Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Tentang Data Pribadi di Era Serba Online

4 Maret 2022   02:55 Diperbarui: 23 Mei 2022   15:57 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan software maupun hardware yang terhubung ke internet rupanya menimbulkan kekhawatiran, yang menurut saya terlalu berlebihan dan tidak pada tempatnya.

Kapan saja data pribadi dibagikan kepada pihak lain? Dalam banyak hal, bahkan sebelum ada komputer. Ketika mendaftar sekolah, bergabung untuk bekerja pada sebuah perusahaan, berobat, dan masih banyak lagi. Bahkan ketika Anda berbelanja di warung kecil dekat rumah, siapa yang tahu kalau pemilik warung menghapal kebiasaan Anda membeli barang-barang tertentu atau bahkan mencatat kebiasaan Anda, apalagi kalau sering ngutang dan bayarnya akhir bulan.

Pada semua contoh di atas, data-data tersimpan dan berguna hanya bagi lembaga/orang yang membuat catatan. Paling-paling kalau ada kasus tertentu, mungkin ada polisi yang mencari tahu tentang Anda ke tempat kerja, maka pihak perusahaan ada kewajiban untuk membuka data Anda kepada polisi demi kepentingan hukum.

Dulu, komputerisasi hanya bertujuan untuk automatisasi, untuk mempercepat pekerjaan dan mengurangi kemungkinan human error saja. Namun demikian, dengan komputerisasi, sudah terjadi pencatatan data kedalam database.

Berikut beberapa contoh:

Transaksi servis kendaraan di bengkel-bengkel besar, akan menyimpan data pelanggan dan riwayat servis kendaraannya.

Data-data ini disimpan untuk menjadi acuan servis kendaraan selanjutnya. Bisa juga dipakai oleh bengkel untuk mengingatkan pelanggan mengenai jadwal perawatan rutin kendaraan.

Dalam hal ini, riwayat data berguna untuk perusahaan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan. Bukankah ini penting dalam bisnis apapun?

Transaksi pembelian kendaraan pada dealer resmi juga mencatat data pembeli karena mereka harus mengajukan faktur STNK. Dalam hal ini, data-data diperlukan untuk transaksi selanjutnya dan harus disimpan sebagai bukti yang mungkin saja akan diperlukan dikemudian hari.

Distributor memiliki daftar dealer yang menginduk kepadanya dan mencatat “prestasi” masing-masing dealer dalam hal penjualan untuk kepentingan pengkategorian.

Misal, untuk kategori A dengan ketentuan dealer yang berhasil menjual minimal 1000 motor/bulan selama minimal 3 bulan, kategori B: 500 motor/bulan, kategori C: 300 motor/bulan.

Dengan pengelompokan tersebut maka distributor tahu bagaimana mendistribusikan jumlah motor untuk dijual kepada dealer-dealer dibawah naungannya, sesuai kemampuan jual masing-masing. Dalam hal itu, riwayat data berguna sebagai pendukung pengambilan keputusan.

Dari contoh-contoh di atas, jelas bahwa data sangat berguna. Tanpa data-data transaksi yang tersimpan dengan baik dan teratur, bisnis akan sulit meningkatkan pelayanannya terhadap publik. Sesuatu yang tidak ada peningkatan, artinya tertinggal, karena persaingan tidak pernah berhenti seiring perkembangan jaman.

Dengan adanya database dalam komputer, data dapat diakses, diolah, dan dianalisa lebih cepat ketimbang jika data-data itu hanya tercatat dalam kertas-kertas faktur penjualan atau catatan manual petugas admin, apalagi kalau hanya disimpan di kepala.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mulai timbul kesadaran akan betapa berharganya data. Clive Humbly, seorang ahli Matematika mengatakan “Data is the new oil” yang menggambarkan betapa berharganya data. Bahkan, "The Economist" pernah mempublikasikan tulisan dengan judul “The world’s most valuable resource is no longer oil, but data”. 

Namun data-data yang berhasil direkam dalam database tidak serta merta menjadi sesuatu yang berharga. Ada proses yang harus dilakukan untuk mengubah data menjadi profit (keuntungan) bagi perusahaan. 

Ada data-data yang dipakai murni untuk kepentingan internal, misal untuk menganalisa kondisi perusahaan. Apakah penjualan rendah, sedang, tinggi, dan bagaimana nanti kedepannya. Strategi apa yang harus diambil, dst. 

Ada juga data-data yang sifatnya pribadi. Biasanya, seperti pada contoh pelanggan bengkel diatas, riwayat data dipakai untuk kepentingan konsumen yang secara tidak langsung meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap perusahaan. Kepuasaan pelanggan setidaknya akan membuat bisnis bertahan bukan? Bagaimana jika bengkel langganan tidak mempunyai catatan servis kendaraan dari setiap pelanggan? Bengkel tersebut tidak akan dapat mengingatkan pelanggan tentang jadwal servis selanjutnya. Artinya tidak ada kepedulian terhadap pelanggan. Sementara bengkel-bengkel lain berlomba memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. 

Bagaimana di era Internet ini? Hampir semua bisnis bertransformasi kedalam bentuk digital. Toko online, layanan kesehatan online, pengajuan kredit online, dst. Apakah semua layanan digital itu merekam data pribadi para pelanggannya? Saya rasa ya. 

Kalau belanja buku langsung ke tokonya, pasti tidak ditanya nama bukan? Kecuali ada pegawainya yang ingin berkenalan dengan Anda.

Berbeda dengan belanja online di toko yang sama. Setidaknya Anda harus memberikan nama. Jika hendak mengambil sendiri buku yang Anda beli ke tokonya, mungkin Anda tidak perlu mengisi data alamat. Tetapi setidaknya ada sesuatu sebagai tanda pengenal bahwa Anda adalah si pembeli buku. Dan semua itu sudah pasti tercatat di database toko. 

Apalagi kalau Anda terdaftar di marketplace tempat Anda biasa belanja. Penjual yang membuka toko pada marketplace hanya akan menerima data pesanan dari Anda, namun marketplace akan dapat mendeteksi kebiasaan belanja Anda, karena dialah yang menguasai database berisi daftar pelanggan, daftar toko, daftar transaksi per orang dan per toko, dll.

Bahkan ketika Anda hanya “window shopping” melihat-lihat, klik satu barang, baca deskripsinya, bisa jadi mereka “memantau” juga dan mencatatnya kedalam database mereka, sebagai barang yang diminati. Dengan begitu, mereka dapat menganalisa kebutuhan dan gaya belanja Anda lebih detail.

Jika Anda seorang ibu rumah tangga yang biasa melihat-lihat dan belanja kebutuhan dapur, kemudian disuguhi iklan produk sarung tinju, apakah Anda akan tertarik? Gak nyambung kan? Jadi wajar saja kalau seorang pelanggan disuguhi iklan yang kira-kira sesuai dengan gaya belanjanya berdasarkan analisa terhadap data-data yang tercatat.

Apakah itu semua termasuk penyalah gunaan data pribadi pelanggan? Menurut saya pribadi, tidak. Entahlah kalau menurut undang-undang. Data-data itu adalah aset milik mereka. 

Menurut saya, penyalah gunaan data pribadi itu jika data-datanya dibocorkan kepada pihak lain, secara sengaja atau tidak sengaja. Data pribadi yang saya maksud adalah data yang merujuk kepada identitas perorangan. Data-data ini dapat berupa data keuangan, kesehatan, dan data pribadi lainnya.

Bagaimana dengan teknologi Machine Learning dan Artificial Intelligence?

Teknologi ini memang menggunakan data untuk “mengerti” sesuatu untuk kemudian memberikan kesimpulan atau menuntun lebih dekat kepada sesuatu yang lain.

Tetapi selama data dan kesimpulan hasil analisa yang merujuk kepada identitas pribadi tidak disebarluaskan, saya rasa itu belum termasuk penyalahgunaan data pribadi.

Maka jika data-data detail transaksi dari ribuan orang dipakai untuk kepentingan menganalisa kebiasaan (behaviour), namun tidak lagi merujuk kepada identitas pribadi, walaupun aslinya berasal dari data-data pribadi banyak orang, saya rasa tidak masalah.

Data-data yang mereka kumpulkan adalah aset mereka. Sepanjang mereka tidak menyebarkan data-data pribadi pelanggan kepada pihak lain secara vulgar. Demikikan pula jika data yang disebar sudah dalam bentuk rekapan yang tidak lagi memperlihatkan data pribadi. 

Contoh: Berdasarkan data transaksi penjualan mobil selama dua tahun, menunjukan wilayah Bali menempati posisi pertama penjualan tertinggi. Data awalnya pasti diambil dari data penjualan mobil kepada perorangan, perusahaan, lembaga pemerintahan, dll. Namun hasil analisanya tidak lagi merujuk kepada identitas perorangan. Padahal ada data KTP yang diinput, dan ada juga kemungkinan pembeli membeli dengan cara mencicil yang artinya data keuangan tercatat pada perusahaan pembiayaan yang bekerja sama dengan dealer.

Penyalahgunaan data pribadi memang tidak seharusnya terjadi, namun kita juga harus mengerti, yang termasuk data pribadi itu apa dan bagaimana bentuk penyalahgunaanya.

Mengutip dari sebuah website, berikut keterangan mengapa mereka menggunakan cookies:

tangkapan layar pribadi
tangkapan layar pribadi

Intinya agar mereka dapat membuat para pelanggan merasa diperlakukan lebih istimewa karena mereka mengenal pelangganya melalui data yang terekam. (VRGultom)

***

*) Mengutip sebagian atau seluruh isi artikel dan mempublikasikannya selain di Kompasiana.com adalah pelanggaran hak cipta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun