Mohon tunggu...
Yovensa Angie
Yovensa Angie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan seorang mahasiswi S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Selain berkuliah, saya memiliki minat dalam bidang kepenulisan yang biasa saya salurkan lewat tulisan-tulisan pendek atau kontribusi dalam kegiatan volunteer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Anak: Apakah Anak-Anak Indonesia Sudah Baik-baik Saja?

3 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 3 Juni 2022   20:15 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita membicarakan tentang anak dan kehadiran mereka, opini publik saat ini sudah terbagi menjadi dua kubu yang berbeda. Ada beberapa orang yang memutuskan untuk tidak memiliki anak atau saat ini kerap dikenal dengan sebutan childfree, tetapi tidak sedikit pula keluarga yang selalu mendambakan kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka. Terlepas dari dua pemikiran berbeda tersebut, anak tetaplah seorang anugerah yang patut untuk selalu kita syukuri dan lindungi kehadirannya. Seorang anak tidak dibekali pilihan untuk memilih ingin lahir atau tidak, tetapi kita sebagai manusia yang dewasa memiliki kesempatan untuk memutuskan apakah kita ingin memiliki seorang anak atau memutuskan untuk childfree.

Suara dan tindakan kita sebagai manusia dewasa sekaligus panutan bagi anak-anak di sekitar kita secara tidak sadar akan menjadi sepasang tangan yang menuntun mereka menuju masa depannya. Hal tersebut lantas membuat kita kembali dibebankan oleh dua pilihan: membawa mereka ke masa depan yang baik atau sebaliknya, yakni membuat mereka terpuruk sejak kecil. Ketimpangan akan kehidupan anak-anak bukanlah suatu yang baru dan belum ada jaminan kapan hal tersebut akan berakhir. Pada Maret 2020, KPAI mengambil data dari 25.164 responden anak dan mencatat bahwa 23% anak masih sering mendapat cubitan, 10% anak lebih sering dihadapkan dengan pukulan, dan 56% anak masih kerap kali mendapatkan omelan dan bentakan yang mana semua hal tersebut mayoritas dilakukan oleh orang tua mereka sendiri. Keluarga yang notabene merupakan garda perlindungan pertama dan terdepan bagi seorang anak pun nyatanya belum tentu bisa membuat mereka merasa aman dan nyaman.

Pada Januari 2021, Kementerian PPPA juga kembali menerima sekitar 3.122 laporan terkait kekerasan terhadap anak dengan kekerasan seksual menjadi bentuk kekerasan yang paling sering dialami oleh anak-anak. Hal ini pun kembali mengindikasikan bahwa anak-anak belum berhasil menerima perlindungan yang cukup. Kekerasan dan kurangnya perlindungan terhadap anak dapat memberikan efek jangka panjang terhadap pertumbuhan mereka ke depannya. Jika kejadian-kejadian buruk tersebut terus-menerus menghantui pertumbuhan seorang anak, tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya hal tersebut akan menimbulkan luka baik secara fisik maupun batin kepada mereka. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa mereka akan tumbuh dan mengulangi lagi kejadian tersebut kepada anak-anak mereka nantinya.

Untuk menghindari hal seperti ini kembali terjadi di masa depan, kita sebagai seseorang yang sudah lebih dewasa dan mengerti akan situasi yang dialami oleh anak-anak perlu dengan sekuat tenaga melindungi mereka yang masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam menjalani kehidupan. Kita dapat memulai hal tersebut dengan beberapa langkah sederhana, seperti membangun komunikasi yang baik dengan anak, tidak menggunakan kekerasan atau membentak anak ketika mereka melakukan kesalahan, dan mengikuti kampanye-kampanye sosial dalam rangka mencegah kekerasan anak. Sebagai individu dewasa, kita dibekali tugas untuk menuntun para anak agar dapat memperoleh hak-hak mereka dan membuat mereka bisa mendapatkan masa kecil yang bahagia. Terkadang kita tidak menyadari bahwa suara dan tindakan kita bisa membuat suatu perubahan yang besar bagi anak serta masyarakat di sekitar kita. Satu hal yang pasti, kita sebagai individu yang lebih dewasa harus bisa menunjukkan kepada anak-anak di luar sana bahwa kita mengerti serta peka terhadap masalah mereka dan kita akan selalu bersedia mengulurkan tangan kita untuk menuntuk mereka ke masa depan yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun