Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa budaya belis tidak menjadi sumber ketimpangan sosial dan ekonomi, perlu ada pembaruan atau penyesuaian dalam cara praktik ini diterapkan. Penyuluhan dan pemahaman tentang pentingnya kesejahteraan pasangan dalam pernikahan harus diperkenalkan, serta pentingnya keseimbangan dalam memberikan penghargaan melalui belis.
Budaya belis di NTT adalah tradisi yang penuh makna dan penghormatan, namun di balik kemegahan pernikahan tersebut, ada tantangan sosial dan ekonomi yang perlu diperhatikan. Menjadi "raja dan ratu sehari" dalam pernikahan tidak selalu diikuti dengan kehidupan yang setara setelahnya. Banyak pria yang merasa terbebani dengan cicilan belis yang mereka harus bayar, yang mengarah pada status ekonomi yang lebih rendah dan tekanan sosial yang besar.
Penting untuk menyadari bahwa meskipun tradisi belis merupakan warisan budaya yang patut dihormati, perlu adanya reformasi agar tidak menciptakan ketimpangan sosial dan beban yang berlebihan bagi keluarga pengantin pria. Sebagai masyarakat yang terus berkembang, kita harus menemukan cara untuk menghargai tradisi tanpa mengorbankan kesejahteraan individu dalam proses tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H