Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ragam Budaya Undang-Mengundang Pesta Pernikahan

11 Januari 2020   13:27 Diperbarui: 11 Januari 2020   14:27 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pernikahan adat Mandailing (foto: CNNIndonesia.com)

Apakah mengundang adalah sebuah hak atau kewajiban? Dan apakah menghadiri undangan adalah hak atau kewajiban?

Menurut saya itu semua tergantung adat dan budaya yang berlaku dalam tatanan masyarakat dan tergantung pribadi masing-masing. Mengapa begitu? Karena masing-masing kelompok masyarakat memiliki adat istiadat yang berlaku turun temurun sementara masing-masing pribadi juga memiliki alasan.

Alasan pribadi tentang wajib tidaknya mengundang seseorang bisa karena ada kepentingan, bisa karena hubungan pertemanan, bisa karena orangnya minta diundang dan pengundang menjadi tidak enak kalau tidak mengundang, tergantung tujuan mengundangnya, dll. Sementara alasan pribadi dari pihak yang diundang juga kurang lebih sama.

Siapa Yang Harus Diundang

Dalam budaya Batak, yang saya tahu, ada aturan undang mengundang yang cukup logis dan terstruktur. Tatanan budaya masyarakat Batak yang cukup jelas, menurut saya cukup membantu dalam menentukan siapa saja yang wajib diundang. Walau dalam prakteknya tetap saja rumit, karena dari daftar kelompok yang wajib itu, biasanya jumlahnya tergolong banyak, tetapi setidaknya sudah ada aturannya. Jadi tidak sembarangan undang mengundang.

Mungkin ada yang pernah melihat model undangan orang Batak dimana ada daftar 'pengundang' yang cukup banyak jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat budaya lain. Pengertian sederhananya, semua keluarga dekat akan menjadi pengundang.

Ada lagi budaya China Singapura yang pernah saya tahu. Dibandingkan undangan orang Batak, undangan etnik China di Singapura tergolong sedikit. Cuma orang-orang dekat saja yang diundang.

Pertama kali agak bingung juga ketika mengetahui ada teman sejawat yang akan menikah namun saya tidak diundang, padahal tempat kerja kami juga tidak terlalu besar dan orangnya juga sedikit.

Setelah bergaul lebih luas dan diundang ke beberapa pernikahan teman yang beretnik Chinese, barulah saya mengerti kalau pesta pernikahan yang mereka selenggarakan memang tidak besar-besaran seperti di Indonesia. Orang-orang yang diundang dipilih sesuai kriteria yang saya juga tidak terlalu jelas, namun cuma orang-orang dekat saja dan beberapa teman.

Orang-orang yang diundang diminta konfirmasi kedatangan terlebih dahulu beberapa waktu sebelum hari H, dan jika tidak bisa datang maka alokasi undangan dialihkan ke orang lain yang sebelumnya tidak ada dalam undangan gelombang pertama, begitu seterusnya. Dan jumlah orang pun sesuai dengan undangan. Kalau di Indonesia masih bisa undangan untuk satu keluarga yang jumlahnya tidak jelas berapa orang, kalau pengalaman saya di Singapura, maka jumlah orang yang datang pun dihitung. Mengapa demikian?

Karena para tamu dijamu secara personal, dan ditempatkan per meja. Satu meja sudah didaftarkan untuk berapa orang dan siapa-siapa saja yang akan duduk dalam satu meja dibuat daftarnya, sehingga tamu-tamu tidak lagi memilih untuk duduk dimana.  Maka tidak heran jika pada saat datang, penerima tamu akan menanyakan nama kita untuk mengetahui nomor meja yang sudah diatur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun