Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Perang Rusia-Ukraina dan Sumber Daya IT

4 April 2022   13:24 Diperbarui: 5 April 2022   09:05 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bendera Ukraina.| Sumber: Unsplash/Yehor Milohrodsky via Kompas.com

Ukraina adalah salah satu lokasi dimana permintaan outsourcing tenaga IT dan engineering paling tinggi di dunia. Mereka dibutuhkan oleh negara-negara diluar wilayah mereka, baik diluar negeri yang berbeda wilayah waktu (offshore) maupun untuk negara tetangga mereka (near-shore).

Lantas bagaimana nasib perusahaan-perusahaan yang memakai jasa mereka selama perang antara Rusia-Ukraina ini?

Tentu saja sangat berpengaruh, terutama bagi perusahaan-perusahaan dari negara-negara Eropa dan Amerika yang banyak menggunakan jasa mereka. Apalagi tenaga-tenaga senior dan berpengalaman untuk pekerjaan teknikal digital sangat sulit ditemukan sementara sumber daya itu sangat menonjol di Ukraina. 

Ukraina adalah lokasi kunci untuk mengerjakan dan menyelesaikan proyek-proyek IT dan layanan R&D (Resource and Development) di Eropa dan Amerika. Diperkirakan sekitar 70 ribu hingga 100 ribu pekerja IT dan R&D dengan kualifikasi yang tinggi yang berlokasi di di Ukraina, akan terganggu karena perang ini. 

Mereka rata-rata bekerja untuk penyedia layanan pihak ketiga dengan pengguna jasa dari industri perbankan, retail, auto mobile dan kesehatan. Padahal, di zaman ini, bisa dibilang manusia sedikit banyak sudah tergantung kepada teknologi dalam kehidupannya sehari-hari. 

Hal ini menjadi pelajaran bagi perusahaan-perusahaan pengguna jasa tenaga IT dan engineering yang memusatkan layanan IT-nya hanya pada satu lokasi. Tentu mereka terdampak lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang menyebar sumber daya manusianya di beberapa tempat dan negara. 

Perang adalah sesuatu yang tidak diprediksi dan tidak dapat dihindari, seperti juga bencana alam dan penyakit. Contohnya Covid-19 yang masih kita alami sampai sekarang, badai Hurricane, banjir bandang, dsj yang diprediksi terjadi sekitar 3 sampai 5 tahun sekali. 

Untuk kasus perang, banyak pihak tidak menyangka bahwa perang semacam Rusia-Ukraina ini bisa terjadi di abad 21. Hal-hal seperti ini disebut sebagai "Black Swan Event". Jadi, memang sebaiknya outsourcing sumber daya IT dan engineering tidak dipusatkan di satu tempat saja. 

Semoga dengan kesadaran itu, tenaga IT Indonesia dapat ikut diperhitungkan. Apalagi ternyata menurut beberapa sumber yang saya baca, skill IT saat ini, tanpa perang pun memang masih kurang jumlahnya.

sumber: kruschecompany.com
sumber: kruschecompany.com

Beberapa perusahaan IT yang didirikan oleh orang Ukraina (sebagai founder atau co founder), diantaranya adalah WhatsApp, Grammarly, Gitlab and Solana. Sementara Google dan Samsung memiliki pusat R&D di negara ini.

Mengapa Ukraina memiliki sumber daya manusia dengan keterampilan IT yang berkualitas tinggi?

Salah satunya adalah karena mereka memiliki banyak perguruan tinggi yang menekankan pada pendidikan sains, teknologi, dan matematika. Dengan demikian tentu mereka menghasilkan tenaga IT yang andal. 

Di Kyiv saja ada lebih dari 10 perguruan tinggi yang menekankan pada pembelajaran IT, sains, dan matematika. Secara budaya, mereka pun didorong untuk meraih pendidikan yang tinggi. 

Bahkan Misha Karpenko, salah satu pendiri dan software engineer senior di Pitch, mengatakan bahwa secara umum, bagi orang Ukrania, belajar teknologi lebih penting daripada tentang masyarakat dan kebudayaan. Mereka adalah para programmer (coder) yang benar-benar terlatih dan bukan sekadar belajar sendiri di rumah.

Bagaimana pula para pekerja IT di Ukraina yang bekerja jarak jauh (remote) untuk perusahaan-perusahaan di luar negaranya, dalam kondisi perang ini? 

Dengan diusahakan oleh perusahaan tempat mereka bekerja, beberapa dari mereka sempat keluar dari Ukraina menuju tempat terdekat yang lebih aman, seperti Polandia, yaitu pusat teknologi terdekat (technology hub). 

Mereka juga direlokasikan ke wilayah-wilayah terdekat dimana perusahaan yang mempekerjakan mereka memiki kantor cabang atau pusat. Mereka keluar dari wilayah perang sebelum ada peraturan bahwa pria berusia 18-60 tahun harus tinggal didalam negeri/kota menjalani wajib militer untuk mempertahankan kedaulatan negara mereka. Sayangnya lagi, seperti kebanyakan di seluruh dunia, skill IT lebih didominasi oleh para pria.

Relokasi keluar dari wilayah perang Ukraina itu semata-mata karena tanggung jawab terhadap pengguna jasa mereka, yang tidak berhubungan langsung dengan perang Rusia-Ukraina. Namun demikian diberitakan bahwa mereka yang sudah terlanjur mengungsi ke tempat terdekat yang lebih aman, tetap mendukung secara finansial, teman-teman dan keluarga mereka yang sedang berjuang di wilayah perang. 

Gaji mereka tetap dibayar full. Dalam hal ini, Ukraina mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebaliknya dengan Rusia, banyak perusahaan besar yang menarik diri dari Rusia. 

Microsoft, Apple, Dell, dan beberapa perusahaan besar lainnya, mereka menghentikan penjualan produk mereka di Rusia dan menangguhkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan Rusia diseluruh dunia, kecuali untuk lembaga-lembaga seperti rumah sakit dan sekolah, dengan alasan kemanusiaan.

Apa dampak perang ini terhadap Indonesia? Dari sisi Teknologi Informatika, mungkin saat ini belum ada efek langsung atau tidak terlalu signifikan. Namun ada baiknya Indonesia mulai berpikir untuk meningkatkan skill IT. 

Siapa tahu Indonesia dapat menjadi salah satu lokasi outsourcing skill IT yang mendunia. Apalagi diberitakan bahwa tanpa perang pun skill IT dan engineering, secara umum masih kurang yang mengakibatkan harga jualnya menjadi tinggi.

Sementara ini, 6 besar negara yang menjadi tujuan outsourcing skill IT adalah:

  1. Polandia
  2. Ukraina
  3. Belarus
  4. China
  5. Hungary
  6. Bulgaria

Sedangkan India ada di urutan ke-7 dan Filipina termasuk sumber yang diperhitungkan. Indonesia sendiri tidak disebut-sebut. Padahal implementasi IT di Indonesia saat ini cukup tinggi dan sudah mengarah kepada Artificial Intelligence dan Machine Learning. Masyarakat pun mulai sadar dengan teknologi. 

Semoga Indonesia semakin maju dengan sumber daya teknologi informasinya, setidaknya untuk mendukung penerapan teknologi di negeri sendiri. 

Ref: 1,2,3,4,5

(VRGultom)

*) Menyalin sebagian/seluruh artikel dan mempublikasikannya selain di Kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun