Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019

24 Oktober 2019   22:57 Diperbarui: 24 Oktober 2019   23:34 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019. From Ridge to Reef

Raja Ampat, siapa yang tidak tahu? Daerah tujuan wisata yang sedang dikembangkan dan sudah mendunia. Surganya para penyelam dan penikmat alam bawah laut. Bukan hanya itu, kebudayaannya yang unik dan alamnya yang asli sangat menarik bagi para petualang dan traveler 'sejati'.

Meski cukup jauh dan butuh biaya lebih besar dibandingkan dengan traveling ke negara tetangga sebelah sini dan sana seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, saya memberanikan diri membeli paket tour Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019 yang bertemakan "From Ridge to Reef" yang diadakan sebuah tour agent pada tanggal 18-22 oktober yang lalu.

Semakin dekat hari keberangkatan, persiapan pun dilakukan. Cek dan ricek BCA mobile untuk memastikan semuanya sudah aktif dan bisa dipakai.

Namun berhubung tempat yang akan dikunjungi tergolong daerah terpencil, maka saya menyiapkan juga uang cash untuk kira-kira enam hari dengan hitungan agak lebih, karena menurut informasi, di Raja Ampat harga-harga mahal.

Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Siap-siap stand by di bandara sejak pukul 21.00 WIB untuk penerbangan pukul 00.30 hari berikutnya.

Sampai di Papua, kami mengikuti acara pembukaan Festival Pesona Bahari Raja Ampat 2019.

Pengeluaran disini belum terlalu banyak karena semuanya sudah disediakan dan tidak ada waktu bebas untuk pergi-pergi sendiri yang biasanya berarti belanja :D

Namun demikian di tempat pembukaan festival ada pameran produksi local hasil karya penduduk Raja Ampat, sehingga kami mulai mengeluarkan uang untuk membeli produk-produk yang menarik. Semuanya dibayar dengan uang cash. Disana belum ada pembayaran dengan debit card, kredit card, atau type pembayaran jaman now yaitu ovo, gopay dan kawan-kawannya.

Oh ya, banyak wisatawan juga yang 'nyawer' untuk para penyanyi dan penari yang adalah penduduk setempat. Lembar demi lembar diselipkan ke jari-jari para penari dan penyanyi.

ATM dan bank di Raja Ampat tidak terlalu banyak. Saya hanya melihat bank BNI di Pantai Watsai Torang Cinta. Karena itu uang cash sebaiknya diirit-irit. Setelah acara pembukaan festival dan city tour, kami menuju penginapan yang berada di tepian laut, dan jauh dari keramaian alias di hutan. Sudah pasti tidak ada bank dan ATM disini. 

Untungnya makanan, penginapan, tour selama disana, speedboad untuk transportasi antar pulau sudah termasuk dalam paket tour, sehingga kami tidak perlu lagi mengeluarkan uang cash kami.

Nampaknya di sini, di tempat dimana kami akan berada selama hampir satu minggu, konsep generasi simpel kurang bisa diterapkan, mengingat para pelaku bisnis belum terlalu menggunakan fitur-fitur bank yang ada, dan nampaknya mesin ATM dan bank pun masih sangat terbatas disana.

Hari kedua kami mengunjungi sebuah kampung bernama kampung Lopintol, di teluk Mayalibit, dimana kami disambut dengan tari-tarian daerah setempat dan dijamu makanan khas mereka. Anak-anak dan para penari dengan body painting khas Papua banyak menarik perhatian wisatawan.

Rata-rata minta foto bareng dengan mereka. Mereka juga menyediakan hiasan-hiasan kepala dan tubuh khas Papua yang berasal dari bulu cendrawasi dan juga stand untuk photo boot. Kotak donasi disediakan bagi mereka yang meminjam hiasan-hiasan khas daerah tersebut.

Beberapa Mace (sebutan untuk wanita Papua. Sebutan untuk lelaki adalah Pace) juga menjual kalung-kalung dari kayu, kerang, dan bahan-bahan alam lain. Semuanya harus dibayar cash karena mereka tidak menerima pembayaran selain cash. Konsep simpel bagi mereka adalah bayar cash saja.

Namun demikian saya yakin satu saat nanti, merekapun akan bergabung dengan generasi simpel, seiring dengan pembangunan dan berkembangnya wilaya ini menjadi kawasan wisata bertaraf International.

Banyak wisatawan yang memberi uang pada anak-anak yang nampak cantik dan unik serta menggemaskan dengan pakaian adat mereka, dengan rambut keriting khas yang begitu indah. Di Indonesia, hanya mereka yang punya rambut keriting khas seperti itu. Menurut guide lokal kami, jenis rambut penduduk daerah pegunungan dan laut itu berbeda.

Kami melanjutkan wisata alam ke beberapa tempat indah yang sudah dibuka untuk umum. Rupanya ada bank 'berjalan' sehingga kami bisa menukar uang nominal besar ke nominal yang lebih kecil. Namun untuk transaksi lain nampaknya masih belum memungkinkan. Lumayan :)

Kami juga membeli ikan laut segar dan kelapa muda yang menyegarkan selama perjalanan hiking menuju tempat-tempat indah di Papua. Tak terasa persediaan uang cash semakin berkurang dan harus mulai berhemat mengingat sulitnya mendapatkan uang cash di daerah terpencil tempat kami menginap.

Hari terakhir kami kembali ke pantai Watsai Torang Cinta untuk menghadiri acara penutupan Festifal Pesona Bahari Raja Ampat 2019 yang bertemakan from Ridge to Reef. Para pedagang terlihat lebih ramai daripada saat pembukaan festival beberapa hari lalu.

Kebetulan jadwal kami pun sangat mepet dan tidak ada waktu untuk belanja oleh-oleh dan cinderamata dari pulau indah ini, untuk kami bawa pulang sebagai kenang-kenangan. Maka mau tidak mau kami membeli produk-produk yang dijual dalam acara penutupan festival ini.

Tas anyaman penduduk lokal, accesories bertemakan bahan-bahan laut dan kayu, makanan khas lokal seperti abon, kopi, dan roti abon gulung, ikut-ikutan body painting dengan membayar sesuai harga yang ditentukan...dan oh...persediaan uang cash semakin menipis, tapi masih ada yang mau dibeli....batik khas Papua.

Teman-teman wisatawan mulai saling bertanya-tanya, "Dimana ada ATM?"

"Itu ada bank!....tapi ternyata uangnya habis...arghhh....

Karena melihat Mace penjual batik masih berusia muda, saya berharap dia punya rekening bank, sehingga saya bisa bayar dengan cara transfer saja. Akhirnya dengan bujuk rayu, dan kebetulan disebelah Mace adalah orang dari BI yang ikut menjadi sponsor acara festival pesona bahari ini, akhirnya Mace mau kain batiknya dibayar dengan cara transfer.

"Sebentar ya saya liat dulu nomor rekeningnya", kata Mace.

Dalam hati saya berharap, semoga rekeningnya di bank BCA. Agar saya bisa pakai BCA mobile untuk transfer tanpa kartu ATM. Ah dan ternyata dia memang memberikan nomor rekening bank BCA!

Saya pun melakukan transaksi transfer antar rekening sejumlah harga batiknya. Semuanya berjalan mudah, cepat, dan lancar. Ah...untung disini sudah ada generasi simpel sehingga semuanya bisa dibikin simpel.

Terima kasih, BCA! Karena sudah mempermudah hidup sampai ke Raja Ampat di Papua Barat sana. Terima kasih Raja Ampat. Semoga transportasi ke sana pada saatnya akan lebih mudah dan murah agar semua rakyat Indonesia dapat datang berkunjung dan berkenalan dengan saudara-saudara sebangsa setanah air di Raja Ampat dan seluruh Papua. Sampai jumpa lagi Pace, Mace, dan anak-anak Papua calon-calon penerus bangsa, generasi simpel!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun