Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Percaya Diri dan Bermental Baja dalam Menghadapi Senior yang Pola Pikirnya Tertutup

1 Agustus 2021   01:49 Diperbarui: 2 Agustus 2021   01:04 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi senioritas terhadap anak baru | Sumber: www.soupstock.in

Jika tidak ada para "senior" di suatu tempat, bagaimana jadinya orang-orang yang baru saja tiba di situ? Artinya mereka harus merintis dari nol.

Seorang fresh graduate, bagaimana pun juga masih membutuhkan bimbingan. Mereka mungkin lebih segar secara teori, namun secara praktek, masih butuh bimbingan. 

Teori di perkuliahan dan di tempat kerja bisa saja sama, namun implementasinya pasti berbeda. 

Di perkuliahan, implementasi teori-teori yang diterima dari pengajaran dosen hanya sebatas tugas-tugas (assignment), membuat karya sebagai bagian dari tugas akhir/skripsi, atau praktek kerja di suatu lembaga.

Di perkuliahan, kita tidak berhadapan dengan macam-macam orang dan macam-macam masalah yang menyebabkan teori itu tidak dapat begitu saja diimplementasikan. Kadang-kadang solusinya sepele tetapi harus berbelit-belit dulu. 

Nah di situlah kita semua perlu belajar (lagi). Dan bimbingan senior sangat dibutuhkan karena mereka lebih berpengalaman menghadapi orang-orang terkait dan sudah lebih dulu menghadapi masalah-masalah yang menghadang. Mengikuti bimbingan senior adalah hal yang penting, sekalipun Anda seorang yang berprestasi di sekolah.

Pengalaman saya sebagai programer--- profesi pertama yang saya tekuni, saya tahu bagaimana membuat program komputer, tetapi saat itu saya tidak tahu apa yang harus dibuat. 

Maka, pekerjaan saya tergantung kepada senior yang bertugas membuat design system. Itu pun saya hanya membuat sesuai design saja karena saya belum mengerti bagaimana sistem itu nantinya akan dipakai. 

Ketika program keseluruhan selesai dibuat dan tiba saatnya implementasi, ternyata ada banyak masalah yang memang tidak disebutkan dalam design yang menjadi acuan pekerjaan saya. 

Masalah-masalah itu hanya dapat dimengerti oleh orang yang sudah berpengalaman saja. Bahkan kadang-kadang permasalahannya bukan pada hasil kerja itu sendiri, tetapi bisa juga pada manusianya. Misalkan orang-orang yang menentang implementasi sistem karena takut pekerjaannya digantikan oleh komputer.

Namun demikian ternyata ada juga orang-orang yang memang sekadar merasa senior dan memandang rendah orang-orang yang dianggap junior.

Ilustrasi senior dan junior di tempat kerja | sumber: sundayobserver.lk
Ilustrasi senior dan junior di tempat kerja | sumber: sundayobserver.lk

Suatu waktu, saya harus mengambil alih pekerjaan seorang teman yang tiba-tiba mengundurkan diri. 

Saat itu saya masih tergolong karyawan baru karena belum setahun bekerja di situ. Selain itu, memang saya baru lulus kuliah, dan itu adalah pekerjaan pertama saya. 

Karena business user tidak mau dilayani oleh saya, maka dia tidak pernah mau berkomunikasi langsung dengan saya. 

Setiap ada masalah dengan pekerjaan yang kini ditangani oleh saya, dia selalu berkomunikasi langsung dengan atasan saya dan hanya mau dilayani oleh atasan saya.

Untunglah atasan saya cukup bijaksana disamping dia pun sibuk dengan hal lain. Pekerjaan tetap diberikan kepada saya karena itu memang sudah menjadi tanggung jawab saya. 

Ternyata cara saya menangani masalah berbeda dengan rekan kerja sebelumnya. Dan pengguna sistem ini, selalu menganggap apa yang saya kerjakan tidak benar dan menganggap saya hanya anak bawang yang kurang berpengalaman. Karena saya tahu apa yang saya kerjakan tidak salah, maka sering terjadi ngotot-ngototan yang berujung saling lapor. 

Maklum saat itu saya juga masih muda dan belum terlalu pandai menghadapi macam-macam orang. Akhirnya atasan saya meminta saya untuk melakukan "pendekatan" dengan cara lain terhadap business user yang menyusahkan ini. Saya dianjurkan untuk menjalin hubungan sebagai seorang teman daripada sekadar rekan kerja. 

Seorang teman yang mau memberikan perhatian terhadap kehidupan pribadinya. Setelah beberapa lama masih dianggap "musuh", akhirnya orang ini mencair juga. Dan akhirnya kami berteman baik bahkan sampai saya tidak lagi bekerja di perusahaan yang sama. 

Saat itu, pekerjaan pun menjadi lebih ringan karena komunikasi membaik dan saling mengerti tanggung jawab dan kemampuan masing-masing. Kami jadi saling mendukung.

Lain lagi dengan senior satu tim yang sebenarnya levelnya sama saja dengan saya, hanya saja dia memang lebih tua dan lebih lama bekerja di situ. 

Dia sering terlihat tidak suka jika atasan memberi pekerjaan lebih pada saya atau pekerjaan si senior yang sudah keteteran dibagi kepada saya. 

Saya yang cenderung menyelesaikan masalah sampai ke akarnya, memang jadi sering kehabisan pekerjaan. Sementara rekan kerja lain lebih banyak berkutat pada masalah yang tidak pernah mereka selesaikan sampai tuntas, sehingga mereka tidak dapat bergerak maju. 

Akhirnya lebih sering saya menjadi orang pertama yang diminta mempelajari sesuatu yang baru untuk kemudian dibagikan kepada rekan kerja lain. Dan rupanya hal ini kurang disukai para senior yang mulai sering mencari gara-gara. Perlu energi lebih dan mental baja untuk bertahan ditengah-tengah orang-orang yang tidak menyukai kita.

Namun berdasarkan pengalaman, selama kita tidak berbuat curang dan merugikan orang lain, pada akhirnya para senior pun dapat menerima kita dengan besar hati.

Ada lagi para senior yang mudah merasa bahwa pekerjaannya diambil oleh pendatang baru. Padahal si pendatang baru hanya melakukan tugasnya dengan cara yang lebih efisien dan efektif yang ternyata hasilnya pun membuat atasan puas sehingga mau mengganti SOP yang sudah berlangsung bertahun-tahun. 

Hal ini tentunya membuat semua orang harus "belajar" lagi sesuatu yang baru. Dan biasanya awalnya hal ini tidak akan disukai, sampai akhirnya mereka merasakan kebaikannya bagi pekerjaan mereka sendiri.

Pernah satu saat saya masuk dalam sebuah projeck yang sudah berjalan sekitar 40 persennya. Seperti biasanya dalam sebuah projek yang deadline-nya ketat, biasanya tidak ada orang yang mau dengan sukarela menjelaskan dengan detail apa yang sudah berlangsung. 

Namun sebagai pendatang baru, tetap dituntut untuk cepat beradaptasi dan aktif mempelajari segala sesuatunya sendiri. Karena keseringan kejadiannya disetiap proyek seperti itu, maka sambil mengejar ketinggalan saya, saya mendokumentasikan apa yang saya pelajari dengan cara saya sendiri. 

Dan ketika atasan mengetahui apa yang saya kerjakan, dia pun memuji-muji saya didepan rekan kerja lain yang lebih senior. Dan saya menangkap kesan sinis dan tidak suka pada wajah-wajah para senior yang membuat saya menjadi kurang enak hati. 

Namun, saya pikir apa yang saya lakukan tidak ada yang salah. Saya juga tidak berniat mencari muka, hanya kebetulan apa yang saya kerjakan itu ternyata apa yang dibutuhkan atasan, sebagai pemimpin proyek, yang bertanggung jawab atas pengetahuan dan pekerjaan semua anak buahnya baik yang senior maupun yang pendatang baru.

Jadi menurut saya, senioritas memang tidak bisa disepelekan, namun tetap percaya diri dengan kemampuan pribadi sangatlah penting agar tidak menjadi orang yang hanya menurut saja bak kerbau dicocok hidung. 

Sebagai pendatang baru, sah-sah saja untuk berinovasi, namun berikan waktu untuk orang lain yang sudah lebih dulu di situ, untuk beradaptasi dengan inovasi-inovasi yang kita buat dan yakinkan mereka bahwa cara kerja yang baru akan membuat mereka lebih maju. 

Mereka juga perlu berpikiran terbuka agar tetap up to date dengan kemajuan zaman. Senior tidak berarti orang yang paling tahu dan harus selalu diikuti tanpa alasan oleh para junior.

Jangan pula menjadi besar kepala jika atasan berpihak pada kita yang pendatang baru. Tetap berusaha menunjukan bahwa niat kita baik dan bukan untuk cari muka. 

Membantu orang lain dengan tulus hati, lama-kelamaan dapat membuat orang lain bersimpati dan menerima kehadiran kita dengan senang hati tanpa merasa terancam.

Terkadang memang perlu waktu lama untuk bisa bersahabat dengan para senior. Karena itu, mental baja dan keyakinan bahwa pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja dapat membuat kita bertahan hingga akhirnya diterima dengan senang hati oleh mereka.

Bagaimana pun, setiap orang pada akhirnya harus menyadari bahwa hidup bukan cuma masalah senioritas. Tetapi setiap orang dalam sebuah tim semestinya saling melengkapi tanpa memandang senior atau junior. 

Junior mungkin lebih up to date dengan teknologi-teknologi baru, sementara senior lebih bijaksana dalam banyak hal. 

Semuanya tentu baik jika dikolaborasikan dengan tetap saling menghargai dan menghormati. 

Jadi untuk para senior yang merasa perlu dihargai oleh para junior, merasa tersaingi oleh para junior, cobalah berpikiran terbuka dengan cara mengembangkan kemampuan diri sendiri. (VRG) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun