[caption id="attachment_318233" align="alignnone" width="219" caption="Jokowi. Sumber: asatunews.com"][/caption]
Joko Widodo (Jokowi) yang kepopulerannya dikarbit oleh media seakan-akan menjadi Capres yang paling sempurna di Pilpres mendatang karena rekayasa media pendukungnya, contoh: media Detik.
Rakyat seakan cinta buta pada Jokowi, melihat sisi baiknya saja yang direkayasa media dan sangat bernafsu tokoh yang digadang-gadang agar menjadi Presiden Republik Indonesia tanpa melihat lemah dan ketidak konsistenan kinerjanya. Jokowi yang mengklaim jika dirinya menjadi Presiden RI itu adalah alasan yang absurd ! Justru andai saja Jokowi tidak melaju untuk menjadi Presiden, pasti kinerjanya lebih baik, fokus dan memuaskan. Waktu yang dipakai untuk kampanye dan blusukan pencitraan diganti dengan bekerja, bekerja dan bekerja demi warga Jakarta. Slogan "Jakarta Baru" cuma angin lewat aja. Udah ngga ada artinya lagi, Jokowi terlanjur khianat. Mungkin kalau Jokowi dan taipan China pendukungnya lebih ambisius lagi, kalau Jokowi sudah jadi Presiden lalu ada masalah dengan Malaysia, maka Jokowi harus menjadi Sekjen ASEAN atau Sekjen PBB ? Well, use your brain ! Pake logika, pake nurani, pake insting dan pake otak itu dgn bener ! Itu kebohongan !
Belum lagi kebohongan Jokowi yang mengaku tak kenal dengan Michael Bimo Putranto (timses Jokowi-Ahok) pemasok Bus TransJakarta. Bimo terlibat kasus korupsi Dinas Perhubungan DKI Jakarta 1.5 Triliun.
Skak mat ! Jokowi dan Bimo adalah sohib dan Jokowi kalau ada acara libur pasti ditemani Bimo, hah ? Penipu !
[caption id="attachment_318226" align="aligncenter" width="152" caption="Bukti Jokowi dan Bimo saling mengenal. Sumber: www.twitter.com/@triomacan2000"]
Jokowi, Anti Kritik ?
Seperti diketahui sebelumnya Jokowi merealisikan tuntutannya terkait iklan anonim "Kutagih Janjimu" yang ditayangkan di 3 stasiun TV swasta yaitu MNC TV, RCTI dan Global TV.
"Langkah hukum yang diambil saya kira akan menyerang balik dan salah alamat. Elektabilitas Jokowi merosot, karena membuat orang melihat Jokowi akan menggunakan power hukumnya dalam mengambil sikap," ujar pakar Komunikasi Politik, Ermus Sihombing dikutip okezone.com, Minggu (30/3/2014).
Terlebih, isi iklan tersebut memiliki data-data yang jelas yang bersumber pada fakta yang terjadi di lapangan.
Seharusnya Jokowi menjadikan kritik itu pembelajaran bukannya merasa tersudut dan melaporkan pengkritik ! Menurut Iswandi Syahputra Direktur Eksekutif Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta iklan tersebut cermin dari meningkatnya kesadaran politik warga negara. Rakyat, kata dia, saat ini sudah mengerti, banyak pemimpin yang berjanji saat kampanye tetapi lupa pada janjinya setelah terpilih...
"Iklan tersebut dapat menjadikan pelajaran politik bukan saja untuk Jokowi tetapi untuk seluruh Capres, ujar Iswandi, Jumat (28/3/2014).
Lebih lanjut Iswandi menjelaskan selama pesan dalam iklan mengandung kebenaran serta mengarah pada perbaikan hidup berbangsa dan meningatkan kesehjateraan rakyat, tidak perlu terburu-buru menilai iklan tersebut sebagai kampanye gelap (dark campaign) untuk Jokowi.
Sekarang keadaannya lebih mengherankan lagi, karena KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang menilai iklan "Kutagih Janjimu" sebagai iklan bermuatan politik yang dinilai, ngawur, gegabah nan absurd !
Klaim Said Salahuddin (Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia), KPI sebaiknya berhati-hati dalam membuat penilain terhadap suatu siaran atau iklan yang bermuatan politik yang ditayangkan di televisi...
"Saya menyayangkan adanya pernyataan dari wakil Ketua KPI (Idy Muzayyad) dalam acara jumpa pers di kantor Bawaslu, Jumat (28/3). KPI seperti terlalu reaktif dalam penayangan iklan "Kutagih Janjimu," karena secara terburu-buru menyimpulkan tayangan tersebut sebagai iklan politik bermasalah," ujarnya dikutip okezone.com, Minggu (30/1/2014) malam.
Sikap KPI, yang menyatakan Jokowi diserang dalam iklan tersebut, bila dimaknai dalam perspektif politik, KPI telah membentuk opini bahwa Jokowi telah di zholimi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H