Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kepuasan Bekerja Bukan Karena Jabatan

20 Januari 2020   00:21 Diperbarui: 20 Januari 2020   12:14 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: success.com

Saya teringat lelucon teman-teman senior di perusahaan tempat pertama kali saya bekerja. Katanya jabatan tinggi tetapi gaji kecil buat apa? Mending jadi OB tapi gaji direktur :D

Tanpa bermaksud merendahkan posisi OB (Office Boy), karena ternyata dikemudian hari ada pengalaman ketika tidak ada OB di kantor, mau tidak mau semuanya harus dilakukan sendiri sementara tugas utama juga menuntut untuk dikerjakan. Terasa sekali pentingnya seorang OB untuk membantu mengerjakan hal-hal yang menunjang agar kita bisa fokus pada pekerjaan utama.

Kembali ke laptop, memangnya ada pekerjaan OB tapi gaji direktur?

Yah mungkin ada, karena saya dengar di salah satu perusahaan F&B dari luar, untuk menjadi manager, harus melakukan pekerjaan cleaning service dulu selama beberapa periode.

Mungkin juga ada anak pemilik perusahaan yang dengan sukacita melakukan pekerjaan cleaning service karena hobi tetapi secara gaji disamakan dengan direktur. 

Seiring waktu saya mengerti bahwa sebuah pekerjaan hasilnya selalu lebih baik jika dilakukan dengan suka cita. Jabatan tinggi tidak menjamin ketenangan hati dan jiwa karena tingginya jabatan berarti tinggi pula tanggung jawabnya.

Saya pernah punya senior orang Rusia yang tergolong paling smart diantara semuanya. Secara jabatan, kalau dibandingkan dengan di Indonesia mungkin tidak terlalu tinggi, namun owner saja begitu takut kehilangan beliau ini. Dan kami semua harus melalui persetujuan beliau untuk meloloskan sebuah konsep sebelum diimplementasikan.  

Jika beliau setuju, maka boleh kami lanjutkan. Saking pintarnya beliau, kami juga jadi tergantung kepada beliau tanpa dipaksa. Kalau beliau sudah ok dengan apa yang kami kerjakan, bisa dipastikan implementasi akan sukses dan customer puas. 

Tetapi kalau beliau belum mereview hasil kerja kami, sejujurnya buat saya, ada rasa ragu, karena jika terjadi kesalahan, customer akan hilang rasa percaya diri terhadap kami.

Beliau ini memang pintar dan andalan perusahaan, meski jabatan bukan direktur, kepala department, kepala divisi, atau yang sejenisnya. Itu semua, karena dia punya keahlian khusus yang orang lain masih belum sampai ke level skillnya dia. Maka dia tidak perlu lagi mengejar jabatan.  

Bicara masalah persaingan, mungkin ditiap tempat akan berbeda-beda. Ada yang menggunakan cara-cara kotor, ada yang bersaing dengan sehat. Namun saya percaya dimanapun, persaingan itu ada. 

Bahkan senior saya yang orang Rusia itu pun, saya rasa tetap ada pesaingnya, setidaknya ada yang iri dengan kepercayaan yang dia dapat dari perusahaan dan hampir dari seluruh anggota team.

Jual beli jabatan? Apakah itu mungkin hanya di pemerintahan saja? Saya tidak tahu. Tetapi sekali kita menginginkan sebuah jabatan, seharusnya kita yakin dulu apakah akan sanggup dengan segala konsekwensinya. 

Karena ada tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan jabatan itu. Jangan sampai jabatan idaman didapat, gaji naik berkali-kali lipat, tapi stress melanda setiap hari karena tidak siap dengan tanggung jawab yang dipikul. Bisa-bisa gaji yang naik berlipat-lipat itu habis untuk biaya dokter dan karena keseringan sakit, ujung-ujungnya mengundurkan diri.

Uang akhirnya mengikuti

Saya percaya uang pada akhirnya akan mengikuti, meskipun pada akhirnya kita semua tahu, uang bukan segalanya. Namun jika kita selalu jujur dan total dalam mengerjakan sesuatu, orang sekitar, entah itu bawahan, atasan, pelanggan, dll, juga akan puas dan pasti mereka ingat kita. Seseorang pernah berkata, "Ada banyak yang lebih pintar, namun saya lebih percaya dengan Anda."

Jabatan sering dikaitkan dengan kesuksesan. Dan kesuksesan sering dikaitkan dengan uang dan peluang. Makin sukses seseorang, derajatnya dimata masyarakat makin tinggi. Kenalannya semakin banyak, sumbangannya dimana-mana pun biasanya makin tinggi. 

Tanpa bermaksud menghakimi, tetapi saya sering bertanya-tanya sendiri orang bisa menyumbang sampai puluhan juta hanya untuk sebuah acara yang dilakukan hanya semalam, duitnya darimana ya? Dan apakah perlu menyumbang sampai sebanyak itu?

Ibarat peribahasa, ada gula ada semut, orang-orang yang dianggap sukses dikerubuti banyak orang orang karena dianggap peluang yang akan membuka pintu sukses bagi mereka juga.

Apakah mungkin tujuan menaikan derajat dimata masyarakat menjadi alasan terjadinya aksi jual beli jabatan?

Di masa ini, masih adakah yang berprinsip menerima sogokan tetapi tidak menanggapi sogokan? Mungkin tidak ada karena takut tertangkap tangan menerima sogokan, walaupun tidak terbukti menanggapi sogokan :D

Tetapi jual beli jabatan adalah bentuk lain korupsi. Semoga kita semua lebih bertanggung jawab terhadap diri masing-masing dengan tidak merusak image diri sendiri. 

Korupsi, jika ketahuan dan akhirnya mendapat hukuman, maka hukuman itu adalah akibat perbuatan, bukan cobaan. Jika tidak ketahuan, itu juga bukan sedang banyak berkat, tetapi tetap saja namanya mencuri uang yang bukan haknya.

Mengapa tidak jadi Head Hunter saja?

Tetapi jangan salah. Jaman sekarang, jabatan memang diperjual belikan antara head hunter/recruiter dengan perusahaan yang membutuhkan. 

Recruiter akan mencari kandidat-kandidat yang cocok untuk jabatan-jabatan yang diperlukan perusahaan, dan dia mendapatkan uang dari hasil jual beli jabatan itu, dan itu tidak salah. 

Yang tidak benar adalah jika kandidat dimintai uang agar dapat mengisi jabatan itu, karena itu berarti tidak berdasarkan skill yang dibutuhkan. 

Memang hal seperti itu bisa saja terjadi. Ada saja recruiter yang memanfaatkan orang-orang yang membutuhkan pekerjaan. Tetapi untuk kalangan profesional, hal seperti itu bisa dicegah, karena kandidat akan diwawancarai dan ditest berulang kali oleh orang-orang yang berbeda, mulai dari calon pengguna jasa (user), calon atasan langsung, calon atasan tidak langsung, HRD (Human Resource Development). 

Jadi jika praktek jual beli jabatan terjadi di belakang layar, proses recruitment tetap berjalan dengan objektif.

Jika di pemerintahan ada praktek jual beli jabatan, mengapa oknum-oknum yang melakukannya tidak memilih profesi head hunter saja. Uang yang didapat pasti lebih banyak karena jabatan yang dijual tidak hanya satu dua. Meskipun sekarang jaman Artificial Intelligence, kenyataannya kandidat-kandidat berbakat masih tetap dibutuhkan tetapi sulit dicari.

Kepuasan Dalam Bekerja Bukan Karena Jabatan

Pada akhirnya kepuasan batin dalam bekerja bukan didapat dari jabatan atau uang. Namun itu semua kembali ke orang-orangnya.

Menurut saya, uang adalah bentuk penghargaan terhadap ilmu pengetahuan. Jadi semakin sulit ilmunya, orang yang berkecimpung dibidang itu pun akan sulit ditemukan alias langka, maka sudah sewajarnya penghargaan yang berupa uang itu lebih tinggi daripada pekerjaan dimana skillnya lebih mudah didapatkan. 

Makin sulit sebuah pekerjaan, maka pekerja sebaiknya tidak lagi dibiarkan pikirannya bercabang-cabang memikirkan pengeluaran bulanan yang tidak tertutup oleh gaji sebulan :D

Makin tinggi skill seseorang, biasanya egonya juga tinggi. Jika ide-ide dan hasil kerjanya tidak dihargai, uang dan jabatan bukan lagi yang utama. Mengexpresikan diri dengan bebas terkadang lebih penting daripada uang dan jabatan. (VRGultom)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun