Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Harbolnas dan Diskon Abal-abal

12 Desember 2017   23:31 Diperbarui: 13 Desember 2017   14:48 2668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Harvard Business Review

Apakah sebenarnya yang dimaksud diskon abal-abal itu?

Kalau saya baca dari berita dan komentar-komentar konsumen, mereka mengeluhkan diskon yang dianggap abal-abal karena harga sudah di-markup dulu sebelum didiskon atau harga akhir yang dibandingkan dengan harga toko sebelah yang tanpa diskon, ternyata tidak jauh beda walau katanya produk yang dimaksud sudah diskon 50%. Ada pula link diskon palsu menurut berita CNNIndonesia.

Menurut saya, kalau harga di-markup, apakah ada aturannya penjual tidak boleh menaikan harga? Sama saja dengan penjualan offline, penjual berhak menentukan harga jual mereka sendiri, kecuali ada aturan dari pihak berwenang untuk mematok harga suatu barang di antara range harga minimal dan maksimal. 

Lagipula jika harga dibuat murah dalam rangka Harbolnas, dengan menerapkan berbagai macam diskon, apa penjual tidak merugi? Ataukah ada strategyi khusus jauh-jauh hari sehingga penjual tidak merugi jika ingin barangnya dijual dengan harga semurah mungkin dalam rangka Harbolnas?

Menurut saya kuncinya ada pada penyelenggara Harbolnas. Mereka yang harus menggaet sponsor sebanyak-banyaknya agar dapat memberikan diskon kepada pembelinya tanpa merugikan penjual. Misalnya sponsor bank. Diskon sekian persen untuk pembayaran dengan kartu kredit bank X, diskon sekian persen dari penyelenggara e-commerce untuk pembelian minimal sekian. 

Gratis ongkos kirim selama Harbolnas. Bonus dari penyelenggara e-commerce setiap pembelian barang tertentu, dst. Konsumen juga jangan berharap mendapatkan barang murah semurah-murahnya saat berbelanja online. Logikanya penjual juga mengeluarkan biaya produksi, modal usaha walau jualan online tanpa toko. Belum lagi kalau ternyata barang yang dijual itu berasal dari tangan kedua, ketiga, dst. Tentunya akan sulit bagi penjual untuk menekan harga. 

Jika ada aturan harga maksimal dari penyelenggara e-commerce, mereka harus menyiapkan sistemnya untuk dapat mengakomodasi hal ini. Tentunya masing-masing barang dapat berbeda harganya walaupun berada dalam satu kategori. 

Artinya system harus mengakomodasi harga per barang, bukan per kategori, yang artinya mereka harus menyiapkan kode barang untuk masing-masing barang dan memasang range harga, dan penjual harus mencocokkan barang jualannya pada kode barang yang tepat. Dengan demikian penentuan harga barang dapat dipantau untuk mencegah merchant menentukan harga jual seenaknya. 

Jika harga setiap barang sudah terpantau dan berada pada range harga yang wajar, barulah segala macam diskon yang diterapkan akan benar-benar membuat harga menjadi lebih murah dibandingkan hari-hari biasa diluar periode Harbolnas. 

Jadi saya rasa kurang tepat kalau menyalahkan harga yang dinaikkan dulu baru kemudian memberikan diskon. Dalam Harbolnas seharusnya adalah usaha dari para penyelenggara e-commerce untuk menarik sponsor sebanyak-banyaknya sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama diuntungkan atau setidaknya dimudahkan, misal dengan memberikan voucher potongan harga terhadap harga akhir yang ditentukan merchant/penjual. 

Selain itu system e-commerce juga harus benar-benar dipersiapkan, jangan sampai ada bagian-bagian yang belum lolos tes, misalkan diskon pembayaran dari sponsor bank yang seharusnya mengurangi harga pada saat pembayaran, namun ternyata tidak mengurangi karena sistemnya tidak mengakomodir hal itu alias tidak dipersiapkan untuk periode khusus. 

Hal ini tentunya akan merusak kepercayaan konsumen. Berbeda jika kita berbelanja offline, kasir dapat meminta maaf kepada konsumen pada saat itu juga ketika menyadari ada kesalahan. Sementara dalam online sale, kesalahan dirasakan oleh konsumen dan konsumen sendiri yang harus menghubungi pihak e-commerce menyampaikan keluhan atau komplain akibat kesalahan sistem, kemudian menunggu tanggapan. 

Online Customer Service yang standby pun harus dipersiapkan untuk menanggapi dengan tepat, setidaknya menampung dulu keluhan tersebut untuk diteruskan kepada pihak yang bertugas mengaudit suatu kesalahan transaksi, dan tidak perlu memberikan jawaban jika memang tidak dapat mengidentifikasi penyebab kesalahan system. Kesalahan sistem normalnya diidentifikasi oleh orang yang setidaknya dapat membaca log transaksi dari masing-masing user.  

Pihak e-commerce menyediakan sistem dua arah, untuk merchant dan untuk konsumen yang harus dipersiapkan dengan hati-hati. Merchant harus mendapat haknya mengikutsertakan produk-produknya dalam program Harbolnas, menggunakan fitur-fitur yang dipersiapkan khusus untuk event tersebut, dan mendapatkan pembayaran sesuai penjualan barangnya. Jika karena kesalahan system, hak-hak merchant tidak terakomodir, itu juga akan merusak kepercayaan merchant terhadap penyelenggara e-commerce.  

Merchant juga pastinya menginvestasikan waktunya untuk mengunggah gambar barang-barangnya, setup harga-harga dan diskon, sesuai arahan pihak e-commerce, dst. Namun jika semua itu sudah dilakukan tetapi masih ada error yang membuat apa yang mereka lakukan tidak ter-update dalam sistem e-commerce, tentunya hal itu mengecewakan karena membuang-buang waktu mereka.

Kunci sukses Harbolnas ada pada pihak penyelenggara. Jika ada kepanitian dalam hal ini, semestinya pihak panitia memberikan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh pihak e-commerce yang mengikuti event ini, dan juga memastikan kalau sistem e-commerce mereka sudah siap dan sudah melalui uji coba atau tes yang benar.   

Jika ada link diskon palsu tetapi kemudian dilacak tidak ada, mungkin memang linknya sudah dihapus karena memang masih bisa dihapus. Untuk hal-hal seperti ini rasanya tidak dapat dipersoalkan. Kecuali jika setelah pembelian (masuk keranjang) harga berubah atau diskon tidak berlaku, sehingga perhitungan pembayaran berbeda dengan perhitungan yang seharusnya, ini bisa juga kesalahan sistem karena tidak mengunci (lock) transaksi yang sudah terjadi. Mestinya ada batas waktu lock transaksi. 

Jika transaksi belum dibayar juga dalam batas waktu tertentu, maka harga terbaru akan berlaku, namun jika masih dalam batas waktu semestinya harga tetap harga saat memasukan ke keranjang belanja.

Namun jika yang dimaksud adalah diskon palsu yang link ke url yang bukan situs e-commerce peserta harbolnas, itu bukanlah tanggung jawab penyelenggara. Konsumen juga harus teliti, siapa tahu ada pihak-pihak yang memanfaatkan event ini untuk melakukan kecurangan, dengan membuat nama situs yang mirip-mirip entah dengan tujuan apa. 

Semoga dengan makin meningkatnya kegiatan belanja online, konsumen pun semakin smart dalam berbelanja online dan tidak asal memberi label diskon abal-abal atau palsu.  Dan semoga pihak e-commerce dapat menyediakan system yang baik agar dapat meningkatkan kepercayaan merchant dan konsumen dan juga menguntungkan semua pihak.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun