Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akun Fiktif Pendaftar Paspor?

22 Januari 2018   01:32 Diperbarui: 22 Januari 2018   04:38 2808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita di kompas 21/01/2018  tentang masyarakat yang berbondong-bondong pergi ke monas untuk membuat passport kilat membuat saya bertanya-tanya, seberapa susahkah membuat passport di Jakarta? Sebegitu banyakkah data yang masuk sampai-sampai mengganggu antrian proses? 

Baca: Banyak Warga Kecewa Tak Dapat Kuota Membuat Paspor di Monas

Sekitar tahun 2003, pertama kali saya membuat passport di Jakarta Selatan, tanpa calo, biasa-biasa saja koq. Yang kata orang lama kalau ngurus sendiri, waktu itu buat saya waktunya normal-normal saja, prosesnya pun singkat saja tidak berbelit-belit. Memang harus datang lagi di hari lain untuk ambil foto. Untuk kondisi saat itu saya pikir wajar pengurusan tidak dapat dilakukan dalam 1 hari. 

Lantas mengapa dari berita tersebut sepertinya susah untuk mengurus passport padahal sudah ada online system yang lebih praktis? Ada apa gerangan?

Mengapa mereka tidak mengisi dan submit form permohonan secara online saja daripada datang ke event, berdesakan-desakan, malah tidak kebagian quota juga. Benar-benar buang-buang waktu dan energi. 

Berita lain membahas tentang permohonan passport fiktif online. Koq bisa? Sudah online tetapi tidak ada 'saringan' untuk membedakan mana data sampah mana data yang layak diproses. 

Kemungkinan-kemungkinan timbulnya data sampah bisa saja dari:

1. Coba-coba

Boleh dong orang coba-coba memasukan data untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya

Cara saya mengetest sebuah sistem yang kurang saya percayai, ya seperti itu. Masukan data sembarangan, submit dan lihat apa yang terjadi. Sistem     tanpa validasi data akan menerima saja data yang masuk tanpa pengecekan. 

2. Banyaknya Permohonan Fiktif

Bagaimana caranya sebuah permohonan pembuatan passport dinyatakan fiktif? Tentunya dari validasi juga. Tetapi mengapa bisa sampai puluhan ribu? Apakah tidak ada validasi awal? Jika 'jenis' data yang benar sudah diketahui cara menyaringnya, seharusnya dari awal permohonan yang masuk bisa ditolak dan tidak perlu dicatat ke database. 

Diberita kompas lain yang sempat saya, katanya diduga permohonan fiktif ini dilakukan oleh calo. 

Baca: Pelaku Kasus 72 Ribu Akun Fiktif Pendaftar Paspor Diduga Para Calo

Boleh juga dong....di Indonesia ini masih banyak lho yang gaptek, yang tidak bisa baca juga masih ada. Jadi jasa pembuatan passport masih diperlukan, sekalipun sudah ada system online-nya. Kalaupun bisa dengan cara datang sendiri ke kantor imigrasi, mungkin tidak ada waktu atau sungkan. Contoh orang dari kampung yang akan membuat passport tapi takut datang ke kantor imigrasi karena ketidak  tahuan. Sebenarnya yang dimaksud calo itu apa? Kalau hanya membantu membuatkan passport dengan jalur resmi saya pikir itu adalah menjual service pembuatan passport. 

Jika yang dimaksud calo itu adalah oknum yang membantu pembuatan passport untuk lebih cepat, dengan cara menyuap petugas, sebaiknya disediakan SOP resmi untuk jalur cepat dan normal. Jalur cepat, bayar lebih banyak namun uang tetap masuk ke kas negara. Jalur normal, bayar normal, waktu proses juga normal, uang juga masuk ke kas negara. 

Jika yang dimaksud praktik calo adalah membuat passport palsu yang langsung jadi, inilah yang harus ditertibkan. Namun dalam sistem online yang resmi, bagaimana bisa ada praktek calo? 

Kalau para 'calo' tersebut membuat akun fiktif dengan email berbeda-beda, jika emailnya fiktif, sistem bisa menandai sebagai data yang tidak perlu diproses. Sistem harus dapat melakukan checking apakah alamat email yang dipakai benar atau tidak, dengan mengirimkan email konfirmasi sejak awal pendaftaran. Jika tidak ada konfirmasi balik, proses permohonan untuk akun yang menggunakan email tersebut tidak perlu diproses.  

3. Data dimasukan secara manual ke database

Praktik ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengerti saja. Mungkin karena sistem error, jadi untuk mempercepat proses, data dimasukan manual langsung ke database tanpa proses validasi data sehingga sangat rentan kesalahan. Namun kemungkinan ini sangat kecil. Kalaupun itu terjadi seharusnya sistem tetap memfilter data mana yang dapat diproses mana yang tidak dan bagian yang salah/error harus segera diperbaiki agar tidak mengganggu kelancaran sistem. 

Jadi saya kira yang harus diselidiki adalah sistemnya. Apakah validasinya sudah benar atau memang tidak ada validasi sama sekali sehingga menimbulkan data sampah? 

Validasi adalah proses pengecekan kualitas data. Contoh di form yang harus diisi ada kolom nama, alamat. Jika isinya hanya satu huruf saja itu bukanlah data yang berkualitas atau memenuhi syarat. Tidak mungkin alamat berisi satu huruf saja. Kolom nama masih mungkin tapi itu pun pasti ada pemisahan Nama depan, nama tengah, dan nama belakang. Jika yang diisi hanya satu kolom dengan satu huruf pula, untuk apa data seperti itu dicatat dalam database, karena sudah pasti tidak benar. Tidak adanya validasi sistem menyebabkan semua data diterima dan dicatat dalam database yang dapat menyebabkan database cepat penuh. 

Kalau dikira-kira secara logika, untuk proses pembuatan passport ini setelah data permohonan dicatat, ada proses lanjutan untuk data checking ke database dinas kependudukan (mengingat sekarang sudah e-ktp), approval, dan cetak passport. Karena banyaknya data dan ada step-step yang harus dilakukan per satu permohonan, karena passport ini sifatnya pribadi, maka terjadilah antrian. Taruhlah untuk membuat satu passport itu 5 menit data checking, 5 menit cek foto, 5 menit approval, 5 menit cetak buku. kalau semua lancar berarti 20 menit untuk sampai cetak buku. Selanjutnya tanda tangan dan pengecekan akhir yang dilakukan diluar sistem. 

Selama proses didalam sistem, berapa banyak passport yang dapat dikerjakan dalam satu waktu bersamaan/paralel. Jika sistem tidak dapat menghandle proses paralel, proses akan menjadi lambat. Satu permohonan harus menunggu permohonan yang lain selesai. Sama seperti proses manual dimana petugas yang mengerjakan hanya satu orang. 

Jika memang ada proses yang harus dikerjakan manual misalkan memastikan foto yang ada adalah benar-benar foto orang tersebut, mengapa tidak dibatasi saja jam operasional sistem untuk menghindari antrian panjang dalam sistem dan untuk memberikan waktu pada sistem komputer dan sistem manual untuk melakukan proses sesuai ketentuan. 

Security juga perlu dicek, apakah database dapat diakses oleh orang luar yang tak berkepentingan. 

Semoga akar permasalahan dapat segera diketahui agar dapat diambil tindakan yang tepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun