Mohon tunggu...
Syuhada Surya Wicaksono
Syuhada Surya Wicaksono Mohon Tunggu... -

Apalah yang lebih indah selain dari idea, keseimbangan dan kebahagiaan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hamil di Luar Nikah, Salah Siapa?

28 Januari 2016   21:16 Diperbarui: 28 Januari 2016   21:38 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berawal dari berita ini.. 

Dalam setahun 976 pelajar Yogyakarta hamil di luar nikah

Tergelitik rasanya untuk membedah fenomena ini. Mengapa fokus solusinya pendidikan kesehatan reproduksi?

Oke, tidak bisa dipungkiri, Pendidikan kesehatan reproduksi memang penting. Agar remaja menjadi tahu tentang bagaimana cara untuk menghindari atau meminimalisir resiko penyakit menular seksual, bahaya dari kehamilan dini dan atau ancaman psikis apabila seseorang mengalami masalah biologis akibat sex yang tidak aman. Tapi sebenarnya yang harus digarisbawahi, kapan pengetahuan pendidikan reproduksi ini menjadi berguna untuk mereka?

Jawabannya adalah pada saat mereka berkeluarga nanti.

Lalu saat mereka belum menikah? bagaimana?

Fokusnya bukan lagi pendidikan tentang seks atau kesehatan dalam bereproduksi. Bukankah seharusnya justru ke pendidikan mental dan moral? Mengapa kita harus menjadi begitu permissiv? Bukankah justru berbahaya apabila pola pikir ini dibiarkan. Yaitu pola pikir untuk mengatasi gejala tetapi tidak menyelesaikan penyebab utamanya?

Satu hal yang menjadi fokus perhatian saya adalah pendidikan di keluarga batih/inti.

Orangtua dewasa ini, banyak yang mulai menyerahkan secara penuh pendidikan putra-putrinyanya ke institusi resmi. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah, hanya saja, bukankah Orangtua harus menyadari bahwa pendidikan yang utama, diantaranya pendidikan mental, moral dan budi pekerti itu ada di keluarga batih. Siapa itu keluarga batih: Ayah, Ibu dan anak-anaknya. Bukan Kakek, Nenek, Mertua, Om, Tante apalagi guru di sekolah atau tempat les putra-putrinya.

Mengapa demikian?

Pertama, karena pengawasan institusi resmi itu terbatas. Terbatas paling tidak dari segi waktu dan kekuasaannya. Berbeda dengan pendidikan keluarga batih. Relatif tak terbatas, yang membatasi mungkin hanya Undang-Undang Pidana dan Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun