Getir tidak ada dalam kamus koruptor. Senyum mereka murni merupakan kelanjutan dari perayaan, sebuah sukacita yang tetap dibawa untuk mengusir sepi. Singkatnya, mereka tetaplah orang yang berpesta.
Analisis lainnya, sebagian besar koruptor yang tertangkap tangan adalah politisi. Politisi barangkali memandang keadaan tertangkap tangan alias kepergok sebagai kekalahan politik. Bukan sebagai perbuatan kriminal. Lantas, kejar-kejaran dengan KPK adalah aksi politik yang dibuat seakrobatik mungkin agar bisa menghindar dari berbagai teknik penangkapan.
Aksi itu dibuat seperti kucing-kucingan atau petak umpet alias game menurut anak jaman now. Bentuk paling ekstrem dari ugal-ugalan kepura-puraan ala stunt man Hollywood nampak dalam kasus Setya Novanto. Korbannya tidak hanya bakpao yang seharusnya enak, tetapi juga berurusan dengan tiang listrik, hingga obat merah yang harus dituduh ikut bertanggung jawab melayani ulah yang terhormat ketua DPR itu.
Ketika tertangkap hampir tidak ada penyesalan apapun. Kekalahan itu hanya apes sesaat belaka. Korupsi dengan demikian merupakan pertarungan politik seperti PILKADA. Ada yang menang dan ada yang kalah.
Tampilan tersangka korupsi di depan umum yang demikian itu menimbulkan rasa sakit hati bagi banyak kalangan yang punya moralitas normal dengan dasar-dasar kebajikan publik seperti kejujuran, kesetiaan, rasa iba, penyelesan, tidak mengambil hak orang, dan seterusnya. Semua kebajikan itu pula yang mempertahankan komune kita dari yang paling besar seperti negara hingga unit yang terkecil seperti keluarga.
Ketika semua dasar moralitas itu sepenuhnya goyah, semua esensi kebersamaan juga ikut goyah. Masa depan entitas kolektif pun ikut terancam. Kita semua paham betul korupsi adalah tindakan jahat yang merenggut perasaan moral publik. Secara vulgar tindakan korupsi merampas hak publik untuk mendapatkan layanan yang pantas dari negara, seperti pendidikan, infrastruktur, ruang publik, dan seterusnya.
Menampilkan senyum depan publik membuat rasa sakit hati kita telah dicemooh sedalam-dalamnya. Suatu moralitas yang lain ditunjukan kepada kita semua disana, bahwa buat koruptor, tindakan korup adalah sebenar-benarnya suatu tindakan. Sementara umpatan publik bahwa itu adalah tindakan jahat dipandang sebagai ilusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H