Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Pahlawan yang Pro Rakyat di Negara Demonstrasi

10 November 2020   22:03 Diperbarui: 10 November 2020   22:14 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang dapat menjadi pahlawan walau bukan di jaman perang. Tidak perlu bangun kesiangan untuk menjadi pahlawan, hanya karena ada istilah pahlawan kesiangan. Tidak perlu berusaha menjadi terkenal karena kenyataannya ada istilah pahlawan tak dikenal. Tidak perlu tanda jasa, karena ada juga pahlawan yang tanpa tanda jasa. Namun jangan pula bertindak sok pahlawan.

Rumah kami dipinggir jalan, sebenarnya jalan kampung saja sih walau areanya bisa dibilang dekat pusat pemerintahan, karena gedung DPR dan kantor gubernur tidak jauh dari tempat kami. 

Kalau ada demo entah itu demo buruh, demo menentang sesuatu yang katanya tidak pro rakyat, dll, biasanya orasinya terdengar sampai ke rumah kami. Apalagi kalau demonya agak kacau, biasanya para pendemo berlarian kearah jalan didepan rumah kami, sehingga kami pun harus siaga di garis depan alias siap buka tutup  pintu pagar didepan rumah, khawatir ada kekacauan.

Semua orang bisa jadi pahlawan tanpa harus ikut-ikutan aksi yang tidak dimengerti. Kalaupun ikut aksi murni karena ingin membela kebenaran yang benar menurut masing-masing pihak, sebaiknya tetap pada koridor yang benar. Berdiri tegak membela kebenaran yang didukung fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan dan tegas menolak untuk ditunggangi pihak-pihak yang hanya mau mencari keuntungan sendiri. 

Jika ingin menggerakkan masa se-Indonesia sebaiknya ditimbang dulu untung ruginya. Suara kebenaran, walau belum tentu benar, jika disampaikan dengan benar pasti akan terdengar dan mendapat perhatian. Bukankah sekarang sudah ada media sosial, mengapa tidak dimanfaatkan untuk  untuk demo digital daripada mengerahkan masa se-Indonesia yang lebih sering berakhir rusuh dan merugikan rakyat sendiri.

Dari jaman penjajahan sampai sekarang ternyata politik adu domba tetap ada, hanya saja bentuknya mungkin berbeda, karena itu sebaiknya setiap kita kritis mengenali mana yang baik dan mana yang tidak baik. 

Setia kawan boleh tetapi sebagai kawan yang baik sebaiknya tetap punya prinsip sendiri agar dapat mengingatkan jika kawan kita salah arah. Jangan mengulang kesalahan para pendahulu kita dimasa lalu yang terpecah belah karena diadu domba, tetapi hargailah jasa para pahlawan yang sudah mengorbankan diri demi merebut kembali kedaulatan Indonesia. Jangan biarkan bangsa ini terpecah belah lagi.

Negara kita adalah negara demokrasi, bukan negara demonstrasi (demo). Demo dan protest untuk membela kebenaran sah-sah saja, tetapi sebaiknya terbuka untuk dialog dengan pikiran yang juga terbuka. Siapa tahu dengan berdialog ada sesuatu yang kemudian mencerahkan pandangan kita.

Definisi demokrasi diterangkan dengan jelas dalam artikel kompas.com (klik di sini).

Jika kita ambil arti demokrasi menurut Abraham Lincoln, yaitu dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, maka berarti rakyat punya peran penting di negara demokrasi. Namun ada berapa banyakah rakyat di negara ini? 

Berdasarkan Data Kependudukan Semester I 2020, jumlah total penduduk Indonesia per 30 Juni sebanyak 268.583.016 jiwa. Bayangkan jika masing-masing kepala punya pemikiran sendiri yang berbeda-beda dan merasa berhak hasil pemikirannya dijalankan? Jangankan yang jadi kepala negara, yang jadi ketua RT saja bakal pusing tujuh keliling. 

Maka itu jangan lupa, rakyat itu bukan cuma sekelompok orang saja, tetapi semua WNI dari Sabang sampai Merauke, bahkan termasuk WNI yang menetap di luar negeri. Sebaiknya kedepankan musyawarah untuk mufakat, daripada demo anarkis yang terkesan memaksakan kehendak. 

Bagaimanapun negara tidak dapat berpihak hanya pada kelompok tertentu saja sekalipun itu mengatas namakan rakyat kecil. Bagaimana mungkin sebuah aksi unjuk rasa atau protes disebut aksi damai yang pro rakyat jika pada kenyataannya ada aksi merusak fasilitas umum yang adalah milik rakyat dan dibiayai oleh uang rakyat. Dan bahkan membuat tempat kerja rakyat tutup sementara demi keamanan karyawannya yang juga adalah rakyat.

Pesimis suara "kebenaran" kita tidak diacuhkan oleh para wakil rakyat? Ada pepatah mengatakan usaha tidak pernah menghianati hasil. Dan menurut ilmu fisika, jika ada aksi pasti ada reaksi. Jadi selama ada usaha membela kebenaran meski tanpa demonstrasi besar-besaran, pasti akan ada reaksi dari pihak-pihak yang dituju. 

Jika waktu itu tiba, siapkan diri untuk dialog dengan pikiran terbuka alias musyawarah untuk mufakat. Tidak semua orang dapat bermusyawarah dan bermufakat lho. Hanya orang dewasa secara emosi, yang dapat mengendalikan diri, yang mampu bermusyawarah untuk mufakat. 

Maka persiapkan diri menjadi komunikator unggul yang pro rakyat. Jadilah pahlawan yang terbentuk dengan cara yang damai dan pro rakyat di negara ini agar demokrasi dapat terus diperjuangkan dan Indonesia tetap menjadi negara demokrasi, bukan negara demonstrasi. (VRGultom)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun