Mohon tunggu...
Caminar yVolar
Caminar yVolar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuka kuliner, travel, dan senang ngobrol.

Camina y vuela, luego flamea el corazón para descubrir la verdad.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Pejabat Publik yang Tertangkap KPK Selalu Tersenyum

7 Juli 2019   07:39 Diperbarui: 7 Juli 2019   07:44 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Getir tidak ada dalam kamus koruptor. Senyum mereka murni merupakan kelanjutan dari perayaan, sebuah sukacita yang tetap dibawa untuk mengusir sepi. Singkatnya, mereka tetaplah orang yang berpesta.

Analisis lainnya, sebagian besar koruptor yang tertangkap tangan adalah politisi. Politisi barangkali memandang keadaan tertangkap tangan alias kepergok sebagai kekalahan politik. Bukan sebagai perbuatan kriminal. Lantas, kejar-kejaran dengan KPK adalah aksi politik yang dibuat seakrobatik mungkin agar bisa menghindar dari berbagai teknik penangkapan. 

Aksi itu dibuat seperti kucing-kucingan atau petak umpet alias game menurut anak jaman now. Bentuk paling ekstrem dari ugal-ugalan kepura-puraan ala stunt man Hollywood nampak dalam kasus Setya Novanto. Korbannya tidak hanya bakpao yang seharusnya enak, tetapi juga berurusan dengan tiang listrik, hingga obat merah yang harus dituduh ikut bertanggung jawab melayani ulah yang terhormat ketua DPR itu. 

Ketika tertangkap hampir tidak ada penyesalan apapun. Kekalahan itu hanya apes sesaat belaka. Korupsi dengan demikian merupakan pertarungan politik seperti PILKADA. Ada yang menang dan ada yang kalah.

Tampilan tersangka korupsi di depan umum yang demikian itu menimbulkan rasa sakit hati bagi banyak kalangan yang punya moralitas normal dengan dasar-dasar kebajikan publik seperti kejujuran, kesetiaan, rasa iba, penyelesan, tidak mengambil hak orang, dan seterusnya. Semua kebajikan itu pula yang mempertahankan komune kita dari yang paling besar seperti negara hingga unit yang terkecil seperti keluarga. 

Ketika semua dasar moralitas itu sepenuhnya goyah, semua esensi kebersamaan juga ikut goyah. Masa depan entitas kolektif pun ikut terancam. Kita semua paham betul korupsi adalah tindakan jahat yang merenggut perasaan moral publik. Secara vulgar tindakan korupsi merampas hak publik untuk mendapatkan layanan yang pantas dari negara, seperti pendidikan, infrastruktur, ruang publik, dan seterusnya. 

Menampilkan senyum depan publik membuat rasa sakit hati kita telah dicemooh sedalam-dalamnya. Suatu moralitas yang lain ditunjukan kepada kita semua disana, bahwa buat koruptor, tindakan korup adalah sebenar-benarnya suatu tindakan. Sementara umpatan publik bahwa itu adalah tindakan jahat dipandang sebagai ilusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun