleh para dosen di metaverse. 

Semoga mereka semua dapat menyesuaikan diri setelah sebelumnya tentu perlu diberi pelatihan-pelatihan tentang tata cara perkuliahan di metaverse. 

sumber: theconversation.com
sumber: theconversation.com

Mungkin para mahasiswa nantinya bisa bergabung dengan ruang kelas di universitas lain yang bisa ada di mana saja. Bukankah itu adalah sesuatu yang baik? 

Mengikuti kuliah internasional di negara lain sekalipun secara fisik tetap berada di tanah air. Selain biayanya lebih murah, scope-nya pun internasional. Dan berbagai praktikum di laboratorium untuk membuktikan sebuah teori, tentunya dapat dilakukan dengan simulasi 3Dimensi. Meskipun gregetnya pasti tidak seperti kalau diusahakan bersama teman-teman didunia nyata.

Dan bagaimana itu bisa terjadi?

Apakah semua orang dapat mengikuti kuliah metaverse ini tanpa mendaftar terlebih dulu dan bisa asal masuk saja? 

Sangat mungkin tidak begitu. Karena kalau bisa seperti itu, apa gak rugi universitas penyelenggaranya karena mahasiswa dari seluruh dunia bisa ikut perkuliahan tanpa bayar dan tanpa seleksi. Apa gak kacau kalau yang seharusnya belum mengikuti kelas level tertentu tetapi sudah ikut kelas itu, malah  kemudian mengacaukan kelas. 

Saya kira, seharusnya ada semacam "pintu" keluar masuk yang aksesnya hanya diberikan kepada pengguna terdaftar. Dalam istilah sekarang "login".

Dan bagaimana pula kesiapan mahasiswa Indonesia jika perkuliahan metaverse memungkinkan mereka untuk ikut belajar dalam kelas-kelas internasional? Mudah-mudahan tidak akan menjadi masalah bagi para mahasiswa zaman now yang lebih fasih berbahasa internasional dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan budaya netral berkelas internasional namun tetap berdiri tegak dengan identitas aslinya.  

Seperti umumnya teknologi baru, kebanyakan orang berasa menjadi orang paling keren sedunia ketika pertama kali menggunakan sesuatu yang di mana orang di sekitarnya belum atau masih segelintir yang menggunakannya. 

Sementara ketika hal itu sudah menjadi biasa karena mayoritas orang sudah menggunakannya, maka yang belum bisa, biasanya merasa minder dan berdalih, "Saya sudah tua, gak ngerti yang gitu-gituan!" atau "Maklum, saya gaptek", padahal itu cuma masalah mau mencoba atau tidak. Kalau sudah tahu gaptek, janganlah berlindung di balik kegaptekannya, tetapi berusahalah supaya beralih dari gaptek ke "Oh cuma gitu toh!"

Apakah kalau kuliah di metaverse bisa bolos kuliah tetapi titip absen? Bagaimana caranya kalau keluar kelas sebentar di tengah-tengah perkuliahan? Misalnya kebelet perlu ke toilet? Apakah harus logout dulu, padahal masih berada di lingkungan universitas itu?

Mungkin cara buka "pintu-nya" dengan cara tap/mengetukan "kartu" pembuka pintu, seperti kartu akses lift di perkantoran atau apartement. Sementara di belakang layar (back end), sistem akan menandai kalau orang dengan ID Card tersebut sedang berada di luar kelas. 

Mudah-mudahan hal-hal kecil seperti itu sudah diantisipasi di dunia metaverse nanti. Karena kalau tidak, mahasiswa bisa jalan-jalan virtual ke tempat lain selama perkuliahan berlangsung. 

Bagaimana nanti jika ada mahasiswa yang beralasan keluar kelas untuk demo dengan dalih membela kebenaran dan kepentingan masyarakat, padahal alasan demonya cuma comot referensi dari sana sini yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena kuliahnya di metaverse tapi belajarnya cuma ala-ala mahasiswa metaverse. Sementara kenyataannya mereka lebih banyak berselancar di virtual space yang lain, ibarat status mahasiswa tetapi kegiatan lebih banyak nongkrong gak jelas di berbagai tempat.

Bagaimana pula jika seseorang login menggunakan akun orang lain? Apakah akan terdeteksi? Kalau tidak, berarti ujian bisa pakai joki dong. Semoga juga hal-hal seperti ini sudah diantisipasi.

Selanjutnya, apa mungkin demo mahasiswa lewat metaverse juga, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan? Misal yang boleh login ke ruang demo hanya yang benar-benar terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah universitas. Selain itu tidak diberi akses masuk ke ruang virtual.

Apapun itu metaverse, semoga tidak perlu diawali dengan demo. Lebih baik kenali dulu dengan baik, baru putuskan mau hidup berdampingan atau tidak. 

Jika tidak sanggup hidup berdampingan, cobalah pikirkan suatu tempat di mana metaverse tidak dipakai agar tidak mengganggu kehidupan Anda. Jika tidak ada alternatif untuk pindah tempat, sebaiknya cobalah beradaptasi dengan lingkungan metaverse. 

Semoga pada saatnya harus diimplementasikan, semua pihak sudah siap, baik dari sisi manusia, infrastuktur, hardware dan software, keamanan sistem, dan lain-lainnya, sehingga implementasinya dapat berguna bagi semua pihak. (VRGultom)

Referensi: 

1, 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun