Working from home atau bekerja dari rumah saja, sekolah dari rumah saja, berkomunitas dari rumah saja, dimana pasti ada kegiatan online meeting, video call, atau minimal teleponan antara satu atau beberapa orang dengan satu atau beberapa orang yang lain.Â
Berbagai aplikasi online meeting pun digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan jaga jarak namun tetap berusaha beraktivitas normal ini.
Setelah sekian lama berbagai macam kegiatan lebih banyak dilakukan di rumah saja, semuanya mulai terasa biasa saja, bahkan tidak sedikit teman-teman yang mengakui lebih suka bertemu secara daring, karena bisa "ke mana-mana" dalam waktu singkat.Â
Berbagai pertemuan online untuk peningkatan kualitas diri, seminar-seminar yang biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sekarang bisa diikuti tanpa harus keluar (minimal) ongkos.Â
Tidak hanya dalam negeri, yang luar negeri pun sekarang bisa diakses dari rumah saja, tanpa perlu mempersiapkan dana untuk transportasi dan akomodasi.
Bahkan tidak sedikit seminar-seminar dan berbagai sharing ilmu pengetahuan untuk peningkatan skill untuk macam-macam profesi, dapat diikuti secara gratis.Â
Hanya bermodalkan koneksi Internet, mesin komputer yang juga dapat berupa smartphone, perangkat untuk mendengar dan berbicara melalui mesin tersebut, seperti speaker, earphone, dsj, serta menyediakan waktu. Jadi sebenarnya masa pandemi ini banyak juga memberikan keuntungan.
Untuk pertemuan-pertemuan dari luar negeri, biasanya kendalanya adalah masalah perbedaan waktu. Apalagi jika perbedaan waktunya cukup jauh, misalkan lebih dari lima jam.Â
Di tempat pembicara berada, mungkin saat itu adalah waktu yang normal untuk kegiatan upgrade skill atau peningkatan keterampilan dan pengetahuan dengan cara mengikuti webinar (seminar online) atau pertemuan-pertemuan lain yang kini diselenggarakan secara online, sedangkan di Indonesia adalah jam tubuh sudah mengantuk.
Namun untungnya, berdasarkan pengalaman saya, penyelenggara masih menyediakan rekaman acara yang dapat diakses kapan saja.
Kendala yang saya rasakan, yang cukup mengganggu, justru berasal dari lingkungan sekitar.
Lingkungan perumahan di Indonesia, umumnya berbeda dengan lingkungan perkantoran yang berada di gedung-gedung tinggi. Suara-suara bising dari luar, jika kita sedang bekerja di area kantor di gedung-gedung tinggi, rasanya tidak sampai mengganggu konsentrasi kerja.Â
Lain halnya ketika seseorang berada di lingkungan yang dekat dengan jalanan dimana kendaraan bermotor berseliweran, dan bangunannya berupa bangunan seperti umumnya rumah-rumah di Indonesia yang berlantai 1,2, atau 3 (landed house). Berbagai macam suara yang terdengar jelas itu terasa mengganggu ketika kita harus mendengarkan webinar atau sedang diskusi online.Â
Sering sekali ketika kita mendapat giliran berbicara sehingga harus menyalakan fitur bersuara (unmute), eh tiba-tiba terdengar alunan lagu yang cukup keras untuk sampai keluar negeri sekalipun, bahkan mungkin keluar planet, jika ada peserta dari sana yang ikut mendengarkan.Â
Alunan lagu... tahuuuuu buleud digoreng di mobil dinaaaa katellll dadakan....lima ratusan....gurih, gurih enyoi....mengiringi diskusi yang tanpa sajian tahu buleud tadi...
Belum lagi suara kendaraan, terutama suara motor yang cukup mengganggu telinga sekalipun tidak sedang dalam situasi mendengarkan atau didengarkan secara daring. Saya sampai berpikir apakah semua sepeda motor jaman now memang suaranya sampai sekeras itu?
Dan ketika mobil penjual tahu buleud berlalu, tidak lama kemudian datanglah pengamen dengan alunan musik rekaman yang tidak kalah kerasnya. Duh...andai Om Donald Trump ikut dalam pertemuan daring tersebut, entah apa yang akan dia katakan.
Di malam hari pun tidak jauh beda, bahkan menjelang jam 12 malam, terkadang saya masih mendengar alunan lagu tahu buleud tadi, suara bising sepeda motor yang tidak berhenti sampai dini hari, dan tetangga sebelah rumah yang memasang musik kencang sambil ngobrol dan tertawa terbahak-bahak.Â
Tak ketinggalan tukang sate menjajakan dagangannya. Sebenarnya kalau tukang sate tidak terlalu mengganggu, karena rata-rata masih menggunakan cara traditional yaitu dengan suara alami dan tidak terlalu intens.
Dulu, rasanya ada aturan tak tertulis yang diterapkan, bahwa diatas jam 10 malam, tidak diperkenankan menimbulkan suara-suara gaduh yang dapat mengganggu masyarakat sekitar.
Artinya kegiatan berhenti jam 10 malam. Kalaupun ada kegiatan, tidak boleh ribut-ribut. Terkecuali mungkin jika sedang ada perayaan panggung gembira 17 Agustusan, atau perayaan-perayaan lain yang biasanya besoknya adalah hari libur atau weekend.
Sekarang, rasanya orang semakin tidak punya toleransi dan kurang peduli dengan orang lain. Padahal menurut beberapa artikel dan tulisan yang saya baca, polusi suara itu dapat mengganggu kesehatan, bukan hanya pada organ pendengaran tetapi juga menurunkan daya ingat dan kreativitas.Â
Di masa-masa di mana masyarakat dianjurkan untuk saling menjaga jarak dengan lebih banyak beraktivitas di rumah saja, semoga masing-masing orang dapat lebih mempertimbangkan apa yang dilakukan, apakah mengganggu orang lain atau tidak. (VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H