Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler Teknologi untuk semua orang, karena semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Heritage of Toba, Warisan yang Terjaga Secara Adat Istiadat dan Sejarah

26 September 2021   01:02 Diperbarui: 26 September 2021   01:06 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kemenparekraf.go.id

Naeng ho marlogu di atas ni solu
Pasonangkon ngolu tusi ma ro

Begitulah penggalan lirik lagu Pulo Samosir karya cipta Nahum Situmorang.

Tersirat betapa tenangnya air danau Toba, hingga pencipta lirik lagu "mempromosikan" kepada para pendengarnya, jika ingin menikmati hidup, menyenangkan hati, datanglah ke danau Toba, bersenandung diatas perahu. Begitulah kira-kira terjemahan penggalan lagu itu. 

Alam 

Jika ditinjau dari segi geologis, terbentuknya Danau Toba tak terlepas dari sejarah letusan super dahsyat yang membentuk danau kaldera ini. Hal ini diungkap oleh Van Bemmelen, geolog asal Belanda dalam bukunya The Geology of Indonesia (1939) yang mengungkapkan hipotesisnya mengenai proses terbentuknya Danau Toba.

Pasca letusan dahsyat itu, Kaldera Toba tertutup bebatuan beku yang kemudian cair dan membentuk danau.( kemenparekraf.go.id)

Itulah danau yang saya saksikan setiap kali saya berkunjung ke kampung halaman. Dari Parapat kami menyebrang menuju Pulau Samosir dan sesudahnya masih harus berkendara cukup jauh menuju kampung halaman.

Sepanjang perjalanan dari Parapat menuju Pulau Samosir, paling enak memandang keluar menikmati pemandangan laut, bukit, dan tebing, sambil menikmati terpaan angin.

Pertama kali saya berkunjung ke Toba, tanpa persiapan, dan terbersit begitu saja untuk berkunjung, karena sudah nanggung sampai ke Medan.

Dan kami, saya berdua dengan adik lelaki, 'terpaksa' menumpang truk untuk sampai ke rumah Oppung kami, karena hari sudah sore dan hanya itulah angkutan yang dapat membawa kami kerumah Oppung yang berada diatas sana, didaerah pegunungan Pulau Samosir. Untunglah penumpang didalam truk tidak terlalu banyak walau cukup penuh. Kami masih bisa berdiri melihat-lihat pemandangan sekitar, melewati hutan dan bukit. Sungguh pemandangan yang indah menyegarkan mata, walau ngeri-ngeri sedap ketika melewati kelokan-kelokan yang menyebabkan truk harus miring-miring nyaris 45 derajat.

Akhirnya kamipun sampai di depan rumah Oppung. Sebuah rumah panggung khas adat Batak yang cukup besar, dengan halaman yang luas, dan kandang ternak. Dibelakangnya terhampar sawah yang luas dan terlihat beberapa rumah yang jaraknya saling berjauhan. Tidak jauh dari rumah Oppung, ada tugu keluarga, yang berisi jasad para leluhur. 

Di sebrang jalan yang sudah beraspal, terhampar pemandangan indah. Hutan pinus dengan awan putih di langit yang biru. Sementara dibawah sana, Danau Toba terlihat seperti lukisan dengan warna biru yang tenang. Tidak salahlah orang menempatkan bangku kayu disitu, karena dari situ puas mata memandang danau Toba yang indah dan menenangkan jiwa. Andai ada caf disitu, mungkin akan jadi caf favorit bagi yang menyukai ketenangan.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, kami masih sempat berjalan-jalan dipinggiran sawah. Ooongggggg....beberapa kali terdengar suara nyaring seperti itu. Dan kami mencari-cari darimana asal suara, karena tidak terlihat seorangpun disekitar kami. Hanya ada sebuah rumah dikejauhan sana.

Oh, ternyata dari situlah asal suara. Rupanya penghuni rumah menyapa kami. Dan kami pun melambaikan tangan, karena kejauhan untuk membalas berteriak.

Pantaslah orang Batak suaranya bagus-bagus. Lha walau jarak saling berjauhan, tetap masih saling menyapa dengan teriakan yang nyaring. Mungkin dengan begitu, pita suara mereka menjadi terlatih untuk bersuara dengan nada tinggi.

Pagi menjelang siang, kami dijemput untuk berkunjung ke rumah paman kami, yang berlokasi ditepian danau Toba, di daerah Lagundi. Kami berjalan kaki menyusuri bukit. Sepanjang perjalanan, kami begitu takjub dengan pemandangan alam yang kami lihat. Kaki jadi tidak terasa capai karena sebentar-sebentar berhenti untuk berfoto. Padahal jaraknya cukup jauh, dari daerah pegunungan menuju ke tepian danau Toba. Sepanjang perjalanan, kami hampir tidak melihat ada rumah dan tidak bertemu dengan seorang pun. Benar-benar alam yang masih asli.

Perjalanan ini mengingatkan saya pada kisah masa kecil kedua orang tua kami yang dihabiskan di pulau ini. Tentang sekolah yang harus ditempuh berkilo-kilo meter dari rumah, tanpa alas kaki. Tentang aktivitas menggembalakan kerbau, dan lain-lain.

Andai saja ada paket wisata alam, hiking dari tepian danau Toba menuju ke pegunungan dan kemudian menginap di rumah penduduk, mungkin kampung yang dihuni kebanyakan orang-orang tua itu akan sedikit lebih ramai. Toh banyak tempat yang dapat dikunjungi dan digali kisah sejarahnya yang pasti menarik buat para wisatawan, selain pemandangan alamnya yang menawan dan menenangkan jiwa. Sambil berlelah-lelah menyusuri hutan dan bukit, mendengarkan penjelasan guide tentang sesuatu, bukankah menyenangkan dan menambah pengetahuan juga. Atau mungkin bisa dibuat rumah-rumah pohon seperti di Bali, Malaysia untuk disewa-sewakan bagi para pengunjung. Sementara malam hari, sambil melepas lelah, dapat disajikan tari-tarian tortor dan lagu-lagu Batak dengan sajian kopi asli daerah itu ditambah makanan khas ombus-ombus dan lapet sambil buka lapak penjualan benda-benda seni.

Sesampainya di Lagundi, oow, rupanya rumah yang kami tuju tepat berada di tepian Danau Toba, bahkan dari halaman rumah, bisa langsung terjun ke danau berenang di tepian. Segarnya....terbayang lagi cerita orang tua kami, berenang di Danau Toba dengan cara berpegangan pada ekor kerbau. Sayangnya saya belum pernah melihat langsung pemandangan itu. Awalnya tidak percaya kalau kerbau bisa berenang, tapi ternyata banyak video-video di youtube yang memperlihatkan kerbau berenang sampai ketengah laut.

Kami bermalam di Lagundi, yang tidak sedingin di rumah Oppung, diatas sana. Suasananya benar-benar sunyi, karena kampung tempat kami menginap hanya terdiri dari tiga rumah saja, dan saat itu belum ada penerangan. Yang terdengar hanya suara riak air. Sungguh menenangkan jiwa.

Alangkah menyenangkan jika kegiatan-kegiatan kantor yang memerlukan meeting lebih dari satu hari diadakan di tempat yang tenang ini. Disela-sela meeting bisa juga diadakan kegiatan outbound. Sekembalinya dari tempat ini, otak pasti segar dan siap bekerja lagi dengan energi baru.

Kami juga berkesempatan berkunjung ke daerah Karo yang tidak kalah indahnya. Gambar-gambar yang sering nampak di kalender-kalender orang Batak, sekarang nampak di depan mata. Di kemudian hari, saya juga mengunjungi daerah-daerah lain disekitar Toba. Kesan yang saya dapat secara keseluruhan, hanya satu kata: TOP!!

MICE di daerah sekitar Toba? Kenapa tidak?? Keindahan alam sudah mendukung. Tinggal fasilitas penunjang yang harus ditingkatkan agar slogan MICE di Indonesia aja bisa direalisasikan, dan DSP Toba dapat menjadi salah satu venue terbaik yang menjadi tujuan MICE di Indonesia, yang tidak kalah dengan tempat-tempat lain didunia. 

Pemerintah harus dapat bekerja sama dengan pihak-pihak dan tenaga-tenaga ahli Indonesia untuk mewujudkan itu semua. Datang ke Toba untuk urusan bisnis dapat dilanjutkan dengan liburan santai di Toba. Bukankah keputusan bisnis akan lebih baik jika dibuat dalam keadaan tenang dan mental sehat. Alam sekitar yang menenangkan jiwa sangat mendukung itu semua. It's our wonderful Indonesia with great heritage of Toba. Warisan yang terjaga baik secara adat-istiadat dan sejarah.  Berbagai pameran dapat diselenggarakan disekitar Toba, sambil pengunjung menikmati pemandangan alam

Wisata

Seorang teman orang asing, suatu saat berkata pada saya,"Ngapain di Bali, tidak ada yang bisa dilakukan selain sight seeing" Mungkin saat berkunjung ke Bali dia kurang duit makanya cuma bisa sight seeing. Tetapi memang benar, Liburan pertama kali mungkin puas dengan hanya sight seeing. Tetapi liburan kedua kali, ketiga, dst, pasti ingin mencoba aktivitas-aktivitas lain. Andai ada "kapal pesiar" yang berlayar mengitari Danau Toba, yang dapat dijual kepada wisatawan, saya pun mau mencoba. Makan malam dan menginap di kabin kapal, pagi hari bangun menikmati matahari terbit dan tenangnya Danau Toba. Kapal bisa berhenti di spot-spot khusus yang menarik wisatawan. Tentunya pemandu wisata harus dapat berbahasa Inggris untuk dapat menarik wisatawan mancanegara. Berbagai olah raga air pun dapat dijual selama pelayaran itu. Misalnya kayaking, berselancar, snorkeling

Makanan

Ada banyak makanan khas Tapanuli, misalnya ikan mas arsik, ikan naniura, ikan tombur, ikan teri Medan, daun Singkong tumbuk yang biasanya dimakan bersama-sama dengan nasi. Sedangkan untuk cemilan ada Lapet, ombus-ombus.

Ikan mas arsik adalah ikan mas yang direbus bersama dengan bumbu-bumbu arsik sampai air rebusannya habis. Jika semua bumbu pas ukurannya, maka rasanya pun maknyus. Sedangkan ikan naniura adalah ikan mentah yang dicampur dengan asam atau perasan jeruk dan bumbu-bumbu lain. Persis seperti Chinese Sasimi yang pernah saya coba di Singapura. Cuma beda cara penyajian saja. Sedangkan natinombur adalah ikan bakar dengan toping bumbu khas Tapanuli. Sambal ikan teri jika dimakan dengan nasi hangat dan daun singkong tumbuk...hmmm...nikmatnya dunia.

Lapet dan ombus-ombus terbuat dari tepung beras dicampur kelapa, garam dan gula merah. Dimakan hangat-hangat pasti lebih nikmat.

Semua itu adalah makanan halal. Tentu saja ada makanan yang non halal karena mayoritas penduduk disana beragama Kristen. Namun tidak perlu takut. Orang Batak punya adat-istiadat yang saling mengormati dan menjaga hubungan dengan baik. Perbedaan keyakinan tidak dapat menjadi alasan untuk saling memisahkan diri. Semua pihak saling menghargai dan bertoleransi demi menjaga adat istiadat yang sudah dilakukan turun temurun.

Seni & Budaya

Orang Batak punya tarian Tor-tor, musik yang khas, dan lagu-lagu Batak yang mantap jiwa, hingga orang Barat pun suka sekali menyanyikan lagu Batak. Ada kain tenun khas yang dinamakan ulos dengan warna-warna dan motif yang indah. Dan ada banyak cerita menarik dibalik semuanya. Adat dan budaya penduduk disekitar Toba, menjaga sejarah budaya yang sudah turun-temurun dilaksanakan. Termasuk kehadiran makam keluarga yang dibangun dalam bentuk tugu. Kalau membaca informasi yang tertulis pada sebuah makam, orang-orang seperti saya yang bukan penduduk tetap tetapi keturunan penduduk asli, jadi tahu siapa nenek moyang saya.

DSP Toba siap mensukseskan MICE di Indonesia aja. Toba is part of wonderful Indonesia. Mari kita sukseskan DSP Toba untuk mendunia. Salah satu cara paling sederhana namun berdampak yang dapat kita lakukan sebagai pribadi adalah menjaga kebersihan lingkungan ketika berkunjung kesana. (VRGultom)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun