Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mau Ekspor atau Tidak, Suka-suka Kita

21 Desember 2019   00:20 Diperbarui: 21 Desember 2019   00:31 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan dan lobsterhttp://harnas.co/ 

Indonesia raja nikel dunia, melarang export bijih nikel yang berpotensi kerugian bagi industri baja Uni Eropa. Indonesia mulai menunjukan taringnya di dunia International. Selama ini, Indonesia yang punya bijin nikel, di export ke negara-negara lain, diolah di negara lain, dan ada banyak yang kembali ke Indonesia sudah dalam bentuk barang jadi yang harganya mahal. Mengapa begitu?

Apakah Indonesia tidak mampu mengolah bijih nikel itu menjadi bentuk lain yang harganya lebih mahal? Kalau memang tidak mampu, daripada mubazir memang sebaiknya diexport saja ke negara lain dan biarkan mereka yang mengolah. Sama seperti sumber daya alam Indonesia yang lainnya, seperti coklat, lobster, teh, kopi, dll.

Namun, apakah jika saat ini Indonesia tidak mampu mengolahnya, maka seterusnya tidak akan mampu? Saya rasa pola pikir seperti itulah yang tidak benar. Bisa saja dulu Indonesia memang tidak mampu mengelola sumber daya alam tersebut, sehingga harus mengexport bijih nikel dan sumber daya alam lainnya (jika ada). Tetapi jika saat ini, Indonesia sudah bisa mengolahnya sendiri, mengapa harus diexport dalam bentuk bijih nikel? 

Bukanlah lebih baik diolah dulu menjadi sesuatu yang dapat dijual dengan harga lebih mahal dan kemudian diexport keluar dengan tulisan "made in Indonesia".

Awal-awal mungkin orang Indonesia sendiri bakal mentertawakan barang made in Indonesia itu, tetapi jika terus-menerus kualitasnya ditingkatkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan menguasai industri baja dunia. Mentertawakan made in negara sendiri itu bukan cuma di Indonesia lho. Dulu boss dan teman-teman saya yang orang Singapura juga pernah mentertawakan 'made in Singapore' yang ternyata ada cacatnya. 

Apa gunanya ada WNI yang diberi beasiswa untuk belajar keluar negeri atau untuk mempelajari sesuatu secara khusus jika ternyata tidak ada hasilnya untuk Indonesia sendiri. Atau mungkin tidak diberi kesempatan untuk mengimplementasikan ilmunya? 

Jika memang Indonesia sudah mampu mengolah bijih Nikel sendiri, ada baiknya export bijih Nikel diberhentikan atau dikurangi dengan komitment pengolahan bijih nikel menjadi sebuah produk yang diakui dunia, yang tentunya akan bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri. 

Bagaimana dengan export benih lobster yang sekarang justru dibuka lagi setelah sempat diberhentikan oleh bu Menteri Susi? Lobster itu mahluk hidup yang berkembang biak dengan bertelur. 

Berarti kecuali lobster dewasa dikebiri, maka dia akan tetap bertelur, yang artinya berkembang biak. Tetapi ternyata proses bertelurnya itu lama juga, 15 bulan. Dan ternyata masih butuh sepuluh sampai sebelas bulan lagi untuk menetas. 

Untuk menjadi lobster dewasa dengan ukuran normal butuh bertahun-tahun lagi, menurut mlcalliance.org tentang reproduction & life cycle lobster. Bayi-bayi lobster tidak banyak yang bertahan hidup karena mereka adalah makanan untuk mahluk laut predator lainnya. Ternyata panjang juga siklus hidup lobster itu. 

Pantas saja kalau ibu Susi tidak setuju benih-benih lobster diambil dan diexport. Logikanya kalau benih-benihnya diambil, bagaimana kelangsungan hidup selanjutnya, sementara untuk menjadi benih saja butuh waktu berbulan-bulan. Tentu saja ekosistem akan terganggu jika benih-benih diambil sebelum tumbuh menjadi lobster dewasa yang dapat bertelur lagi. 

Namun menurut berita, banyak nelayan yang menyelundupkan benih lobster demi mendapatkan uang. Bagaimana jika export benur (benih lobster) ini dibuka kembali? Apakah kira-kira penyelundupan tidak akan terjadi lagi? Belum tentu. 

Kalaupun export benih lobster dibuka secara legal, kalau memang orangnya rakus ya tetap saja akan berusaha mencuri dengan harapan dapat duitnya lebih banyak dibandingkan export lewat jalur resmi. Yang dibutuhkan adalah pengamanan area hidup lobster itu sendiri agar tidak terjadi pencurian dan peningkatan system keamanan agar mempersulit para penyelundup. 

Jika dilihat dari nilai uang, sudah jelas bahwa export lobster jauh lebih menguntungkan dibandingkan export benih lobster, meskipun export benih menghasilkan uang lebih cepat. 

Kalaupun export dengan tujuan mempelajari teknologi budidaya lobster secara instan (artificial breeding), mengapa tidak mulai mempelajari dari sekarang, sambil menunggu bayi-bayi lobster menjadi dewasa. Jika saat ini Vietnam merupakan satu-satunya negara yang mampu membudidayakan benih lobster, apakah tidak ada cara lain untuk mempelajari teknologi itu?

Jika membudidayakan secara alami di laut adalah yang terbaik, mangapa tidak diikuti saja. Katanya menurut data yang dipamerkan bu Susi, export lobster dewasa malah meningkat sejak 2016 berbanding terbalik dengan Vietnam, setelah larangan export benih lobster. Jadi mengapa aturan itu mesti diubah? Apakah ganti menteri selalu berarti ganti aturan? Mau export atau tidak memang suka-suka pihak yang berwenang, tetapi kalau aturan sudah baik mengapa tidak dilanjutkan saja.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun