[caption id="attachment_351727" align="aligncenter" width="655" caption="komplotan penyelundup senjata ke Papua yang tertangkap awal Juli 2014 lalu (Foto:tabloidjubi.com)"][/caption]
Usaha dan keras jajaran Polda Papua dibantu TNI yang belakangan ini gigih menegakan hukum serta menindak para pelaku kriminal di wilayah Papua patut diapresiasi. Hal itu dilakukan untuk menciptakan suasana aman bagi warga Papua serta lancarnya roda pembangunan di wilayah itu. Kendati demi tercapainya tujuan itu, sudah banyak prajurit TNI maupun anggota Polisi telah menjadi korban penembakan kelompok kriminal di Papua.
Agar hasil yang diinginkan lebih permanen, Polri dan TNI di Papua saat ini selain melakukan patroli rutin di wilayah-wilayah yang kerap terjadi aksi kriminal bersenjata, mereka juga tengah membongkar jaringan penyelundupan senjata api ke kelompok kriminal di wilayah itu.
Namun amat disayangkan, hasil operasi itu ikut menampar institusi Polri maupun TNI, lantaran ditemukan ada tiga oknum TNI dan seorang anggota Polisi menjual amunisi kepada kelompok kriminal di wilayah Puncak Jaya.Kompas.com pekan lalu memberitakan, dua dari tiga oknum TNI itu masih dinas aktif, dan seorang telah memasuki usia pensiun. Ketiganya masih bermukim di asrama Kodim Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. http://nasional.kompas.com/read/2014/10/29/14443211/Ketika.Polisi-Tentara.Jualan.Amunisi.di.Papua
Cukup ironis memang, karena di satu sisi negara mengucurkan angggaran miliaran rupiah setiap tahun kepada aparat TNI dan Polri untuk menjaga kedaulatan NKRI sekaligus menegakkan hukum di wilayah Papua, namun di sisi lain ada oknum TNI dan Polri yang menjual amunisi ke kelompok kriminal. Dengan kata lain, mereka itu ikut mendukung gerakan pengacau keamanan, terutama di kawasan pegunungan Papua.
Lebih kaget lagi ketika Gubernur Papua yang adalah mantan Bupati di wilayah yang sering bergolak oleh ulah para pengacau keamanan (Puncak Jaya) berujar ringan, bahwa aparat keamanan jual senjata ke kelompok kriminal bukan hal baru.
“Anak buah dilapangan itu kan juga butuh makan dan minum, jika satu peluru dijual dengan harga Rp 1 juta. Mereka pasti bisa hidup. Sehingga kami minta agar pengiriman amunisi dan senjata ke Papua harus dihitung baik dan diawasi secara ketat. Penjualan amunisi dari oknum aparat TNI/Polri terjadi sudah menahun dan bukan barang baru,” ungkap Lukas Enembe akhir pekan lalu sebagaimana dirilis liputan6.com. http://news.liputan6.com/read/2127023/gubernur-papua-aparat-jual-amunisi-ke-separatis-bukan-hal-baru
Sebenarnya sudah beberapa kali Lukas Enembe mengugkap keterlibatan personel TNI dan Polri tersebut. Antara lain pada Februari 2014 lalu. Namun tudingan Lukas kala itu dibantah anggota DPR RI Tubagus Hasanuddin.
"Saya tak percaya, TNI, khususnya non organik, menjual peluru ke gerombolan OPM," kata Hasanuddin di Jakarta, 6 Februari 2014 sebagaimana dirilis beritasatu.com. namun seiring berjalannya waktu dan bergantinya Pemerintahan, tudingan Lukas Enembe itu akhirnya terbukti. Bahkan ada oknum mahasiswa yang ikut terlibat. Ia adalah Harry Lawalata (19 tahun) yang saat ini masih berstatus mahasiwa Univ. Pattimura Ambon. Ia tertangkap bersama lima pelaku lainnya di Manokwari Sabtu pekan lalu (1/11/2014). Dari tangan mereka Polisi berhasil menyita 181 butir amunisi beserta satu unit senpi rakitan mirip revolver serta uang sebesar Rp 21 jutaan yang merupakan hasil jual amunisi.
Mudah-mudahan setelah ini situasi keamanan di Papua semakin membaik. Tak perlu lagi saling tuding tapi saling mawas diri demi kedamaian di Bumi Cendrawasih. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H