Kalimat-kalimat seperti itu membuat orang lain terutama orang-orang 'kecil' merasa makin kecil dimata hukum. Akibatnya mereka malas berjuang jika terjadi sesuatu yang merugikan mereka yang seharusnya bisa diselesaikan secara hukum.
Selain itu, membuat orang jadi tidak berpikir logis dan mudah dihasut. Mau mengurus sesuatu, takut ditipu. Padahal mereka berurusan langsung dengan perusahaan terkait. Alasannya, "Mereka perusahaan besar lebih ngerti hukum dan bisa menipu orang seenaknya". Benarkah kekhawatiran seperti itu?
Padahal secara logika, jika perusahaan besar yang punya nama, sudah beroperasi belasan tahun, menipu masyarakat, itu artinya mereka mempertaruhkan nama baik. Dan tentu cepat atau lambat bakal kena sanksi. Â Justru jika berhubungan dengan perorangan, sebenarnya mereka lebih rentan kena tipu.
Ada juga kelompok orang yang karena keteledorannya sendiri merasa dirugikan dan kemudian melapor ke polisi. Ketika laporannya tidak terbukti, lantas mereka bilang,"Duit yang bicara. Saya tidak punya uang banyak untuk memperjuangkan hak saya".Â
Padahal memang dia yang salah tidak meneliti peraturan dan perjanjiannya. Dan ketika tidak sesuai harapan lantas mereka bilang tertipu, padahal dalam perjanjian sudah jelas hak dan kewajiban masing-masing pihak.Â
Contohnya nih, korban Forex yang merasa tertipu ketika mengalami kerugian. Ketika untung mereka senang-senang saja, ketika rugi, gembar-gembor ke seantero jagat bahwa dia telah tertipu. Lantas lapor polisi, dan selanjutnya ditemukan tidak ada pelanggaran. Maka si 'korban' yang melapor bilang, "Paling aparat hukumnya dibayar!"
Jika bukan orang Indonesia yang menghormati hukum di Indonesia, lantas siapa lagi? Bukankah hukum di Indonesia ada karena ada orang Indonesia? Hukum di Belanda ada karena ada orang Belanda, demikian pula dengan negara-negara lain.
Janganlah "melecehkan" hukum di negara sendiri dengan kalimat-kalimat seperti diatas. Jika Anda merasa tidak puas dengan implementasi hukum di Indonesia, lakukan sesuatu yang dapat memperbaiki penerapan hukum di Indonesia.Â
Setidaknya kita semua dapat menjadi warga negara yang baik dengan tidak melakukan  hal-hal yang melanggar hukum termasuk segala sesuatu yang sudah dianggap budaya, misal suap, urus surat-surat kependudukan pakai calo, mengakui kesalahan jika terlanjur atau tidak sengaja melakukan kesalahan, dan bukan mengutamakan budaya "yang penting ngotot dulu, urusan salah benar belakangan".Â
Dan yang tidak kalah penting, jika tidak tahu apa-apa, tidak usah mengumbar kalimat-kalimat yang melecehkan hukum di negeri Anda sendiri.Â
Salam sehat! (VRGultom)