Sebentar lagi, grup musik internasional, Coldplay akan menggelar konser di Jakarta. Kedatangannya disambut dengan meriah oleh banyak khalayak. Bahkan, bukan hanya para penggemar, tapi juga oleh elemen pemerintahan.
Akun resmi Kemenparekraf di Instagram, akun resmi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, hingga akun pribadi Sandiaga Uno sebagai menteri, mengunggah penyambutan grup band besar ini.Â
Akan tetapi, di balik ini semua, jamak kita ketahui bahwa secara pribadi, para personil Coldplay mendukung gerakan LGBT atau homoseksual.Â
Dukungan ini berulangkali diserukan di berbagai forum, bahka juga beberapa kali di konser mereka, dikibarkan bendera LGBT.Â
Lalu, bagaimana sikap kita sebagai umat Islam di Indonesia?
Pertama, kita analisis dulu kedatangan dan platform Coldplay di Indonesia. Kedatangan mereka adalah bagian dari tur besar dunia yang terakhir kali dilakukan sebelum pandemi.Â
Dalam tur ini, mereka mengangkat tema lingkungan, bahkan sampai diberikan apresiasi oleh para pegiat lingkungan.
Isu lingkungan yang mereka angkat, menutup jauh masalah dukungan mereka pada LGBT. Selain itu, memang secara umum, lagu-lagu Coldplay sendiri tidak gamblang mengangkat persoalan LGBT.Â
Kedua. Bagi pemerintah RI, kedatangan Coldplay justru dimanfaatkan untuk menggenjot pariwisata serta UMKM yang terpukul karena pandemi. Selain itu, bisnis merchandise serta periklanan, juga bangkit lagi karena hal ini.
Melihat dua isu ini, sebenarnya kita harus hati-hati. Jika kita langsung menolak kedatangan Coldplay dengan aksi massa atau menyebarkan selebaran yang berisi propaganda anti LGBT, maka justru akan ada arus balik orang menentang dakwah.
Orang akan melihat kita tak lebih sebagai orang yang liar atau barbar, tidak mengenal peradaban, dan asal tolak begitu saja. Apalagi, platform ramah lingkungan yang dibawa oleh Coldplay dan dipromosikan dengan gencar bahkan oleh kantor pemerintahan, sehingga, menutup isu LGBT.