Saat kita SMP, kita tidak sabar untuk memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA namun ternyata kehidupan SMA tidak seindah yang digambarkan di film-film. Tantangan pertama muncul ketika kita hendak memilih jurusan kita, apakah IPA, IPS, atau Bahasa. Hal ini menjadi lebih menantang ketika kita tidak mengetahui kemampuan, minat, serta bakat kita dan kemudian muncul paksaan atau tekanan dari orang terdekat untuk memilih suatu jurusan tersebut. Saat kita SMA pun kita berharap bahwa dengan menjadi mahasiswa tingkat tinggi kita memiliki lebih banyak waktu untuk bersenang-senang, singkatnya lebih bebas. Memang kehidupan kuliah menawarkan kebebasan bagi kita untuk mengatur waktu pembelajaran kita. Namun, kita dituntut untuk bisa mandiri dan bijaksana dalam mengatur waktu kita.
Salah satu ketakutan yang muncul ketika kita ingin memasuki kuliah adalah apakah kita mampu untuk mempertahankan nilai yang baik sebagai suatu cara untuk mengatasi ketakutan apakah lingkungan yang baru akan menerima diri kita. Beberapa siswa takut tidak bisa diterima karena diri mereka dianggap tidak cukup pintar. Hal ini berlaku khususnya bagi orang-orang yang memiliki nilai bagus di sekolah menengah. Memang tingkat kesulitan pelajaran di perguruan tinggi lebih tinggi daripada di sekolah menengah, maka untuk mendapat nilai yang baik pun tidak segampang itu dan membutuhkan usaha yang lebih. Untuk mengatasi rasa takut ini, rencanakan proses belajar dengan baik dan cobalah untuk menyingkirkan kebiasaan buruk yang mempengaruhi proses belajar dan bekerja.
Ketika kita belum bisa untuk menemukannya, berbagai cara dapat kamu lakukan yaitu dengan mengikuti salah satu program Vooya yaitu Vooya Lab yang menawarkan tes minat bakat yang bernama Passion-Perseverance Assessment. Melalui tes ini, Â kamu mampu untuk mengenal dirimu lebih dalam beserta kekuatan dan minatmu yang akan membantu dalam pemilihan jurusan yang sesuai.
Beberapa ekspektasi yang kita harapkan pun tidak sesuai dengan realita yang ada. Menjadi mahasiswa tidak selamanya mengalami hal-hal yang menyenangkan dipenuhi jalan yang mulus melainkan sebagai seorang mahasiswa kita mulai memikirkan masa depan sesudah perkuliahan ini. Sebagai hasil, orang-orang berjuang keras dan juga berlomba untuk mengejar mimpi mereka. Namun seberapa kuat orang itu berusaha, mereka tetaplah manusia yang dipenuhi rasa ketakutan dan kekhawatiran akan suatu hal.Â
 Pertanyaan "Apakah saya berada di  arah yang benar?", "Akan menjadi apa saya di masa depan?" membuat pikiran kita seperti ditantang untuk berpikir keras dan membuat diri kita tidak tenang. Di sisi lain,  ketika kita memiliki teman dengan pencapaian yang lebih, baik dalam hal prestasi, pengalaman, maupun hal lainnya cenderung membuat kita bertanya "Mengapa saya tidak bisa menjadi sepertinya?" "Selama ini saya ngapain aja?" dan  membuat kita tertekan karena merasa diri kita belum melakukan hal yang cukup berarti di kehidupan kita.Â
Akibatnya, kita sering membandingkan diri kita sendiri dengan orang-orang tersebut dan cenderung mengikuti jejak mereka padahal hal yang mereka lakukan adalah sesuatu yang bertolak-belakang dengan diri kita. Kita melakukan hal ini hanya karena ingin mendapat suatu pengakuan yang sama dengan mereka, yang mana kita berhasil mengikuti suatu perlombaan atau berhasil melakukan sesuatu yang memberi dampak baik terhadap masyarakat lainnya tanpa memikirkan apakah hal ini cocok dengan diri kita atau tidak, apakah hal ini membawa kesenangan terhadap diri kita selama proses yang ada?.
 Untuk menjawab pertanyaan ini pun terkadang kita tidak memiliki jawaban karena kita hanya memperhatikan suatu aktivitas dari sudut pandang hasil. Ketika kita memiliki perspektif seperti ini kita akan memacu diri kita terlalu keras dan ketika hasil tidak sesuai dengan harapan kita, kita akan ter-demotivasi dan menyalahkan diri sendiri yang mana hal ini kalau berlangsung dalam jangka panjang akan menghambat kita untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik serta berbahaya bagi kesehatan mental kita. Â