Mohon tunggu...
Vivi yunaningsih
Vivi yunaningsih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biarkan air mengalir sekehendaknya

Menulislah maka akan kau temukan ketenangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kaki yang Berhias Sepatu Warna Terang

10 Juni 2021   15:00 Diperbarui: 10 Juni 2021   15:02 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayolah diriku, kuatlah.

Ayolah kaki, jangan berhenti bergerak.

Terengah menggowes sepeda menyusuri jalan menanjak. Jalanan beraspal mulus yang sisi kanan dan kirinya terbentang karpet hijau tanaman padi yang subur dan aliran air sebagai irigasinya. Pemandangan ini sungguh memanjakan mata tapi tidak dengan kaki.

Kedua kaki yang dihias sepatu olahraga warna terang menegang hingga ke paha, bekerja keras agar roda sepeda terus menggelinding ke depan membawa jauh dari titik awal ke tempat tujuan akhir yang disepakati. Tiga perempuan dewasa, tetangga sekaligus sahabat berjejer ke belakang memegang kuat stang sepeda, menggerakan kaki, mengatur nafas menyusuri jalan desa yang permai. Perjalanan sudah dimulai.

Sarapan sudah, pemanasan sudah, bekal air satu botol penuh tapi belum juga tiga puluh menit nafas sudah memburu, jantung berdetak cepat, ketiak mulai berkeringat.

"Di depan berhenti yuk, kita wefie dulu, foto." Beralasan untuk minta istirahat.

"Oke oke.. udah terasa pegal juga nih." Yang lain menimpali.

Akhirnya terparkir manis tiga sepeda di depan tugu desa, sementara si empunya terduduk di jalan beraspal meneguk air dari botol minum sambil mengatur nafas.

Dua menit kemudian.

"Hitungan ketiga ya.." Kamera ponsel teracung ke depan, siap mengambil gambar.

"Lagi..", dua jari bergerak membentuk huruf V di depan wajah yang tersenyum.

Sudah lima gambar diambil, tidak lupa mengabadikan pemandangan sekitar. Cahaya matahari sempurna naik.

Menggowes sepeda seperti yang sedang digemari banyak kalangan seperti saat ini bukan perkara mudah. Maksudnya jangan terlalu jauh jika baru memulai apalagi jika rutenya menanjak. Dijamin ngos-ngosan dan setelahnya kaki terasa pegal seharian.

Sedikit tips untuk pemula, dua atau tiga hari menjelang hari janjian gowes bareng, berlatihlah gowes sepeda minimal lima belas menit. Keliling komplek rumah misalnya. Melatih otot kaki agar tidak kaget dan tegang. Akan merepotkan jika kita gowes bareng kelompok dan jauh tertinggal, segan menyampaikan kelelahan dan mengganggu perjalanan jika sering berhenti.

Bel sepeda akan saling menyahut ketika berpapasan dengan kelompok sepeda lainnya. Riuh, menyenangkan!

Lihat penampilan mereka. Mereka benar-benar "niat' bersepeda. Tapi okelah, semua untuk keamanan dan kenyamanan bukan? Baju yang seragam, celana khusus sepeda, sepatu merk kenamaan, helm, pelindung siku dan kacamata hitam yang elegan. Keren.

Penampilan kami, tiga perempuan dewasa berstatus ibu-ibu kompleks perumahan bukan layaknya pesepeda profesional. Kami hanya berhiaskan celana training, kaos panjang dan kerudung, tanpa helm atau kacamata hitam. Sesederhana itu.

Rute yang dilalui adalah jalan desa yang nyaman, tidak banyak kendaraan, pemandangan yang menyenangkan dan oksigen bersih memadai. Jepret kanan kiri dengan latar sawah dan kebun atau tugu nama desa yang dilalui. Seperti sudah melakukan jalan jauh saja, padahal tempat-tempat yang kami ambil gambarnya tak jauh dari tempat tinggal kami. Tidak mengapa, jepretan foto ini akan jadi cerita sendiri bagi kami. Esok hari akan ada cerita bahwa kami pernah melalui tempat-tempat tersebut. Semoga akan selalu jadi kawasan pertanian yang asri.

Sesekali menikmati Ahad pagi dengan sahabat mencari keringat dan tampil tanpa make up mengkilat. Soal gowes sepeda kita santai saja. Capek turun, gak kuat sepeda kita tuntun, sambil tetap bercengkrama tentunya.

Senyum bapak ibu petani menemani, senyum lebar dan tulus, senyum orang-orang yang rajin bekerja. Orang-orang kuat yang pantang menyerah.

Banyak pembicaraan yang dibahas dalam perjalanan. Mengagumi ciptaan Tuhan yang sempurna, rasa syukur diberi hidup dan lingkungan yang baik, bertukar pikiran mengenai anak remaja kami yang bikin emosi naik turun atau hal-hal ringan lainnya. Tidak termasuk membicarakan  orang lain, no gosip.

Lagi-lagi nafas terengah. Lagi-lagi kami berhenti. Kali ini di sisi irigasi. Acung jempol untuk bapak ibu petani yang mengayuh sepeda dengan ayunan yang ajeg. Setiap hari menempuh rute seperti ini, hal biasa bagi mereka. Atau sebenarnya ini ringan, kami saja para ibu yang kurang konsinten dengan olahraga hingga hal ini terasa berat.

Setelah sampai pada titik akhir yang disepakati, terhitung sudah lima kali kami berhenti.

Agak menggelitik. Jarak yang kami tempuh tidak seperti kelompok sepeda lain yang bisa hingga puluhan kilometer. Jarak yang kami lalui terhitung dekat tapi ditempuh dengan waktu yang cukup lama. Itulah akibat lebih sering berhenti dan mengobrol. Tapi bukankah mengobrol itu menyenangkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun