Mohon tunggu...
Viktor Krenak
Viktor Krenak Mohon Tunggu... -

Pemuda desa dari pedalaman Papua, Putus kuliah, sekarang di Kota Baru/Jayapura,sedang "memimpikan" hidup baru yang lebih baik.\r\n\r\nMENULIS BUKAN UNTUK MEMBERONTAK

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Budayaku Hidupku, Berbagi Nilai dari Festival Danau Sentani

20 Juni 2014   17:52 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:00 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_329963" align="aligncenter" width="506" caption="Tarian Mandei dalam Festival Danau Sentani-4 (kominfo.go.id)"][/caption]

SUDAH tak asing lagi kita mendengar Festival Danau Sentani (FDS). Pesta rakyat tahunan ini baru dimulai tahun 2007 lalu, namun ketenarannya hampir menyamai Festival Lembah Baliem yang sudah jauh lebih dahulu eksis. Salah satu faktor yang membuat FDS cepat terkenal adalah lokasi penyelenggaraannya yang begitu mudah dijangkau. Bahkan bisa ditempuh dengan berjalan kaki begitu Anda mendarat di Bandara Sentani. Tepatnya di bibir pantai wisata Khalkote, Sentani yang letaknya tak jauh dari pintu keluar bandara.

[caption id="attachment_329964" align="aligncenter" width="583" caption="Lokasi Festival tak jauh dari Bandara Sentani.Tampak hamparan Danau Sentani melingkari kaki bukit (dok. pribadi)"]

14032353441495752510
14032353441495752510
[/caption]

Berbeda dengan Festival Lembah Baliem yang menampilkan berbagai kekhasan budaya masyarakat pegunungan Papua,FDS sangat kental dengan budaya pesisir. FDS tahun ini digelar selama 5 hari, dibuka oleh Menkokesra Agung Laksono pada Kamis 19 Juni 2014. Ada sejumlah pergelaran di hari pertama FDS, seperti melukis di atas kulit kayu, membuat gerabah terbesar, tarian Isosolo atau menari di atas perahu. Ribuan warga ikut memeriahkan agenda wisata tahunan ini. Mereka datang dari berbagai kampung dan distrik memadati lokasi bibir Pantai Khalkote, Sentani. Puluhan stan pameran dan berbagai warung tampak tertata rapi di sepanjang jalan masuk ke area festival, menyediakan berbagai kuliner khas Papua.

[caption id="attachment_329965" align="aligncenter" width="446" caption="Menkokesra Agung Laksono memasuki areal festival (dok. pribadi)"]

1403235510622667236
1403235510622667236
[/caption]

Secara kasat mata para wisatawan yang pernah menyaksikan Festival Lembah Baliem bisa melihat perbedaannya dengan festival masyarakat pesisir ini.Misalnya pada pakaian dan atribut yang dikenakan para penari. Wisatawan yang ingin menyaksikan atraksi keperkasaan perang suku tentu akan kecewa karena memang tidak ada dalam budaya masyarakat pesisir. Demikian pun budaya bakar batu. Atraksi budaya yang bisa disaksikan di tempat ini antara lain Isosolo, lomba perahu hias, karnaval perahu, upacara adat penobatan Ondoafi, menyelam sambil merokok agar badan tetap hangat dan masih banyak lagi atraksi lainnya.

[caption id="attachment_329966" align="aligncenter" width="524" caption="salah satu atraksi budaya FDS (dok. pribadi)"]

1403235682480783795
1403235682480783795
[/caption]

Selain dari APBD kabupaten setempat, sumber pembiayaan FDS kali ini juga didanai secara swadaya oleh komunitas suku-suku dan paguyuban (termasuk paguyuban warga pendatang) yang ada di wilayah Kabupaten/kota Jayapura.Bahkan paguyuban wargapendatang dilibatkan sebagai panitia, dan ikut pula menyuguhkan atraksi budaya asal mereka.

Hal itu sejalan dengan tema FDS tahun ini “Budayaku Hidupku” yang mengandung sebuah suatu harapan untuk menajamkan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya. Tujuan penyelenggaraan FDS tahun ini, yakni ingin memelihara persatuan dan kesatuan di antara sesama suku, ras, dan agama. Nasionalisme yang sangat kental terjalin di antara sesama, mengingat di Papua terdiri dari ratusan suku-suku kecil yang terkadang gampang bentrok.

[caption id="attachment_329967" align="aligncenter" width="431" caption="Menkokesra ikut melukis di atas kanvas dari kulit kayu sepanjang 100 meter (dok. pribadi)"]

14032357671072770522
14032357671072770522
[/caption]

Yang menarik, FDS kali ini juga menyuguhkan kreativitas yang memecahkan rekor MURI, yaitu melukis di atas kanvas dari kulit kayu sepanjang 100 meter dan pembuatan Papeda (makanan khas Papua) terbesar. Sempe atau tempat pembuatan Papeda terbuat dari tanah liat yang ada di pesisir Danau Sentani dengan ukuran keliling 3,2 meter, tinggi setengah meter dan diameter satu meter.


[caption id="attachment_329968" align="aligncenter" width="528" caption="Pak Polisi ingin menyelamatkan seorang anak yg dianggapnya sdg bermain di tempat berbahaya. Tetapi di benak sang anak mungkin telah tertanam sebuah ajaran: ini danauku, ini budayaku, ini hidupku... (foto: kominfo.go.id)"]

14032358931167338559
14032358931167338559
[/caption]

Semoga Festival Danau Sentani ini dapat menjadi hiburan alternatif (selain piala dunia Brasil) sekaligus momentum untuk mengenal dan menghargai budaya asli Nusantara. Karena “Budaya kita adalah hidup kita”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun