Mohon tunggu...
Evelyn Christiana
Evelyn Christiana Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kisah Cinta Bujang Uluan

1 Oktober 2021   16:05 Diperbarui: 1 Oktober 2021   16:10 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Penerbit Dian Rakyat

Judul buku : Dian yang Tak Kunjung Padam
Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Cetakan : ke-21, 2015
Dimensi buku : 140 mm x 210 mm
Jumlah halaman : 156 halaman
ISBN : 979-523-255-8
Harga buku : Rp 50.000,00

Palembang. Kota yang menjadi saksi bisu betapa pilunya kisah cinta dua sejoli itu. Apa yang akan terjadi ketika cinta kalian terhalang oleh restu orang tua? Itulah kisah cinta yang harus dilalui oleh Yasin dan Molek. Dua insan yang saling mencintai, tapi tak dapat bersatu karena perbedaan kasta yang ada diantara mereka.

Kisah cinta Yasin dan Molek ini ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana, seorang sastrawan yang lahir di Natal, Sumatera Utara pada tanggal 11 Februari 1908. Ia menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School Bengkulu dan Kweekschool Bukittinggi. Ia juga pernah mendapatkan gelar Honoris Causa dari Universitas Indonesia dan Universitas Sains Malaysia. Selain menulis novel, ia juga menulis kumpulan sajak, bunga rampai, dan kumpulan esai.

Cerita ini diawali dengan pertemuan antara Yasin dan Molek. Yasin yang saat itu sedang berjualan hasil kebunnya, secara tidak sengaja menangkap manik mata Molek yang indah. Setelah pertemuan tersebut, Yasin tak henti-hentinya memikirkan Molek. Awalnya, Yasin berpikir bahwa hanya dirinya yang memiliki perasaan terhadap Molek. Namun di sisi lain, Molek juga memiliki perasaan yang sama terhadap Yasin.

Keduanya memiliki latar belakang yang jauh berbeda. Molek merupakan anak bungsu dari Raden Mahmud, seorang bangsawan Palembang yang sangat disegani. Di sisi lain, Yasin hanyalah seorang bujang Uluan yang dianggap remeh oleh para kaum bangsawan. Orang Uluan yang kaya raya pun tak ada artinya bagi para kaum bangsawan. Mereka tetaplah orang yang tidak patut untuk dihormati. Hal itulah yang menjadi halangan di antara hubungan keduanya, kasta yang terlampau jauh dan tak bisa untuk Yasin gapai.

Cerita cinta antara Yasin dan Molek dikemas secara sederhana dan terperinci. Penulis menceritakan bagaimana pertemuan awal Yasin dan Molek, bagaimana mereka berkomunikasi secara diam-diam, dan juga segala suka dan duka yang harus mereka hadapi ketika cinta mereka terhalang oleh restu orang tua. Pengemasan yang sederhana ini membuat para pembaca lebih memahami apa yang terjadi antara Yasin dan Molek. Walaupun diceritakan secara terperinci, tetapi hal tersebut tidak menimbulkan rasa bosan ketika membaca buku ini.

Penulis juga menambahkan beberapa makna dari kata yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah penulis memberikan makna dari kata pesirah yang berarti kepala marga. Contoh lainnya adalah kata ditujah yang memiliki makna ditikam. Penambahan makna yang diberikan oleh penulis sangat membantu pembaca dalam memahami kata-kata baru yang tidak umum dan mengurangi kemungkinan timbulnya makna ganda.

Namun, tidak semua kata tersebut diberikan makna oleh penulis. Hal ini membuat pembaca harus mencari makna dari beberapa kata ketika sedang membaca buku ini. Tentunya hal tersebut sangat mengganggu pembaca ketika sedang membaca buku dan akan menimbulkan kesan yang ruwet. Beberapa kata yang tidak diberikan maknanya, antara lain : perangai, kemendur, lampu stormking, pangking, dll.

Pertemuan antara Yasin dan Molek juga diceritakan lebih dulu dibanding latar belakang keduanya. Di awal cerita, diceritakan bagaimana pertemuan pertama Yasin dan Molek. Pada bab selanjutnya, barulah penulis menceritakan tentang latar belakang Yasin yang hidup hanya bergantung pada hasil kebunnya. Latar belakang Molek juga tidak dijelaskan secara terperinci, jauh berbeda dengan Yasin yang bahkan diceritakan sampai leluhurnya. Pembaca hanya diberikan informasi bahwa Molek adalah salah satu anak dari bangsawan Palembang.

Jenis sampul buku yang digunakan adalah paperback (softcover). Pemilihan jenis sampul tersebut menyebabkan sampul buku ini mudah tertekuk dan kurang melindungi bagian dalam buku. Buku ini juga memiliki kualitas cetak yang kurang memuaskan. Hal ini terbukti dari banyak halaman yang tintanya pudar, sehingga menyulitkan pembaca pada saat membaca buku ini.

Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil setelah membaca buku ini. Pertama, kekayaan yang kita miliki tidak dapat menjamin kebahagiaan kita. Selain itu, pelajaran lain yang dapat kita ambil dari buku ini adalah kita harus bisa mencintai seseorang dengan tulus. Jangan sampai kita melihat seseorang hanya dari penampilan luar dan kekayaannya saja. Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca oleh orang yang beranjak dewasa karena tema dari buku ini adalah percintaan. Tema tersebut sangat umum dalam kehidupan orang dewasa, ditambah buku ini juga membahas soal perkawinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun