Sementara itu, pengusaha menghadapi tantangan tersendiri. Ketidakpastian regulasi bisa menimbulkan kekhawatiran terkait peningkatan biaya operasional dan beban administratif. Beberapa pengusaha bahkan mengkhawatirkan bahwa perubahan ini dapat membatasi fleksibilitas mereka dalam merekrut tenaga kerja atau mempekerjakan TKAÂ yang mereka anggap memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Arah Perubahan yang Diharapkan oleh Buruh: Apa Saja yang Masih Perlu Diperbaiki?
Meski beberapa aspek dalam UU Cipta Kerja mengalami perbaikan, ada beberapa bagian yang masih perlu diperjelas dan diperbaiki guna memastikan perlindungan yang optimal bagi buruh. Berikut beberapa poin yang diharapkan dapat diperbaiki dalam regulasi ini:
- Tenaga Kerja Asing (TKA):
- Pembatasan TKA telah disorot dalam putusan MK, namun masih perlu ada penjelasan lebih lanjut mengenai posisi atau jabatan tertentu yang dapat dipegang oleh TKA. Kompetensi TKAÂ yang dipekerjakan di Indonesia juga harus sesuai dengan kebutuhan yang memang tidak bisa dipenuhi oleh pekerja lokal.
- Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT):
- Jangka waktu PKWT perlu diatur dengan lebih tegas. Saat ini, tidak ada batas maksimum yang jelas terkait lamanya kontrak PKWT, sehingga rentan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menghindari status pekerja tetap. Pembatasan waktu PKWT akan memberikan kejelasan bagi buruh dan memperbaiki stabilitas kerja mereka.
- Outsourcing:
- Ketentuan mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihkan melalui outsourcing perlu diperjelas. Saat ini, pekerja outsourcing berada dalam ketidakpastian terkait hak-hak mereka. Dengan adanya batasan jenis pekerjaan tertentu, hak-hak pekerja outsourcing dapat lebih terlindungi.
- Upah:
- Kembali pada konsep "penghidupan yang layak" dalam penentuan upah merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa upah minimum benar-benar dapat mencukupi kebutuhan dasar buruh dan keluarganya.
- Pemutusan Hubungan Kerja (PHK):
- Proses PHK perlu lebih transparan, dengan adanya musyawarah bersama serikat pekerja untuk memastikan bahwa keputusan PHK tidak hanya berdasarkan kepentingan sepihak perusahaan.
- Waktu Kerja dan Istirahat:
- Regulasi waktu kerja dan istirahat perlu lebih diperhatikan agar tidak membebani pekerja dengan jam kerja berlebihan. Penetapan waktu istirahat yang cukup menjadi penting untuk menjaga produktivitas dan kesehatan pekerja dalam jangka panjang.
Statistik dan Dampak Sosial Ekonomi
Sejak disahkannya UU Cipta Kerja, beberapa survei menunjukkan adanya peningkatan ketidakpuasan di kalangan buruh. Menurut survei dari lembaga ketenagakerjaan, sekitar 60% buruh mengungkapkan kekhawatiran terkait ketidakpastian status pekerjaan mereka, terutama pekerja outsourcing dan PKWT. Selain itu, sekitar 45% buruh merasa upah minimum di daerah mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup layak.
Kesimpulan: Jalan Panjang Menuju Keseimbangan
Putusan MK terkait UU Cipta Kerja ini menjadi titik awal dari reformasi ketenagakerjaan yang lebih inklusif di Indonesia. Meski begitu, implementasinya tetap memerlukan pengawasan ketat agar perlindungan buruh benar-benar berjalan sesuai dengan harapan. Pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja perlu bekerja sama untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara perlindungan hak buruh dan kebutuhan investasi.
Dengan adanya dialog terbuka dan upaya berkelanjutan dalam menyempurnakan UU Cipta Kerja, ada harapan bahwa dunia ketenagakerjaan Indonesia akan berkembang menjadi lebih adil dan seimbang. Ini bukan hanya soal memenangkan hak buruh atau menjaga iklim investasi, tetapi bagaimana kedua kepentingan ini bisa saling mendukung demi masa depan tenaga kerja dan ekonomi Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H