Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nonton TV, Yuuuuuu...!

3 September 2020   01:23 Diperbarui: 3 September 2020   01:12 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nonton TV Rame-Rame (sumber foto: https://www.vmcdn.ca/)

Teringat jaman dahulu kala, ketika hanya beberapa rumah tangga saja yang memiliki televisi, dimana kami akan berkumpul di rumah tetangga yang memiliki televisi dan tentunya mengijinkan rumahnya ditumpangi banyak orang yang ingin menonton tetapi tidak memiliki televisi. 

Dijam siaran film anak-anak, maka rumah tetangga tersebut akan dipenuhi anak-anak, sementara jika acaranya adalah pertandingan tinju, maka rumah tetangga tersebut akan dipenuhi bapak-bapak. Mungkin malah ibu-ibu yang tidak punya jadwal menonton tersendiri.

Dan hari Minggu atau hari libur adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak kecil, karena di hari-hari itu, televisi di Indonesia tayang disiang hari.

Sementara di hari-hari biasa, televisi Indonesia baru akan beroperasi disore hari. Tontonan lain dari saluran Internet, saat itu belum ada. Jadi praktis hanya koran dan televisi saja media komunikasinya.  

Sekarang, malah sepertinya lebih banyak acara televisi untuk ibu-ibu. Misalnya sinetron dan gossip. Tanpa bermaksud meng-identik-an ibu-ibu dengan gossip dan sinetron, walaupun kenyataannya, sangat jarang bapak-bapak yang menonton sinetron. 

Beberapa teman lelaki saya banyak yang cukup update tentang berita-berita artis tanah air.  Kemungkinan mereka mendapat beritanya bukan dari televisi, tetapi dari berita-berita di Internet, koran, atau majalah pria.

Saat ini, dengan teknologi Internet, kita dapat memilih jenis 'televisi' dan acaranya yang ingin kita tonton. Bahkan siapa pun sekarang dapat menjadi 'penyiar' di saluran youtube, medsos, Podcast, dan lain-lain, yang tidak perlu berupa perusahaan dengan segala macam aturan yang mengikat. 

Tetapi saluran yang dapat bersifat personal ini, dimana penontonnya dapat memilih sendiri dari banyak konten dalam dan luar negeri, yang sesuai dengan apa yang dimaui, tidak ada aturan  jadwal tetap acara, bahkan mungkin 'penyiarnya' tidak memiliki background pendidikan yang sesuai untuk kegiatan 'penyiaran'. 'Acara' yang disajikan pun cenderung lebih kreatif, bebas, dan menarik. 

Selain sesuai kebutuhan. Alternatif konten sejenis pun banyak, sehingga pemirsa bebas memilih yang 'terbaik'. Belum lagi masalah waktu. Di televisi konvensional yang memiliki hak penyiaran menurut undang-undang yang berlaku, semua program acara sudah terjadwal dan diterima oleh pemirsa pada jam yang sama. 

Sementara saat ini, hampir semua orang di usia produktif, memiliki waktu bekerja rata-rata dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore. Belum lagi aktivitas lain yang cukup makan waktu. 

Tentu saja kondisi ini membuat televisi konvensional mulai ditinggalkan, meskipun jam operasionalnya sekarang nyaris 24 jam. Kalaupun ada acara televisi konvensional yang ingin dilihat, biasanya orang akan pilih mencari  rekamannya saluran Internet.

Dengan beberapa perbedaan itu, menurut undang-undang yang berlaku, konten-konten selain televisi konvensional, dianggap bukan 'penyiaran', sehingga tidak tunduk kepada undang-undang tersebut. 

Namun, andai pun UU itu diberlakukan bagi semua 'siaran' non konvensional, yang menggunakan teknologi Internet (bukan frekwensi radio), saya sangsi televisi konvensional akan mendapatkan para penggemarnya kembali. 

Masalahnya mungkin bukan tentang acaranya tidak menarik, karena itu subjektif tergantung selera masing-masing orang. Hanya saja saat ini orang sudah sangat tergantung pada Internet, apalagi dimasa pandemi Corona ini, dimana segala sesuatu dilakukan online via Internet.

 Ini tentu saja berdampak orang yang tadinya gaptek mau tidak mau jadi belajar mengakses sesuatu lewat Internet. Dan ujung-ujungnya rasa ingin tahu akan membuat mereka sampai pada tontonan variatif di Internet. 

Kalaupun konten dalam negeri dibatasi, konten luar negeri tetap banyak. Mau cari berita dunia, gampang. Mau nonton film luar, juga banyak. Apalagi film-film lama, banyak gratisannya :D Mau tahu berita dalam negeri, media luar juga banyak yang memberitakan. Mau update pengetahuan, banyak konten-konten bagus juga dari luar.

Jadi saya rasa masalahnya bukanlah acaranya menarik atau tidak, ada ijinnya atau tidak, ada pengawasnya atau tidak, tetapi memang jamannya sekarang begitu.

Namun saya juga yakin, televisi konvensional tidak akan mati, karena punya penggemar tersendiri dari kalangan tertentu. Dan Internet di Indonesia, saya rasa tidak murah juga, jika dibandingkan dengan televisi konvensional. 

Nonton bareng acara yang sama sekeluarga di rumah? Hanya enak dilakukan dengan menonton televisi konvensional, walau mungkin masing-masing sibuk dengan gadgetnya. Yang penting semua anggota keluarga ada didepan televisi :D

Jadi, televisi konvensional tetap diperlukan. Hanya saja, seperti bidang-bidang lain, segala sesuatunya harus berkembang. Kata pepatah, jika Anda tidak berubah sementara roda kehidupan terus berputar, berarti Anda yang akan tertinggal dan akhirnya punah. 

Semoga televisi konvensional dapat menemukan caranya untuk berjalan bersama dengan 'siaran-siaran' yang tidak menggunakan frekwensi radio dan dapat saling menguntungkan, serta bersama-sama memajukan bangsa dan negara. Nonton TV, yuuuuuu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun