Mohon tunggu...
VRAZA CECILIA AIDA ZAMZAMA
VRAZA CECILIA AIDA ZAMZAMA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga yang menyukai topik feminisme.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Pentingnya Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Meningkatkan Literasi Digital

1 Juni 2023   23:30 Diperbarui: 1 Juni 2023   23:37 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak bisa dipungkiri bahwa filsafat adalah akar dari segala cabang keilmuan dan inovasi. Filsafat. Kata "filsafat" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "cinta akan hikmat" atau "cinta akan pengetahuan" (Adib, 2010: 18). Kemunculan filsafat dipicu oleh beralihnya perubahan pola pikir manusia dari mitosentris (memercayai mitos untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di muka bumi) menjadi logosentris (mengedepankan logika dan ilmu pengetahuan) pada Masa Yunani (Suaedi, 2016: 5). Selain itu, Adib (2010: 18-19) juga menjelaskan dalam bukunya bahwa ada tiga hal yang menjadi alasan mengapa manusia berfilsafat, yaitu rasa keheranan, kesangsian, dan kesadaran manusia akan keterbatasan dunia. Maka dari itu, manusia tergerak untuk berpikir dan mempertanyakan segala hal yang ada di sekeliling mereka. Dengan adanya tradisi berpikir khas filsafat ini, manusia dapat melihat kebenaran sejati tentang sesuatu, sehingga manusia mampu memilih jalan keluar terbaik dari masalah-masalah yang ada.

Jika kita berbicara mengenai filsafat, maka kita harus membicarakan ilmu. Filsafat dan ilmu adalah dua hal yang saling berhubungan. Filsafat adalah suatu pengetahuan dasar yang menggerakkan kehidupan sehari-hari, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis (Adib, 2010: 17). Filsafat ada sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan. Filsafat ada sebelum ilmu pengetahuan dalam arti bahwa semua ilmu di dunia ini bermulai dari tradisi berpikir kefilsafatan. Sedangkan maksud dari filsafat datang sesudah ilmu pengetahuan adalah tradisi berpikir filsafat masih tetap dibutuhkan sesudah ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan. Maka dari itu, dapat dijelaskan bahwa filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang secara khusus mengkaji hakikat ilmu (sebelum) dan segala pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan yang ada dalam hidup manusia (Adib, 2010: 36).

Dalam mengkaji filsafat dari sebuah ilmu, kita perlu memahami dimensi-dimensi filsafat. Dimensi filsafat terdiri atas tiga bidang kajian, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Tiga bidang ini memegang peran penting dalam menjabarkan ilmu pengetahuan. Ontologi adalah ilmu yang mengenai yang ada. Ilmu ini membahas tentang sesuatu yang ada atau kenyataan yang konkret. Epistemologi adalah ilmu yang mengkaji tentang prosedur mendapatkan ilmu dan sumber pengetahuan. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang nilai yang dibawa oleh sebuah ilmu pengetahuan (Adib, 2010: 69-85). 

Bisa dibilang, aksiologi merupakan salah satu cabang filsafat yang paling penting karena di sini dibahas apakah sebuah ilmu dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan manusia, sehingga dari situ dapat dilihat potensi keberlanjutan dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam tulisannya yang mengutip Sumantri (2003), Suaedi (2016: 105) menjelaskan bahwa ilmu sudah seharusnya memiliki nilai guna bagi penerimanya. Ilmu memang sudah seharusnya bertujuan untuk menciptakan hal baik bagi manusia tanpa mengintervensi hakikat kemanusiaan. Maka dari itu, dalam mengonstruksi sebuah ilmu pengetahuan, diperlukan sebuah pemahaman yang tidak berhenti hanya pada sebatas ilmu pengetahuan sebagai sains. Ilmuwan juga harus memahami sisi manusiawi dan konteks-konteks sosial yang terjadi di sekitar si pembuat ilmu. Pemahaman ilmu yang dibatasi sebagai sains saja akan berefek pada ketidakpekaan ilmu terhadap konteks sosial yang melingkupi penerimanya, yang nantinya akan mengakibatkan manfaat-manfaat ilmu tersebut menjadi tidak tepat sasaran.

Tidak hanya ilmu pengetahuan, teknologi juga tidak luput dari pembahasan aksiologi. Salah satu teknologi yang signifikan dalam hidup manusia sekarang adalah internet. Internet memberi manusia akses untuk melakukan literasi secara daring. Secara aksiologis, ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan bahwa teknologi yang diciptakan tersebut tidak membawa keburukan bagi manusia (Suaedi, 2016: 105). Harus dipertanyakan lebih lanjut mengenai untuk apa sebenarnya teknologi ini diciptakan supaya dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan ancaman bagi kemaslahatan umat manusia.

Hal ini memiliki kaitan dengan Ilmu Hubungan Internasional (HI). Tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran seluruh cabang ilmu saat ini dipengaruhi oleh internet. Kini, alat-alat dan buku penunjang pembelajaran sudah berbasis digital. Ilmu HI tidak dikecualikan dari pembahasan ini. Ilmu HI adalah ilmu yang penuh dinamika; setiap hari, berlangsung banyak kejadian yang dapat dijadikan bahan pembelajaran HI. Kejadian-kejadian tersebut didokumentasikan dalam bentuk artikel berita atau jurnal, yang nantinya akan terbit di media massa elektronik. Di sinilah peran aksiologi filsafat ilmu diperlukan. Dengan maraknya berita palsu (hoax) dan misinformasi di internet, para pembelajar HI perlu mengingat kembali tentang nilai dan bagaimana nilai itu dibutuhkan untuk mencari mana informasi yang benar.

Selain itu, aksiologi juga membawahi pengajaran mengenai etika. Hal ini juga berperan penting dalam kehidupan akademis pembelajar HI. Dalam menempuh studi, pembelajar HI perlu berpegang teguh pada etika, terutama etika akademik. Contohnya, etika akademik menekankan bahwa pembelajar HI tidak boleh melakukan plagiasi terhadap karya orang lain. Etika semacam itu merupakan salah satu contoh dari cakupan bahasan aksiologi filsafat ilmu.

Oleh karena itu, penting bagi manusia secara umum untuk mempelajari filsafat ilmu. Selain bermanfaat untuk memperluas wawasan, filsafat ilmu---terutama kajian mengenai aksiologi---juga mengajarkan untuk bersikap etis dan berpegang teguh pada nilai sebelum memproses sebuah ilmu.

Referensi:

Adib, M. (2010). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun