10 hasil Kongres Bali adalah (1) Laporan Pertanggungjawaban pengurus PSSI periode sebelumnya; (2) Penetapan program kerja selama tahun 2011; (3) Pengesahan pemecatan Persema Malang dan Persibo Bojonegoro; (4) Kongres merestui pelatnas jangka panjang untuk SEA GAMES 2011 di mana tim dilatih oleh Alfred Ridle dan ditargetkan meraih emas; (5) Penetapan 23 anggota baru PSSI; (6) Memberikan sanksi kepada PSM Makassar turun ke Divisi 1; (7) Pemecatan Persma Manado, Persegi Gianyar dan Gaspa Palopo akibat sanksi dari FIFA karena tidak melunasi pembayaran gaji pemain asingnya; (8) Pengembalian 99% saham PTLI kepada klub-klub ISL saat itu; (9) Menargetkan tahun 2014 seluruh klub ISL bebas APBD (hal yang sama dikatakan saat pertama kali bergulirnya ISL tahun 2008); (10) Kongres Pemilihan Ketum PSSI 2011-2015 di Bintan 19 Maret 2011.
KONGRES PEMILIHAN KETUM PSSI 2011-2015
Setelah beberapa kali gagal menggelar kongres akibat ulah dari beberapa oknum yang mengaku reformis, akhirnya Kongres Pemilihan Ketum PSSI berlangsung lancar di Solo, Jawa Tengah, yang dikoordinir oleh Komite Normalisasi pimpinan Agum Gumelar. Â Sebetulnya Komite Normalisasi sudah pernah menggelar Kongres di Jakarta sebagai pengganti kongres di Pekanbaru yang chaos, tapi ternyata kongres ini pun gagal karena terlalu banyaknya interupsi dari kelompok yang menamakan K78. Â Tapi, hal yang luput dari perhatian adalah K78 membawa gerbong panjang pengurus lama, karena di dalam kelompok ini tidak ada satupun orang yang terlibat dalam LPI maupun kaum-kaum reformis sepakbola Indonesia. Â Setelah RASN November 2011, orang-orang ini muncul lagi dengan topeng baru bernama KPSI yang sudah dimodifikasi dengan penambahan personel-personel dari pengurus PSSI era 2007-2011.
Dalam perjalanan menuju Kongres Solo ini, berbagai intrik bermunculan di antaranya beberapa orang lama yang mulai memecah kekuatan untuk masuk ke berbagai kalangan. Â Ada yang menyatakan sementara mundur dari persepakbolaan nasional, ada yang mendaftar menjadi Exco, ada yang menyusup ke dalam K78 serta ada yang pasang topeng reformis. Â Berbagai siasat disusun untuk membuat seolah sepakbola Indonesia tidak bisa lepas dari pengurus lama. Â Salah satunya adalah menciptakan chaos pada kongres di Pekanbaru, Riau. Â Pengurus PSSI melaporkan bahwa kejadian itu dibacking oleh Arifin Panigoro dan George Toisutta. Â Hal ini sebagai antisipasi kalau NH dan NDB dilarang mencalonkan kembali. Â Dengan situasi yang seolah-olah terjadi perebutan kekuasaan oleh dua kubu antara kubu GT-AP dengan NH-NDB, maka FIFA akan melarang keduanya mencalonkan diri. Â Ternyata skenario berjalan mulus, tanpa GT-AP reformasi sepakbola nasional akan mudah dipatahkan.
Strategi kedua adalah membuat deadlock kembali kongres yang digelar Komite Normalisasi di Jakarta, dengan kembali menyodorkan nama GT-AP sebagai topik utama. Â Hal ini dimaksudkan agar seolah-olah GT-AP (khususnya AP) memang menjadi dalang kerusuhan sepakbola Indonesia. Â Namun, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba K78 luluh dan tidak lagi berontak di Kongres yang dilaksanakan di Solo. Â What Happen?. Â Ya, strategi mereka sudah berjalan mulus. Â FIFA telah menjatuhkan keputusan bahwa GT-AP tidak boleh maju mencalonkan diri sebagai Ketum-Waketum PSSI 2011-2015, meskipun keputusan itu ditengarai sengaja diada-adakan oleh pengurus PSSI, karena sejatinya FIFA merasa tidak pernah menjatuhkan sanksi apapun atas GT-AP, seperti yang disampaikan oleh Prince Ali bin Al Hussein (Wakil Presiden FIFA).
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Prince Ali bin Al Hussein bertemu beberapa pihak, seperti ketua KOI (Rita Subowo), Menpora Andi Malarangeng, Ketua Normalisasi Agum Gumelar dan Arifin Panigoro. Â Dalam pertemuannya dengan Arifin Panigoro, beliau banyak mengajak diskusi dan memberikan nasehat, di antaranya Prince Ali meminta AP bisa menerima apapun keputusan jika nantinya ternyata dia tetap tidak boleh maju sebagai Waketum, menghentikan LPI demi kebaikan sepakbola Indonesia, tetap mendukung perkembangan persepakbolaan Indonesia dan mengawal proses transformasi sepakbola Indonesia. Â Dalam perbincangan tsb, AP memaparkan bagaimana konsep LPI dan latar belakang dia ikut terjun, hingga menghabiskan uang hampir Rp. 1 Triliun. Â Toh, selama ini dia juga menggulirkan Liga Medco tanpa bantuan PSSI sedikitpun. Â Namun, dalam diskusi tsb, AP minta kalau nanti LPI dihentikan, maka klub-klub LPI boleh ikut dalam unifikasi liga yang digulirkan oleh PSSI.
Akhirnya dalam Kongres yang berlangsung anti klimaks, Profesor Johar Arifin Husein terpilih sebagai Ketum PSSI yang baru, sedangkan Farid Rahman terpilih sebagai Waketum-nya. Â 9 Exco terpilih, yaitu Bob Hippy, Sihar Sitorus, La Nyalla Mataliti, Roberto Rouw, Tony Apriliani, Mawardy Nurdin, Tuti Dau, Widodo Santoso dan Erwin Dwi Budiawan. Â Sebenarnya dari sini sudah mulai tercium ketidakberesan, di mana tim verifikasi sepertinya tidak melihat aturan pemilihan di mana kandidat yang mencalonkan diri harus sudah berkecimpung di dunia persepakbolaan Indonesia minimal 5 tahun secara terus menerus. Â La Nyalla dan Farid Rahman adalah di antaranya orang-orang yang tidak memenuhi syarat tsb, tapi ternyata tetap bisa masuk bursa kandidat dan terpilih. Â Apalagi 4 Exco di antaranya adalah penghuni gerbong lama, yang akhirnya menjadi duri dalam daging dalam kepengurusan PSSI periode 2011-2015.
PEMBELOTAN PTLI DAN KLUB-KLUB ISL
Melihat komposisi 4 berbanding 5 antara gerbong lama dengan gerbong baru, maka para pendukung gerbong lama tidak mungkin bisa memenangkan persaingan dalam setiap pengambilan keputusan. Â Apalagi Ketum PSSI mengisyaratkan untuk memeriksa keuangan PTLI yang tidak sehat. Â Selama kompetisi 2009-2010 dan 2010-2011 PTLI merugi sekitar Rp. 55M. Â Secara logika sangat tidak masuk akal. Â Bagaimana mungkin ISL yang pesertanya selalu lebih dari 18 tim terbaik negeri ini, yang penonton di stadionnya selalu penuh, dan sponsor yang mengantri untuk menjadi rekanan klub yang berlaga, didukung perusahaan besar seperti Djarum dan HM Sampoerna, serta hadiahnya yang tidak seberapa, bisa merugi sebanyak itu?. Â Kalau Anda sebagai pemilik perusahaan (dalam hal ini PSSI), apakah berlebihan kalau meminta laporan keuangannya?. Â Nah, di sinilah awal pembelotan terjadi. Â Djoko Driyono mendadak menyatakan mundur dari dunia persepakbolaan nasional, dan PTLI tidak kunjung memberikan laporan keuangan untuk keperluan audit.
Diam-diam selama keluar dari PSSI, Djoko Driyono mulai menghubungi klub-klub ISL untuk kembali memutar ISL setelah SEA GAMES, serta menyusun siasat penggulingan kekuasaan.  Memang tidak semua klub ISL tertarik dengan ajakan Djokdri.  Klub-klub yang bersedia ikut kembali ISL kemudian dikenal dengan kelompok 14.  Nah, mulai ketahuan kan siapa yang suka menamakan diri dengan istilah Kelompok XX.  Nah, di sinilah mereka menjadikan Persib sebagai umpan untuk memuluskan strategi.  Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa Persib?.  Begini, selama ini Persib dicitrakan sebagai klub yang sudah mapan, tidak mendukung pihak manapun, bebas APBD, memiliki sponsor yang banyak, ditambah lagi dukungan dari bobotoh di seantero Jawa Barat dan sekitarnya.  Coba cek lagi, siapa-siapa orang di balik baju Persib....  Ada Dada Rosada dan Erick Thohir (Direktur Viva Grup).  Coba cek sponsor-sponsor yang masuk ke Persib didominasi perusahaan yang berafiliasi dengan kedua nama tsb.  Jadi, masih yakin kalau Persib itu tidak berhubungan dengan APBD dan gerbong pengurus lama?.  Coba diingat-ingat lagi, siapa nama klub yang sering nongol saat kericuhan kedua kubu kalau bukan Persib?.  Saat LPI bergulir, nama Persib disebut-sebut akan keluar dari ISL dan bergabung dengan LPI.  Kemudian, saat liga dimulai Persib tetap bertanding untuk mengacaukan susunan jadwal IPL.  Lalu saat undangan-undangan dari PSSI, siapa klub ISL yang selalu hadir?.  Siapa klub yang menyatakan ingin kembali ke pangkuan PSSI?.   Persib bukan?.  Persib selalu memberikan harapan semu, agar seolah-olah mereka netral.  Maklum, jarak Jakarta-Bandung bukanlah masalah yang berarti.  Tapi, nyatanya Persib tidak pernah bergabung dengan LPI, IPL ataupun kembali ke pangkuan PSSI.  Waduh, kasihan bener para bobotoh yang berhasil dikibulin Persib selama bertahun-tahun.
Awalnya klub-klub ISL menyebut unifikasi liga tidak adil, karena mengikutkan klub-klub LPI yang tidak mengikuti kompetisi dari awal, tidak berdarah-darah, melanggar hasil kongres Bali (lihat kembali hasil kongres Bali di bagian Kongres PSSI 2011, apakah menyebut jumlah peserta ISL), kemudian masalah hak siar televisi juga diangkat. Â Padahal klub-klub LPI yang ikut IPL adalah klub-klub eks ISL, tidak ada klub yang murni dari LPI yang mendaftar sebagai peserta IPL. Â Mengenai hak siar, coba dipikir lagi, apa ini menjadi urusan klub?. Â Bukankah kalau hak siar lebih tinggi menjadi keuntungan bagi klub?. Â Tapi, entahlah jalan pikiran klub-klub ISL, yang jelas alasan-alasan tsb menurut Ane hanyalah dalih untuk mencari pembenaran pembangkangan mereka.