Suatu hari saya menelepon kantor pajak karena lupa e-FIN. Dan menurut petunjuk yang saya dapat dari website pembayaran pajak online, saya harus meminta E-Fin dengan menghubungi Customer Service.
Maka saya pun menelepon customer service. Ada beberapa pertanyaan untuk validasi data. Dan sampailah pada pertanyaan, "Apa alamat email Anda yang terdaftar di kantor pajak?" dan sayapun menyebutkan email saya dengan 'benar': abc dot def at gmail.com (abc.def@gmail.com). Namun petugas mengatakan email tidak terdaftar. Saya pun merasa heran karena saya sudah mendapatkan reminder untuk pembayaran pajak melalui alamat e-mail tersebut.Â
Namun tetap saya sebutkan email saya yang lain. Tidak terdaftar juga!. Lantas saya katakan bahwa saya tidak punya email yang lain, dan petugas tadi mengatakan email yang terdaftar adalah gmail.Â
Maka saya sebutkan lagi email yang pertama: abc dot def at gmail dot com. Namun tetap tidak terdaftar dan petugas meminta saya untuk memperbaharui data di kantor pajak dimana saya mendaftarkan NPWP. Ah, artinya saya harus pulang kampung untuk memperbaharui data-data pribadi saya di kantor pajak. Padahal batas pembayaran pajak hanya tinggal dua hari lagi dan saya bekerja di Jakarta.
Karena tidak rela pulang kampung hanya untuk memperbaharui data, maka saya memutar otak, apa yang salah. Untunglah otak saya cukup encer :D... Maka saya telpon lagi customer service.Â
Saya tidak tahu apakah petugasnya masih orang yang sama atau tidak. Namun kali ini saya ganti bahasanya. Email saya adalah: abc titik def a keong gmail titik com. Dan...data ditemukan! Terimakasih, saya bisa bayar pajak online tanpa harus pulang kampung untuk memperbaharui data.
Diluar kemungkinan petugas customer servicenya kurang piknik atau kurang dengar, dari kejadian diatas saya terpikir tentang language sensitive. Jika suatu saat nanti pekerjaan customer service digantikan oleh robot dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), berarti harus ada fitur language sensitive yang bisa di on/off. Seperti pada tulisan, ada fitur case sensitive, yaitu pemisahan antara huruf kecil dan besar.
Dalam hal language sensitive, mestinya harus ada pemisahan bahasa. Kita tidak lagi dapat menggunakan bahasa campur-campur Inggris-Indonesia, Belanda-Indonesia, Jerman-Indonesia, dst.
Kecuali ada fitur untuk mematikan setting language sensitive, sehingga system akan mencari semua kemungkinan kata dalam databasenya, dari segala macam bahasa.
Jika setting language sensitive dalam keadaan on, maka user harus memilih bahasa apa yang akan dipakai. Jika bahasa yang dipilih adalah bahasa Indonesia, maka ia hanya akan membaca kamus bahasa Indonesia yang sudah terprogram. Sekali user menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan bahasa pilihannya, misal pilihan bahasa adalah bahasa Indonesia, namun user mengucapkan abc dot def, maka kata dot akan diartikan sebagai dot bayi (mungkin) :D
Maka sangatlah penting menggunakan bahasa dengan benar, jika menggunakan bahasa Indonesia, pakailah bahasa Indonesia yang benar, jangan campur-campur dengan bahasa Inggris atau bahasa asing lain, jangan pula dicampur dengan bahasa Sunda atau bahasa daerah lain. Jadi penting juga belajar bahasa dengan baik dan benar.