Dua puluh langkah menuju boarding gate
Berlalu-lalang orang-orang hendak bepergian, atau;
Pulang ke kampung halaman
Suasananya riuh, gemuruh, senang, sedih, haru, berpadu satu
Suara-suara yang bersautan berupa salam, dadah, dan doa
Seakan membuat ciri khas perpisahan,
Perpisahan di sepanjang gate besi yang mengkilap itu
Yang menanti jumpa di lain waktu
Tujuannya berbeda-beda
Berlibur ria, atau;
Ada yang tengah memperjuangkan nafkah
Ada yang hendak mencari petuah
Ada pula yang tak tentu arah
Seketika lokomotif beruntun itu-
Menjadi tempat orang-orang sibuk
Yang berlarian atau akan tertinggal
Karena masinis tidak akan menungguÂ
Pada dia yang terlalu lalai dengan waktu
Sedangkan, orang-orang di dalam ingin cepat sampai tujuan
Roda yang melaju perlahan kian kencang
Seketika membawa angan-angannya melayang
Pada masa silam,Â
saat menjadi barisan tepian rel yang cuma memandang,
Pada mereka yang tertib duduk di dalam
Tanpa tahu masa kini, adalah kita yang jadi tontonan
Saling memandang yang di dalam dan di luar
Jendela kaca jadi pembatas nurani dan pikiran sendiri
Enaknya orang-orang bepergian;
Mengapa kita harus pergi-pergi dengan lokomotif ini
Namun, keharusan menjadi kendalinya
Di dalam masih memandang
Dan lambaian tangan selalu membawa sendu
Inginnya pulang dan tetap tinggal
Tidak usah pergi walau asyik di atas roda besi
Namun, inilah jalannya
atau mungkin hanya sebuah pilihan
Segala sesuatunya tentu ada yang dikorbankan
Senang tinggal, atau;
Susah di masa depan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H