Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sederhana Itu Bisa Diterima Semua Kalangan

21 November 2019   01:56 Diperbarui: 21 November 2019   23:32 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber photo: pixy.org

Berapa sih sebenarnya penghasilan anggota Polri di Indonesia?

Kalau saya sebagai pekerja IT, masih merasa kekecilan, walaupun masih lebih kalau untuk kehidupan sehari-hari yang biasa-biasa saja. Kalau yang luar biasa seperti gaya hidup mantan bos First Travel, artis yang menantunya keluarga Bakri,  atau para celebriti lain yang nampak hidupnya sangat mewah, ya bisa dibilang penghasilan saya tidak seberapa. 

Mau jalan-jalan mengunjungi pulau-pulau di Indonesia saja, harus menabung dulu beberapa lama, harus mengurangi biaya di beberapa pos dulu, tiket pesawat saja belinya harus setahun sebelumnya supaya murah. Kadang malah harus puas dengan berkeliling Taman Mini Indonesia Indah saja. 

Tetapi yang keliatan oleh orang lain di jaman media sosial ini adalah

Nih orang jalan-jalan melulu, pasti banyak duitnya

Kerjanya melanglang buana terus, pekerjaanya traveler ya?

Dua bulan lalu dia ke Bali, bulan kemarin  ke Penang, bulan ini ke Bandung, banyak uang ya...

Memang benar, butuh uang lebih untuk bisa jalan-jalan keliling Indonesia apalagi keliling dunia. Tetapi uang lebih itu adalah hasil menabung dan usaha pengiritan yang tidak perlu di-expose kepada dunia melalui media sosial. Tetapi itulah budaya yang tidak cuma di Indonesia. Orang lain hanya melihat bagian luarnya saja sementara bagian 'dapur' hanya kita sendiri yang tahu.

Jadi sebenarnya hidup sederhana itu seperti apa? Buat saya hidup sederhana itu adalah hidup apa adanya dengan cara kita sendiri dan tidak terpengaruh dengan gaya hidup orang lain yang berbeda cara dan gaya. Hidup sederhana tidak selalu berarti seperti bos Facebook yang bajunya selalu sama, setiap harinya pakai seragam yang itu-itu lagi. Hidup sederhana tidak selalu berarti selalu naik kendaraan umum kemana-mana, dst. 

Hidup sederhana adalah percaya diri dengan gaya kita sendiri, tampil apa adanya, dan tidak terpengaruh dengan gaya hidup orang lain, tidak ada kepura-puraan dan sandiwara, tidak bersaing secara materi dan penampilan dengan orang lain. 

Tiap orang punya hak untuk hidup dengan caranya sendiri. Jika ada orang senang berpenampilan wah, tidak perlu pusing mencari tahu atau bergosip tentang kemungkinan sumber keuangannya, tidak perlu berpandangan negatif terhadap orang lain yang bergaya hidup berbeda. Kita sendiri ada saat-saat ingin tampil beda, dan pasti tidak suka jika ada orang bergosip tentang kita, apalagi jika gosip itu sampai membentuk opini yang tidak benar.

Lantas bagaimana dengan para pegawai di pemerintahan yang, katanya, penghasilannya tidak cukup untuk sebuah kehidupan yang dianggap mewah tetapi terlihat berpenampilan mewah di medsos? Yah kita tidak tahu apakah dia punya usaha keluarga yang lain, mungkin tiap hari makanya hanya nasi putih dan garam demi 'membeli' kehidupan mewah itu, atau mungkin dia belajar dan berlatih mati-matian untuk menampilkan mewahnya keidupannya di medsos dengan cara edit foto? Siapa tahu..

Tetapi memang sebaiknya tidak perlu pamer gaya hidup mewah di medsos. Medsos memungkinkan kita 'berteman' dengan segala golongan orang yang belum tentu pola pikirnya maju. 

Maksud hati cuma gaya-gayaan berfoto didepan sebuah mobil mewah di pameran mobil di shopping mall, dan iseng upload foto ke medsos, tetapi ternyata foto itu membuat orang yang melihat iri hati, kecil hati karena tidak bisa seperti itu, bahkan ada yang langsung kasak-kusuk menghitung penghasilan kita dan mulai 'menuduh'. Itulah jaman now. 

Kalau dulu, hanya sebatas tetangga, teman kantor, saudara yang kasak-kusuk bergosip karena hanya mereka yang melihat, sekarang dengan maraknya penggunaan media sosial disemua kalangan, se-Indonesia, dari Sabang sampai Merauke bisa lihat. Bahkan saudara sebangsa setanah air yang tinggal di luar negeri pun bisa lihat.

Lantas, kalau memang ada pemberian dari teman yang tergolong 'mewah' dan fotonya tampil di medsos? Sebaiknya barang 'mewah' itu tidak perlu di 'highlight'. Kita bisa mengarahkan pada hal lain yang positif daripada sekedar menunjukan barang dan merknya. Misal kita bisa berbagi cerita tentang kisah persahabatannya, sehingga membuat orang lain yang membaca terinspirasi.   

Efek 'pamer' di media sosial bisa macam-macam. Orang bisa mengira kalau kita memang termasuk golongan 'mewah', jadi biasanya bakal ditawari macam-macam jualan, mulai dari kredit panci sampai kredit barang-barang bermerk. Jika segan menolak, semua tawaran diambil, bisa-bisa terjerat hutang.  

Buat yang punya hutang belum lunas, pamer di media sosial dapat membuat orang yang memberi hutang sakit hati mengira uangnya dipakai untuk hidup mewah sementara pemberi hutang hidupnya biasa-biasa saja.  Ini bisa membuat hubungan rusak.

Banyak kejahatan dunia maya (cyber crime) yang mengincar 'uang'. Pasti yang dipilih adalah para pengguna yang nampak 'wah', karena dianggap punya uang.

Intinya pamer hidup mewah itu ujung-ujungnya bikin susah, apalagi pamer di medsos yang bisa dilihat seluruh dunia. Kalau memang itu apa adanya tidak apa-apa, tetapi jika cuma pura-pura dan sandiwara di medsos, biasanya bakal ada kepura-puraan dan sandiwara lain untuk menutupi keadaan sesungguhnya. 

Untuk para pelayan masyarakat seperti anggota Polri, yang katanya penghasilannya tidak memungkinkan untuk hidup mewah, dapat menggiring opini korupsi, suap, dsj. Bisa jadi opini itu akan men-generalisasi institusi tempatnya bekerja. Apalagi  memang sudah ada stigma masyarakat yang melekat pada institusi Polri dan institusi pemerintahan lain, tentang suap dan korupsi.

Jika kita perhatikan penampilan Presiden kita yang selalu sederhana padahal pasti sanggup berpenampilan mewah, malah membawa suasana yang sederhana juga kepada lingkungan sekitarnya. 

Penampilan sederhana Pak Presiden yang apa adanya dan tidak dibuat-buat, mestinya datang dari gaya hidup sehari-hari yang sederhana juga. Lingkungan sekitar yang tadinya tidak seperti itu, akhirnya mengikuti juga 'teladan' Pak Presiden. Setidaknya itulah yang terlihat oleh masyarakat.

Jadi jika anggota Polri dan pegawai-pegawai institusi lain bergaya hidup sederhana, bukan tidak mungkin akan diikuti oleh masyarakat dan menjadi trend dan akhirnya menjadi budaya. 

Jika hidup sederhana yang apa adanya sudah menjadi budaya, bukan tidak mungkin korupsi akan berkurang. Orang yang sederhana biasanya apa adanya, tidak ada sandiwara. Dan orang sederhana biasanya diterima di semua kalangan.

Hidup sederhana bisa dimulai dari penampilan sederhana. Tidak hanya anggota Polri atau pelayan masyarakat di instansi lain, tetapi kita semua, sebaiknya hidup sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun