Mohon tunggu...
Syinchan Journal
Syinchan Journal Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Pemikir bebas yang punya kendali atas pikirannya

Begitu kau memahami kekuatan kata katamu, kamu tidak akan mengatakan apapun begitu saja. Begitu kau memahami kekuatan pikiranmu, kamu tidak akan memikirkan apapun begitu saja. Ketahuilah Nilaimu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengidentifikasi Stress Language untuk Mengatasi Lonely Marriage

30 Oktober 2024   01:05 Diperbarui: 30 Oktober 2024   01:17 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
funny couple (freepik.com/freepik)

"Communication is the key to a healthy marriage. When we understand each other's stress language, we can build deeper connections." — John Gottman 

"Komunikasi adalah kunci pernikahan yang sehat. Ketika kita memahami bahasa stres satu sama lain, kita dapat membangun hubungan yang lebih dalam." — John Gottman

Pernikahan seharusnya menjadi pelabuhan tempat kita menemukan dukungan dan cinta. Namun, tidak jarang, kita menemukan diri kita terjebak dalam kesepian meskipun berbagi hidup dengan seseorang. Salah satu penyebab utama dari pernikahan yang sepi ini adalah ketidakmampuan kita untuk berkomunikasi secara efektif tentang stres yang kita alami. Di sinilah pentingnya memahami stress language—bahasa yang kita gunakan untuk mengekspresikan dan merespons stres—dalam mengatasi masalah ini.

Memahami Stres Language

Setiap orang memiliki cara unik untuk merespons stres, yang sering kali mencerminkan kepribadian dan pengalaman hidup mereka. Dalam konteks pernikahan, mengenali jenis-jenis bahasa stres ini dapat membantu pasangan untuk memahami satu sama lain lebih baik dan mengurangi rasa kesepian.

Ada lima jenis bahasa stres yang umum: The Exploder, The Imploder, The Fixer, The Denier, dan The Number. Mari kita telaah satu per satu.

1. The Exploder

Tipe exploder cenderung langsung bereaksi ketika menghadapi situasi menegangkan. Mereka mungkin marah, berteriak, atau menyalahkan pasangannya ketika mengalami stres. Jika Anda atau pasangan sering terlibat dalam perdebatan sengit atau ledakan emosi, itu bisa jadi tanda bahwa salah satu dari kalian beroperasi dalam mode exploder.

Cara Mengatasi: Komunikasi adalah kunci. Cobalah untuk menetapkan waktu untuk berbicara dengan tenang, di mana kalian berdua bisa berbagi perasaan tanpa gangguan. Menggunakan teknik pernapasan dalam sebelum berdiskusi dapat membantu menenangkan emosi.

2. The Imploder

Berbeda dengan exploder, imploder cenderung memendam emosinya. Mereka mungkin merasa tidak berdaya atau putus asa dan enggan menunjukkan perasaan mereka. Hal ini sering kali mengarah pada akumulasi stres yang tidak teratasi, membuat mereka merasa semakin terasing.

Cara Mengatasi: Doronglah pasangan Anda untuk berbicara. Ciptakan suasana yang aman dan tidak menghakimi, agar mereka merasa nyaman untuk berbagi perasaan mereka. Pertanyaan terbuka seperti "Apa yang kamu rasakan saat ini?" dapat membantu memulai percakapan.

3. The Fixer

Fixer adalah orang-orang yang fokus pada solusi. Saat menghadapi stres, mereka langsung mencari cara untuk memperbaiki situasi. Namun, terkadang fokus yang berlebihan pada solusi ini dapat membuat mereka mengabaikan aspek emosional dalam hubungan.

Cara Mengatasi: Sebelum menawarkan solusi, tanyakan terlebih dahulu kepada pasangan Anda tentang apa yang mereka rasakan. Tawarkan dukungan emosional dan pastikan bahwa mereka merasa didengar. Ini dapat membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat.

4. The Denier

Denier adalah orang yang menghindari stres dengan berusaha menemukan sisi positif dari setiap situasi. Meskipun positif, sikap ini dapat menjadi berbahaya jika membuat mereka tidak mau mengakui masalah yang ada.

Cara Mengatasi: Ajak pasangan untuk mengakui kenyataan tanpa menghakimi. Diskusikan perasaan dan tantangan dengan jujur. Menghadapi masalah secara langsung, alih-alih menghindarinya, dapat membantu menciptakan hubungan yang lebih sehat.

5. The Number

Number berusaha untuk mati rasa terhadap perasaan stres. Mereka mungkin tampak baik-baik saja di luar, tetapi sebenarnya merasa tertekan di dalam. Beberapa mungkin bahkan mengalihkan stres ke perilaku yang merugikan, seperti kecanduan alkohol atau media sosial.

Cara Mengatasi: Ciptakan waktu berkualitas untuk terhubung secara emosional. Dorong pasangan untuk berbagi tentang perasaan mereka, dan tawarkan ruang untuk mendiskusikan stres tanpa tekanan. Penting untuk memberi mereka dukungan yang mereka butuhkan.

Statistik dan Informasi Terkait Stres dalam Pernikahan

Pernikahan di Indonesia, seperti di banyak negara lain, sering kali menghadapi tantangan yang berkaitan dengan stres. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat perceraian di Indonesia meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, sekitar 5% dari total pernikahan berakhir dengan perceraian, dan angka ini terus meningkat. Salah satu penyebab utama perceraian adalah komunikasi yang buruk dan ketidakmampuan untuk mengatasi stres dalam hubungan.

Penelitian oleh John Gottman, seorang psikolog terkenal dalam studi pernikahan, menunjukkan bahwa pasangan yang dapat berkomunikasi dengan baik tentang perasaan dan stres mereka memiliki kemungkinan 70% lebih tinggi untuk tetap bersama dalam jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang baik adalah fondasi penting dalam menjaga keharmonisan pernikahan.

Dampak Stres pada Kesehatan Mental dan Fisik

Stres yang berkepanjangan dapat memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Menurut American Psychological Association, stres yang tidak dikelola dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan, yang berdampak pada hubungan pernikahan. Di Indonesia, stigma terhadap kesehatan mental sering kali menghalangi pasangan untuk mencari bantuan.

Selain itu, stres juga dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik, seperti hipertensi dan gangguan tidur, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kualitas hubungan. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosional dari pasangan dapat mengurangi dampak negatif stres. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Health Psychology menemukan bahwa individu yang merasa didukung oleh pasangan mereka lebih mampu menghadapi stres dan lebih sedikit mengalami gejala depresi.

Kunci Komunikasi Sehat dalam Pernikahan 

  1. Komunikasi Terbuka: Ciptakan suasana yang aman untuk berbicara tentang perasaan tanpa rasa takut dihakimi. Komunikasi yang jujur dan terbuka adalah fondasi dari hubungan yang sehat.

  2. Keterlibatan Emosional: Luangkan waktu untuk mendengarkan dan memahami perasaan pasangan. Tanyakan apa yang mereka rasakan dan bagaimana Anda dapat membantu. Terkadang, hanya mendengarkan dapat membuat perbedaan besar.

  3. Bantuan Profesional: Jika Anda merasa kesulitan untuk mengatasi stres dalam pernikahan, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang konselor atau terapis. Menurut American Association for Marriage and Family Therapy, sekitar 75% pasangan yang menjalani terapi pernikahan melaporkan perbaikan dalam hubungan mereka.

Pernikahan tidak selalu mudah, dan kadang kita menemukan diri kita terjebak dalam kesepian meskipun berbagi hidup dengan seseorang. Namun, dengan memahami dan mengidentifikasi jenis bahasa stres yang muncul dalam hubungan, kita dapat mulai mengatasi masalah ini dengan lebih efektif. Meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental dan pentingnya komunikasi dalam pernikahan dapat membantu pasangan mengatasi stres dengan lebih baik.

Dengan data dan informasi yang akurat, pasangan dapat lebih siap untuk menghadapi tantangan yang muncul dan membangun koneksi yang lebih kuat. Jika diperlukan, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional untuk mendukung perjalanan Anda dalam mengatasi kesepian dan stres dalam pernikahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun