Mohon tunggu...
Voril Marpap
Voril Marpap Mohon Tunggu... Karyawan Honorer Pemda KOta Baubau -

Pemuda sederhana, Baik hati dan Tidak sombong

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

MIS Nafi'U Buton, Butuh Sentuhan Pemerintah

30 Juli 2015   11:15 Diperbarui: 13 Agustus 2015   19:31 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulai saat itu, Amrun semakin semangat dan bertekad untuk mengembangkan Madrasah Ibtidaiyah Nafi’u. Satu hal yang menjadi penguat rasa optimisme disini adaah kalau ketua yayasan tidak memberi honor, maka guru-guru akan menuntutdan berhenti mengajar tetapi disini, situasi tersebut terbalik, walaupun tanpa adanya honor,guru-guru di MIS Nafi’u akan tetap terus mengajar, Alasannya adalah mereka paham betul tentang kondisi masyarakat di pedalaman Wa Pe’u, “ kondisi masyarakatnya, kalaupun mungkin satu hari mereka makan nasi, makan ikan baru kita mau bebani lagi masyarakt dengan biaya pendidikan, guru-guru tidak sanggup menerimannya, “ Kenang amrun sambil menambahkan hanya kesedian dan air mata sebagai penghapus segala derita.

[caption caption="Dari Dinding Sekolah"]

[/caption]

Tanpa sadar, Amrun dengan menitihkan air matanya, pun mengisahkan perjalanan hidupnya sejak dari tanah kelahirannyadi Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat, hingga ia terdampar di Pulau Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Ia terlahir di Selaweh 38 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 31 Desember 1977.dirinyabukan berasal dari keluarga berada melainkan berasal dari keluarga yang tidak berada “ ketika saya melihat keluarga saya, kami 7 orang bersauara, dari kecil saya sudah ditinggal bapaksaya merantau di Malaysia, yang menghidupi kami sekaluarga adalah hasil dari kerajinan tangan membuat topi petani, “ kenang Amrun sambil menambahkan, hanya satu yang mampu membuat dirinya keluar dari masalah kemiskinan yaitu melalui pendidikan, oleh karenanya ia menegaskan bahwa pendidikan itu sangatlah penting demi masa depan yang lebih baik.

Kemudian Amrun bercerita tentang awal mula dirinya terdampar di Pulau Buton, dirinyamengisahkan sejarah perjuangannya di tanah Buton, “ ketika saya mempuh pendidikan dipondok pesantren nahdatul waton, saat itu saya mengikuti kegiatan safari ramadhan di kendari, hingga akhirya saya mengetahui dari dekat Propinsi Sulawesi Tenggara, “ ujarnya. Akhirya lanjut Amrun, ia melakukan shalat istiqarah memohon petunjuk sekiranya diberikan kemudahan dalam menentukan pilihan hidup nantinya. “ Saat itu, bekal saya hanya 150.000 rupiah, ketika saya beli tiket, uang nya hanya cukup untuk sampai di Kota Baubau, dan akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjuangan di Kota Baubau, “ kenangnya.

[caption caption="Walau rusak tp tetap semangat belajar"]

[/caption]

Dikota Baubau ia melanjutkan study di Universitas Dayanu Ikhsanuddin jurusan Administrasi Negara dan tinggal dikediamannya Pak Aziz yang juga pengurus masjid raya Kota Baubau. Dirinya mengaku bahwa Pak Azis merupakan salah satu inspirator didalam kehidupannnya, satu hal yang tidak pernah ia lupakan dari pak Azis adalah tekadnya yang kuat pada saat merehabilitasi masjid raya Kota Baubau, “ ketika itu beliau beliau berkata, kalau ada uang kita membangun jangankan kita biar anak sd bisa membangun, yang jadi persoalan sesungguhnya aadalah bagaimana kita membangun sesuatu dari tidak ada menjadi ada itulah prestasi, maka itulah yag menajdi inspiraasi saya dalam mewujudkan pembangunan MIS Nafi’u dari tidak ada menjadi ada dan alhamdulilah Allah SWT memudahkan semuanya, “ katanya.

Saat ini Amrun tinggal bersama istri dan 4 orang anaknya di Desa Lasalimu, Kecamatan Lasalimu Selatan, kabupaten Buton, ia juga tercatat sebagai guru honorer di MTS Lasalimu, alur kehidupan yang dijalani sungguh penuh dengan perjuangan, yakni kewajiban menafkahi keluarga serta tantangan untuk membangun sebuah madrasah di pedalaman Wa Pe’u. Sebagai guru honor penghasilan yang diperoleh Amrun tidaklah seberapa ketika itu, ia harus berhadapan dengan bagaimana sulitnya membagi penghasilan antara memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan sekolah, “tetapi alhamdulilah semua dapat dilalui dengan baik berkat rezeki dari Allah SWT, “ ujarnya.

[caption caption="Semangat Anak-anak"]

[/caption]

Dalam upaya menghadirkan Mis Nafi’u dari tidak ada menjadi ada, bukanlah hal yang mudah. Karena dirinya harus berhadapan dengan cibiran dan hinaan dari masyrakat setempat yang sangat menguras emosi. “ Dulu banyak orang yang mengatakan bahwa madrasah kami ini ilegal, sehingga orang tua salah seorang guru saat itu menangis karena tidak sanggup menahan tekanan dari luar, “ ujarnya sambil menambahkan dengan hinaan dan cibiran tersebut diriya menjadi semakin termotivasasi untuk memperkuat tegagaknya tiang penyangga Mis Nafi’u.

“Seandainya orang itu memberikan saya uang lalu disuruh membuat sekolah, itu merupakan beban moral yang sangat luar biasa karena saya malu kalau apa yang menjadi harapannya itu tidak kesampaian tetapi jika dihina dan tidak diberi apa-apa itulah yang membuat saya semakin meningkatkan kekuatan demi mewujudkan madrasah ini, “ Kenang Amrun yang juga telah mengambil akta IV agar dapat menjadi guru lalu mengajar. Kemudian lanjut ia, mengatakan “ sesungguhnya orang-orang di pedalaman Wa Peu orangnya cerdas-cerdas karena rata-tara yang selalu berprestasi di MIN 1 Buton itu, rata-rata dari sana, “ ujarnya.

[caption caption="Tetap Semangat Bu Guru"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun