Mohon tunggu...
Vlavia Nadine Kempa
Vlavia Nadine Kempa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo, saya nadine. mahasiswa semester akhir jurusan hubungan internasional disalah satu PTN di jawa timur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Kesetaraan Gender dalam Film "Kartini"

23 Juni 2022   07:16 Diperbarui: 23 Juni 2022   07:25 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

REPRESENTASI KESETARAAN GENDER DALAM FILM “KARTINI”

VLAVIA NADINE KEMPA

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin berkembang, dengan muncul juga isu gender yang merupakan suatu isu yang penting untuk dibahas dan selalu penting untuk dibahas karena mengandung hal-hal menarik antara laki-laki dan juga perempuan

Isu gender ini diartikan sebagai suatu masalah yang dimana menyangkut suatu ketidakadilan yang dimana mempunyai dampak negatif bagi kaum perempuan maupun kaum laki-laki, tetapi yang sering mengalami dampaknya ialah para kaum perempuan dan bisa dikatakan juga sebagai korban. 

Seperti adanya contoh umumyang sering terjadi, dimana perempuan dianggap kaum yang lemah, perempuan tidak mampu untuk menjadi pemimpin, dan dianggap sebagai kaum yang cengeng dan kaum yang berada dibawah kuasa kaum laki-laki. Hal ini mengakibatkan kaum atau sosok perempuan ini menjadi nomor dua, yang dimana laki-laki berada diatas perempuan. 

Perlakuan atau contoh yang sering terjadi itu, sebenarnya sudah menjadi suatu ketidakadilan dan juga diskriminasi yang tentunya menimbulkan kerugian dan menurunkan suatu kesejahteraan hidup bagi kaum perempuan yang merasa menjadi kelompok yang terkecilkan dan berkedudukan di bawah.. 

Dalam gender, perempuan dan laki-laki mempunyai tempatnya masing-masing serta tugasnya masing-masing. Hal ini kadang menimbulkan suatu ketimpangan antar laki-laki dan perempuan. Untuk itu, isu gender ini harus terus dikawal dan juga diperlukan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender yang dimana perempuan dan laki-laki dianggap setara. 

Gender sendiri merupakan suatu konsep yang kultural dan yang berupaya dalam membuat perbedaannya dalam peran, perilaku, dan karakteristik atau ciri-ciri dari perempuan dan juga laki-laki yang berkembang dalam masyarakat. 

Gender bukan hanya untuk perempuan saja, tetapi gender juga bisa tentang laki-laki, bisa untuk membahas struktur sosial yang mana melekat antara laki-laki dan perempuan. 

Gender juga sebagai jembatan yang menjadikan perempuan dan laki-laki untuk maskulin ataukah menjadi feminim. Konsep gender ini pun bisa dikategorikan sebagai suatu konsep yang dimana sebagai sifat ataupun karakteristik yang melekat pada perempuan dan laki-laki. 

Seperti contoh dimana, perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, berparas cantik, mempunyai emosional dan mempunyai jiwa keibuan dalam keluarga. Sedangkan laki-laki dikenal sebagai sosok yang kuat, rasional, jantan serta perkasa dan tidak lemah lembut seperti perempuan tadi. 

Tetapi, perubahan dari karakteristik itu tersebut dapat terjadi seiring berjalannya waktu, nah makanya itu gender itu dari waktu ke waktu atau seiring berjalannya dan berkembangnya zaman dapat berubah. Gender ini juga lebih spesifik intinya itu membahas bagaimana perempuan dan juga laki-laki dari perspektif atau dari cara pandang yang non biologis. 

Sedangkan kesetaraan gender merupakan kesamaan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh kesempatan yang sama serta hak-hak yang seharusnya didapatkan, yang dapat berperan dan ikut berpartisipasi dalam politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan, serta kesetaraan dari gender ini menyangkut penghapusan bagi diskriminasi dan ketidakadilan dalam struktur sosial bagi laki-laki maupun perempuan. Dari situlah, muncul beberapa ketidakadilan dalam gender seperti contoh sebagai berikut:

  • Marginalisasi yang merupakan proses marginalisasi atau memiskinkan perempuan, sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam lingkungan masyarakat dan negara. Tetapi tidak setiap dari marginalisasi perempuan yang kemudian disebabkan oleh ketidakadilan dalam gender, namun dipersoalkan dalam gender adalah marginalisasi yang dipersoalkan karena perbedaan gender ini.

  • Subordinasi yang merupakan anggapan tidak penting dalam suatu keputusan. Dimana anggapan ini bahwasanya perempuan kaum yang emosional sehingga perempuan tidak mempunyai jiwa memimpin, yang kemudian mengakibatkan perempuan berada pada suatu posisi yang tidak penting.

  • Stereotip yang merupakan penandaan pada suatu hal tertentu baik, seperti suatu kelompok. Stereotip ini bisa menimbulkan suatu ketidakadilan dan penandaan ini berasal dari pandangan gender juga.

  • Kekerasan yang merupakan serangan terhadap fisik atau kontak fisik terhadap mental dari seseorang, kekerasan terjadi karena disebabkan oleh kecurigaan dari gender yang dasarnya adalah ketidaksetaraan dari kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Seperti contoh kekerasan gender adalah pemerkosaan, pemukulan dan lain sebagainya. 

Isu gender kemudian dikembangkan melalui berbagai macam media massa seperti musik, film, dan lain sebagainya tapi yang dibahas disini tentang yaitu melalui Film

Film sendiri adalah media karya seni audio visual yang sebagai media hiburan yang tentu saja digemari oleh semua kalangan baik anak-anak maupun orang dewasa. 

Film juga bisa mempengaruhi penontonnya yang adalah masyarakat berdasarkan nilai-nilai yang dimuat dalam film tersebut. Karena dapat menjangkau sampai pada bagian sosial, sehingga dapat mempengaruhi masyarakat dan melalui adegan-adegan yang disajikan dalam Film juga mendapatkan opini-opini baru yang muncul dimana itu sebagai suatu respon untuk membangun. Seperti film garapan Hanung Bramantyo yang diadaptasi dari Film sebelumnya yaitu Film R.A Kartini pada tahun 1984 silam. 

Film garapan Hanung ini mempresentasikan tentang bagaimana perjuangan Kartini dalam mendobrak tradisi dan juga memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia. 

Tokoh utama film ini adalah Pahlawan Perempuan Indonesia yaitu R.A Kartini. Ia adalah anak perempuan dari seorang bangsawan yang bernama R.M.A Sosroningrat, yang lahir di Desa Mayong, Kota Jepara, Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 21 April tahun 1879. 

Kartini menempuh pendidikannya di Sekolah Belanda yang bernama Europese Lagere School. Setelah lulus, dan ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah tetapi orang tuanya melarangnya. Karena ia dilarang untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya oleh orang tuanya, Kartini di pingit sampai waktu ia akan dinikahi, tentunya Kartini merasa sedih dengan keputusan orang tuanya. 

Kartini mengisi waktu luangnya dengan mengumpulkan berbagai macam buku pelajaran dan juga buku ilmu pengetahuan untuk dibaca olehnya. Dari situlah, muncullah ketertarikannya untuk memajukan perempuan Indonesia. Kartini merasa bahwa perempuan tidak seharusnya hanya berurusan dengan dapur, tetapi juga harus mempunyai ilmu pengetahuan yang luas. 

Perjuangan R.A Kartini ini untuk membuka pemikiran masyarakat yang mempunyai pemikiran bahwasanya peran dari perempuan yang dikenal dengan pekerjaan rumah tangga dengan macam-macam nilai feminismenya, sedangkan berbeda dengan laki-laki yang dimana berperan sebagai kaum yang maskulin dimana sebagai seseorang yang memimpin rumah tangga dan yang bertanggung jawab atas segala macam hal. 

Film Kartini ini mengambil kisah kehidupan bagaimana pejuang wanita dari awal masa hidupnya yaitu Kartini, dimana menceritakan masa kecil Kartini, menceritakan perjuangannya untuk menuntut kesetaraan gender serta hak perempuan dan juga kaum miskin dalam bidang pendidikan tentunya. 

Film ini dibintangi oleh para aktor dan aktris yang terkenal seperti Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita, Reza Rahardian, Deddy Soetomo, dan lain sebagainya. Representasi kesetaraan gender dalam film Kartini ini tentunya sebagai bentuk representasi yang adalah konsep yang mempunyai keterkaitan dengan pernyataan seseorang, kelompok, kegiatan dan juga tindakan. 

Representasi gerakan feminisme dan juga kesetaraan gender juga sudah mulai berkembang, dan kemudian diangkat menjadi suatu film dalam sudut pandang Feminisme. 

Tujuannya tentunya untuk meluruskan keadaan serta pandangan masyarakat yang kadang kalanya salah paham terkait dengan pemahaman gender ini. Dalam film ini, menggambarkan dan juga menunjukkan tentang bagaimana upaya yang diperjuangkan dan juga yang dilakukan oleh Kartini pada bidang pendidikan. 

Gambaran film ini pada zaman masyarakat Jawa dahulu, upaya yang dilakukan oleh Kartini untuk menegakkan kesetaraan gender awalnya dimulai dari dirinya sendiri dan kemudian ia mulai mengajak saudara-saudaranya yang lain, untuk ikut serta dalam memperjuangkan suatu niat yang mulia bagi kaum perempuan ini. 

Mempunyai kegemaran dalam membaca sama dengan saudara-saudaranya, membuat Kartini beserta saudara-saudaranya yang melihat kondisi tersebut menyatakan bahwasanya membaca merupakan hal yang penting bagi seorang perempuan, untuk membuka bagaimana pola pemikiran dan bisa membuat perempuan untuk mengerti tentang berbagai pelajaran yang penting dalam hidup dan tentunya untuk memperluas ilmu pengetahuan bagi perempuan. 

Kartini juga menuntut persamaan status antara laki-laki dan juga perempuan, peran dari sudut pandang yang ada antar laki-laki dan perempuan yang berada pada zaman penjajahan, yang bisa dikatakan miris karena mengalami kesetaraan gender pada saat itu. 

Dilihat juga bahwa ketidakadilan juga terjadi dan sangat jelas terjadi. Pada zaman penjajahan yang terjadi di Indonesia, dimana korbannya adalah kaum perempuan yang menjadi korban diskriminasi dari faktor budaya. 

Faktor budaya juga berpengaruh terhadap ketidakadilan gender, hal itu di karena kan masyarakat pada zaman itu yang masih kental dengan kebudayaan yang dimana membatasi gerak perempuan, yang mana tidak bisa bergerak sesuai kemauan mereka sendiri.

Muncul juga budaya Patriarki yang menjadi faktor ketidakadilan gender dan terlihat juga dalam film ini, Patriarkhi sendiri merupakan sebuah sistem sosial yang dimana menempatkan posisi laki-laki sebagai seseorang yang otoritas atau kekuasaan utamanya yang sentral dalam organisasi sosial. 

Diceritakan pula dalam film ini dimana Kartini sebagai sosok perempuan yang dikatakan sangat jauh keberadaannya dengan laki-laki sehingga perempuan merasakan dijajah dengan sikap laki-laki yang dimana sering memandang rendah para perempuan. 

Perempuan tidak boleh melebihi laki-laki karena pada zaman itu kuasa laki-laki bisa dikatakan lebih tinggi daripada perempuan. Ketidakadilan yang dikisahkan dalam film itu dijelaskan berdasarkan dengan beberapa macam ketidakadilan dari gender dan yang terjadi dalam film Kartini ini.

Dikutip dari laman Kompasiana dijelaskan bahwasanya sebagai berikut:

  • Marginaliasi yang ada di dalam film Kartini ini dilihat dari segi penempatan kaum perempuan yang dimana berada jauh dibawah laki-laki. Dimana seperti contoh perempuan tidak boleh untuk melakukan aktifitas yang sama seperti yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Adapula tidak adanya jabatan dari perempuan dalam sektor pemerintahan pada zaman itu termasuk pada marginalisasi.

  • Jabatan yang di pegang dan di kuasai oleh para kaum laki-laki, laki-laki mempunyai banyak peran yang sangat banyak pada zaman penjajahan yang terjadi di Indonesia tersebut, semua hal itu di dasari oleh beberapa faktor yaitu faktor budaya, faktor agama dan juga faktor negara.

  • Subordinasi yang ada dalam film Kartini sebagai bentuk subordinasi yang terjadi pada perempuan yang disebabkan dari anggapan dimana adanya perempuan adalah makhluk hidup yang memiliki jiwa yang lemah, irasional serta emosional sehingga membuat perempuan tidak mempunyai hak untuk memimpin dan untuk bersekolah tinggi.

  • Pada zaman penjajahan itu perempuan tidak ada yang melanjutkan pendidikan tinggi bahkan ada yang tidak bersekolah, dari hal itu Kartini ingin sekali untuk menghapus pemikiran tersebut dengan cara Kartini membuka sekolah gratis untuk perempuan-perempuan pada masa itu. Upaya yang mulia itu berlanjut sampai sekarang ini, dimana banyak perempuan sudah banyak yang menjadi pemimpin dan bersekolah tinggi.

  • Stereotype dalam film ini dimana bentuk pemikiran bahwa yang dikisahkan adalah perempuan Jawa pada masa penjajahan, yang dimana perempuan Jawa ditandai dengan tugas utamanya hanya untuk melayani suami dengan mempercantik diri, untuk memasak, dan juga urusan ranjang. Kartini sangat ingin untuk menghapus hal tersebut, dan ingin menggantikan dengan seperti yang terjadi oleh perempuan-perempuan Belanda yang pada zaman itu tugas mereka berbeda dengan perempuan-perempuan Jawa.

  • Kekerasan yang terjadi dalam film Kartini ini adalah bentuk kekerasan yang berupa kekerasan fisik dan juga kekerasan emosional yang dimana disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan antara perempuan dan laki-laki.

  • Sebelumnya Kartini karena dilarang untuk melanjutkan pendidikannya oleh orang tuanya tersebut, Kartini di pingit sambil menunggu waktu untuk dinikahi. Proses pingitan itu berlangsung cukup lama yang dimana dimulai dari awal menstruasi sampai dan dengan ada laki-laki yang ingin mempersunting Kartini dan dijadikan sebagai istrinya.

Beberapa ketidakadilan gender yang terjadi dalam film Kartini ini, Film karya Hanung Bramantyo ini juga bisa dikatakan sukses menjadi media penyebaran gagasan dan dalam nilai-nilai kesetaraan gender antar laki-laki dan juga perempuan. 

Makna secara umum film ini sebagai gambaran bagaimana sosok perempuan yang ingin menghapus ketidakadilan gender dan memperjuangkan kesetaraan gender dalam hal ini, hak-hak perempuan, menjunjung tinggi keberadaan dari perempuan. 

Sosok feminisme dari Kartini dalam hal untuk dan mengatasi ketertindasan dalam menyetarakan hak perempuan dengan pendidikan. Ia juga menyadari bahwasanya kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan faktor-faktor dasar yang berasal dari ketidaktahuan dari masyarakat sendiri untuk bagaimana menghadapi faktor-faktor tersebut. 

Pada zaman itu juga, perempuan tentunya bingung untuk mengangkat derajat hidup mereka. Oleh sebab itu juga, pendidikan tentu sangat penting dan sangat dibutuhkan untuk membuka pemikiran yang masih sempit yang dimiliki oleh masyarakatnya dan sekaligus juga bisa memberdayakan masyarakatnya untuk kesejahteraan dan juga kemakmurannya. 

Beberapa tahun ini, sudah banyak film-film baik dalam negeri maupun luar negeri yang mengangkat isu gender untuk dijadikan film, tentunya dengan berbagai tujuan yang ingin dicapai. Kartini adalah tokoh pahlawan emansipasi perempuan, gerakan emansipasi terus berkembang agar keadilan selalu dapat dirasakan secara menyeluruh. Sosok Kartini menjadi sosok yang memperjuangkan kesetaraan gender. 

Tentunya membuat kita belajar dan juga mengetahui bagaimana perjuangan dan niat mulia yang dilakukan oleh pahlawan emansipasi wanita Indonesia yaitu R.A Kartini yang sampai saat ini para perempuan dapat memperoleh hak-hak mereka dengan bersekolah setinggi-tingginya dan menjadi pemimpin dalam berbagai bidang tanpa ada batasan antara laki-laki dan perempuan yang terjadi pada zaman penjajahan silam. 

Oleh karena itu, seharusnya kita perempuan tetap melanjutkan perjuangan yang sudah dilakukan terlebih dahulu oleh Kartini dan jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan yang sudah diperjuangkan mati-matian oleh Kartini. 

Perempuan teruslah untuk tetap menjalankan pendidikan dan jangan ada rasa ragu dengan perkataan yang menjadi penghalang untuk kita berkembang dan maju, serta kita harus mengubah pemikiran yang kadang salah paham dengan kesetaraan gender.

Bibliografi

Fansier Hamdja, F. Q. (2020). Analisis Film Kartini Dalam Perspektif Kesetaraan Gender. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 1-10.

Lopez, M. (2021, Desember 31). Ketidakadilan Gender dalam Film Kartini 2017. Diambil kembali dari Kompasiana: https://www.kompasiana.com/shepia/61ceb8db9bdc407e2c06e392/ketidakadilan-gender-dalam-film-kartini-2017

Nabilla, F. (2021, Agustus 16). Sinopsis Film Kartini: Kisah Cinta Pahlawan di Era Perjuangan. Diambil kembali dari Suara.com: https://www.suara.com/entertainment/2021/08/16/202828/sinopsis-film-kartini-kisah-cinta-pahlawan-di-era-perjuangan

Rahmawati, A. (2018). KETIDAKADILAN GENDER DALAM FILM KARTINI. Diambil kembali dari IAIAN PONOROGO: http://etheses.iainponorogo.ac.id/3924/1/skripsi%20full%202.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun