Dunia kerja modern tak lagi semata-mata tentang keterampilan dan pengalaman; faktor lain seperti koneksi keluarga dan batasan usia kini mempengaruhi peluang seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Fenomena "nepobaby" dan kebijakan batasan usia semakin menjadi sorotan, terutama di kalangan pencari kerja yang merasa sulit bersaing dalam lingkungan yang tidak sepenuhnya adil. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang bagaimana kedua faktor ini memengaruhi pasar kerja dan kesempatan karier, khususnya di era yang semakin kompetitif dan otomatis.
Fenomena Nepobaby: Privilege atau Penghalang?
Istilah nepobaby menjadi viral sebagai sebutan untuk individu yang mendapatkan keuntungan dalam karier karena koneksi keluarga atau kedekatan dengan orang-orang berpengaruh. Istilah ini pertama kali populer di industri hiburan, namun kini merambah ke dunia profesional secara umum. Banyak orang, terutama generasi muda, melihat fenomena ini sebagai salah satu faktor penghambat dalam mencapai kesuksesan karier mereka.
Nepotisme dalam dunia kerja memang bukan hal baru. Menurut data yang dikumpulkan oleh Harvard Business Review, sekitar 22% pekerja mengaku mendapatkan pekerjaan melalui hubungan pribadi atau keluarga. Hal ini jelas menimbulkan masalah bagi para pencari kerja yang tidak memiliki jaringan serupa. Ketika koneksi mendominasi, keterampilan dan pengalaman seseorang bisa saja diabaikan, dan hal ini menciptakan ketidakadilan struktural di pasar kerja.
Batasan Usia: Diskriminasi Tersembunyi?
Selain nepobaby, ada pula kebijakan batasan usia yang diterapkan oleh beberapa perusahaan. Meskipun diskriminasi usia secara terang-terangan dilarang di banyak negara, praktik terselubung ini masih sering terjadi, terutama di sektor yang membutuhkan tenaga kerja muda dan dinamis. Batasan usia ini sering kali diterapkan secara informal dan memengaruhi pelamar di kedua ujung spektrum usia---baik yang terlalu muda maupun yang dianggap "terlalu tua".
Di Indonesia, fenomena batasan usia sudah menjadi rahasia umum. Banyak lowongan pekerjaan secara eksplisit menyebutkan batas usia maksimum, biasanya 30 atau 35 tahun. Hal ini menimbulkan dilema bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun, meskipun memiliki pengalaman yang luas. Sebaliknya, pekerja muda seringkali diremehkan atau bahkan ditolak karena dianggap kurang memiliki pengalaman hidup.
Dampak pada Gen-Z dan Milenial
Generasi muda, khususnya Gen-Z dan Milenial, merasakan dampak terbesar dari kedua fenomena ini. Mereka adalah generasi yang dihadapkan pada realitas dunia kerja yang sangat kompetitif, dengan sedikit ruang untuk kesalahan. Di satu sisi, mereka harus bersaing dengan sesama generasi muda yang juga memiliki keterampilan tinggi. Di sisi lain, mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa tanpa "koneksi," peluang mereka mungkin lebih kecil dibandingkan mereka yang memiliki latar belakang keluarga berpengaruh.
Sebuah studi dari Economic Policy Institute menunjukkan bahwa pekerja muda (di bawah 35 tahun) menghadapi pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain, dengan faktor nepotisme sering kali menjadi salah satu penyebab. Selain itu, survei di LinkedIn menemukan bahwa sekitar 35% pekerja muda merasa terhalang oleh batasan usia ketika melamar pekerjaan.
Nepotisme vs Meritokrasi: Di Mana Solusinya?
Di tengah persaingan ketat, banyak yang mulai bertanya-tanya, apakah meritokrasi masih berlaku di dunia kerja modern? Meritokrasi---konsep di mana seseorang dinilai berdasarkan keterampilan dan prestasi---saat ini tampak tergerus oleh pengaruh koneksi keluarga dan kebijakan yang tidak adil. Sementara itu, batasan usia menghambat kebebasan untuk bersaing secara setara, memisahkan antara mereka yang "cukup muda" untuk berpartisipasi dalam pasar kerja dan mereka yang tidak.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah memperluas jaringan sosial secara mandiri. Meskipun tidak semua orang memiliki koneksi keluarga yang kuat, membangun jaringan profesional melalui organisasi, kursus, atau media sosial seperti LinkedIn dapat membantu menyeimbangkan kondisi. Bagi perusahaan, kebijakan perekrutan yang lebih inklusif dan transparan perlu diterapkan untuk menghindari diskriminasi usia dan memberikan kesempatan yang lebih adil kepada semua kandidat.
Batasan Usia dan Tantangan Dunia Kerja Otomatis
Selain tantangan yang disebabkan oleh nepobaby dan diskriminasi usia, kemajuan teknologi juga memperburuk masalah ini. Dalam banyak kasus, perusahaan lebih memilih tenaga kerja yang lebih muda karena mereka dianggap lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi. Namun, ini tidak berarti pekerja berusia lebih tua tidak memiliki nilai. Mereka membawa pengalaman, pengetahuan industri, dan keterampilan interpersonal yang sering kali tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sebagai contoh, data dari World Economic Forum menunjukkan bahwa pekerja di atas usia 40 tahun, meskipun kadang tertinggal dalam penggunaan teknologi baru, cenderung memiliki tingkat keterlibatan dan retensi yang lebih tinggi di tempat kerja. Ini menjadi alasan penting mengapa perusahaan seharusnya lebih terbuka dalam merekrut karyawan lintas usia.
Kesimpulan
Fenomena nepobaby dan batasan usia menunjukkan adanya tantangan besar yang dihadapi oleh pekerja modern, terutama mereka yang tidak memiliki koneksi kuat atau yang dianggap terlalu muda atau tua untuk bersaing. Meskipun masalah ini tidak mudah untuk diatasi, penting bagi kita semua untuk mendorong kebijakan kerja yang lebih inklusif dan adil. Pada saat yang sama, individu harus proaktif dalam membangun jaringan profesional mereka sendiri dan terus meningkatkan keterampilan untuk tetap relevan di pasar kerja yang selalu berubah.
Nepotisme dan batasan usia seharusnya bukanlah penghalang bagi siapa pun untuk mengembangkan karier mereka, dan dengan perubahan yang tepat, kita dapat menciptakan dunia kerja yang lebih adil dan seimbang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H